x

Iklan

Andi Ansyori

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ahok Tantang KPK: Pemprov DKI atau BPK yang Salah?

Beda pandangan antara Pemprov DKI dan BPK atas kerugian negara yang termuat di LHP BPK sebenarnya hanya pada lokasi dan besaran NJOP lahan RS Sumber Waras.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Seusai dimintai keterangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, ( KPK ) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menegaskan mensikapi gaduhnya kasus pengadaan Lahan RS Sumber Waras, kini KPK hanya tinggal memiliki dua pilhan. Pertama KPK menetapkan apakah pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI salah atau kedua , hasil investigasi BPK yang “ ngaco “. Itu saja.

 "Tinggal dua saja (kemungkinan) Pemda DKI yang salah atau BPK yang salah," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu (13/4/2016).

Saling Tuding Ahok VS BPK, masing masing pihak merasa benar sendiri .

Sepertinya mantan Bupati Belitung Timur itu, gerah. Usai ia dimintai keterangan KPK , selasa (12/4) , masalah pengadaan lahan RS Sumber Waras tersebut rupanya tidak juga usai , bahkan bertambah gaduh.

Pihak BPK kini, malah berkoarkoar dan menantang , bahwa merekalah yang paling benar. Bahwa memang benar ada temuan kerugian negara sebesar Rp. 191 Milyar. Bukan itu saja, pada pengadaan lahan RS Sumber Waras tersebut, BPK menilai Pemprov DKI banyak melanggar peraturan perundang undangan. Kini BPK sudah lepas tangan.

LHP BPK tahun 2015 tentang hasil audit investigasi APBD DKI tahun 2014 sudah mereka sampaikan ke KPK. Menurut BPK sekarang bola ada di “ tangan “ KPK. BPK masih menunggu tindak lanjut laporan nya ke KPK.

Namun ironisnya apa yang termuat didalam LHP BPK DKI tersebut, banyak dibantah dan ditepis oleh Pemprov DKI. Terutama terkait pengadaan lahan RS Sumber Waras.

Pemprov DKI menilai, LHP buatan Lembaga tinggi negara yang diberi wewenang khusus oleh negara untuk melakukan pemeriksaan keuangan pemerintah pusat dan daerah tersebut ,ternyata sudah disalah gunakan.

Menurut Pemprov DKI, BPK membuat LHP BPK terkait APBD DKI 2014, menggunakan data yang tidak benar. LHP buatan BPK itu , banyak menyembunyikan kebenaran. Isi LHP BPK itu,lebih kepada mengakomodasi kepentingan Efdinal, yakni mantan Kepala BPK sebelumnya Efdinal yang pernah menawarkan tanahnya yang berimpit dengan lahan RS Sumber Waras, Namun di tolak Ahok. Efdinal Tersinggung.

Maka jadilah LHP BPK seperti yang sekarang ini beredar di media Sosial.

Karena merasa Pemprov benar, maka dengan tempramen yang lugas Ahok selaku otorisator keuangan Pemprov DKI, tak segan segan menuding LHP buatan BPK tersebut dengan tudingan “ Ngaco “.

"Makanya itu kan audit BPK dan KPK sudah pernah audit investigasi ya kan. Sekarang saya pengen tahu KPK mau nanya apa, orang jelas BPK-nya ngaco begitu kok," ujarnya Ahok (12/4)

Sebalik menanggapi tudingan Ahok itu, BPK menanggapinya dingin. . Menurut mereka pembuatan LHP BPK tersebut tidak ada yang salah. LHP tersebut dibuat dengan standar baku. Bila Pemprov DKI tidak terima, BPK menawarkan silahkan pemprov DKI, gugat kepengadilan. Lalu kemarin (14/3) masalah RS Sumber Waras tersebut dilaporkan pula oleh Pimpinan BPK kepada Presiden RI, Jokowi. Perseteruan Ahok vs BPK ini sepertinya sulit didamaikan. Kini para pihak masing masing merasa benar sendiri.

kecurigaan Pemprov kepada oknum mantan kepala BPK DKI .

Sebelumnya, ada baiknya juga bila kita memahami sedkit asal muasal timbulnya perbedaan pendapat Pemprov DKI yang diwakili oleh Ahok dengan BPK DKI, terkait LHP BPK terhadap proyek Pengadaan lahan RS Sumber Waras tersebut.

Akibat beda pandangan tersebutlah maka kini timbulnya perseteruan dan keributan antara Ahok VS BPK yang sukar diredam.

Untuk itu penulis akan mencuplik sedikit tulisan penulis yang pernah dimuat di Indonesiana  pada beberapa waktu lalu.

Pada Anggaran Pendapatan dan belanja Perubahan (APBD P) DKI 2014, Pemprov DKI melakukan pembelian lahan RS Sumber Waras Jakarta Barat. Kemudian pada tahun 2015 Badan pemeriksa keuangan (BPK) DKI melakukan pemeriksaan atau audit terhadap APBD DKI 2014 termasuk BPK melakukan audit terhadap pengadaan lahan RS Sumber Waras tersebut.

Hasil temuan BPK ada kerugian Rp. 191 Miliar

Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK DKI waktu itu , bahwa dalam pengadaan lahan RS Sumber Waras tersebut , ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp.191 Milyar.

Tentu saja Pemprov DKI tidak begitu saja menerima mentah mentah LHP BPK DKI. Pemprov DKI memberikan jawaban, bahwa LHP BPK DKI dibuat dengan tidak benar. Pemprov DKI, langsung membuka borok BPK DKI. Pemprov menuding mantan kepala DKI ,Efdinal ada kepentingan. Efdinal yang waktu itu masih menjabat selaku Kepala BPK DKI, pernah menawarkan tanahnya yang berimpitan dengan lahan RS Sumber Waras ke Pemprov DKI. Efdinal sempat bekirim enam surat terkait penawaran tanahnya itu ke Propv DKI. Namun di tolak Ahok. Lalu atas penolakan itu Efdinal tersinggung.

Maka jadilah LHP BPK tahun 2015 seperti yang ada sekarang ini.

Itulah latar belakang kecurigaan Pemprov DKI atas LHP buatan BPK yang bernada miring atas pembelian lahan RS Sumber Waras tersebut. LHP BPK tersebut dinilai Pemprov lebih kepada mengakomodasi kepentingan dan ketersinggungan Efdinal , selaku kepala BPK DKI saat itu.

Terbitnya LHP BPK bernada sumbang tersebut, menurut penilaian Pemprov DKI, lebih kepada penyalagunaan kewenangan yang dilakukan oleh oknum oknum BPK dalam mengaudit Anggaran Pemprov DKI.

 Yang dimaksud kerugian negara pada LHP BPK

Perbedaan pandangan antara Pemprov DKI dan BPK atas kerugian negara yang termuat pada LHP BPK, itu sebenarnya sederhana. Perbedaan pendangan itu, hanya pada letak atau lokasi Lahan RS Sumber Waras dan besaran NJOP tanah permeter.

itu saja.

Hanya saja , karena adanya " kepentingan " salah satu pihak tidak mau mengakui kekeliruannya. Besikukuh , sehingga tak terhidarkan timbulnya perseteruan antar lembaga negara.

Menurut Pendapat BPK , sebagaimana tertuang pada LHP nya, bahwa Lokasi lahan Sumber Waras yang diributkan itu, bukan di Jalan Kiai Tapa, tapi di Jalan Tomang Utara. Dengan nilai jual obyek pajak (NJOP ) jalan itu Rp 7 juta per meter persegi.

Sementara pendapat Ahok : Lokasi tanah Sumber Waras seluas 3,6 hektare itu berada di Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta Barat bukan di Jalan Tomang Utara. Dengan NJOP sebesar Rp. 20,7 juta/ meter sebagai mana penetapan Dirjen Pajak.(Kementerian keuangan ).

Ahok membayar tanah tersebut dengan alamat di Jalan Kiai Tapa dengan NJOP Rp.20,7 juta /meter.

FAKTA: Berdasarkan sertifikat Badan Pertanahan Nasional pada 27 Mei 1998, tanah itu berada di Jalan Kiai Tapa. Statusnya hak guna bangunan nomor 2878. Dengan NJOP penetapan Dirjen Pajak sebesar Rp 20,7 juta /meter

Catatan : Penentu NJOP Sumber Waras adalah Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang menyebutkan pajak lahan itu mengikuti NJOP Jalan Kiai Tapa.

FAKTA: Faktur yang ditandatangani Satrio Banjuadji, Kepala Unit Pelayanan Pajak Daerah Grogol menyebutkan tanah itu di Jalan Kyai Tapa dengan NJOP sebesar Rp 20,7 juta.

Dari fakta tersebut sebenarnya sederhana, hanya perbedaan penafsiran Karena BPK berpendapat lokasi lahan RS. Sumber Waras , beralamat di Jalan Kyai Tapa No. 1 Rt. 10 Rw 10 kelurahan Tomang kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat itu, masuk dalam wilayah NJOP Tomang Utara yang ditetapkan sebesar Rp. 7 Juta permeter.

Sementara Pemprov DKI membayar lahan , mengikuti penetapan NJOP Jl Kyai Tapa sebesar Rp. 20 Juta permeter

Tentu saja ada perbedaan atau selisih perhitungan anggaran yang dikeluarkan Pemprov yakni NJOP Rp. 20,7 juta permeter dengan perhitungan BPK dengan NJOP Rp. 7 juta permeter.

Selisih Nilai besaran itulah yang dihitung BPK sebagai kerugian negara.

Artinya jika hanya sampai disini , tidak ada masalah. Ahok sudah benar. Ahok sudah membeli lahan RS.Sumber Waras tersebut sesuai dengan ketentuan pemerintah ( Kementerian Keuangan ) .

Sampai disini, memang tidak ada kerugian negara. Oleh karena itulah tidak salah pernyataan Wakil Ketua KPK Saut Sitomorang bahwa setelah meminta keterangan lebih dari 32 orang , hingga saat ini KPK belum menemukan adanya kerugian negara dalam pengadaan lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI.

 "Sumber Waras sudah gelar (perkara) dua minggu lalu, yang sorenya KPK jumpa pers di mana Bu Basaria mewakili kami berlima pimpinan menyampaikan sepakat belum menaikkan statusnya, karena sejauh ini belum cukup bukti untuk menaikkan status kasusnya," papar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dihubungi, Jumat (11/3).

Namun demikian Saut Sitomorang pun waktu itu, mengakui KPK tetap mendalami kasus tersebut. Dan pernyataan Saut Sitomorang itu benar. Buktinya Ahok dipanggil KPK , sebulan setelah pernyataan Saut Sitomorang yakni pada selasa (12/4 ) lalu.

AHOK tantang KPK, pilih tetapkan Pemprov DKI atau BPK yang bersalah .

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sepertinya benar benar sudah gerah. Ia menginginkan kasus gaduh pengadaan lahan RS Sumber Waras tersebut segera diakhiri. Sepanjang kasus pengadaan lahan RS Sumber Waras belum berakhir, maka isu isu terkait korupsi RS Sumber Waras , berseliweran dan yang patalnya , isu tersebut dimanfaatkan oleh kelompok kontra Ahok, sebagai amunisi untuk menyerang Ahok menjelang Pilakada DKI 2017.

Maka Ahok menantang KPK untuk mengakhiri polemik Kasus RS Sumber Waras. Jangan berlama lama. Segera akhiri. KPK tinggal memiliki dua pilihan. Apakah Pemprov DKI bersalah dalam pembelian lahan RS Sumber Waras atau BPK yang salah dalam invetigasinya terhadap pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI tahun 2014 lalu.

 "Tinggal dua saja (kemungkinan) Pemda DKI yang salah atau BPK yang salah," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu (13/4/2016).

Hingga tulisan ini diturunkan KPK belum merespon keinginan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tersebut. Kita tunggu apa tanggapan KPK ?

Dugaan tanggapan KPK atas tantangan AHok

Tentu saja KPK tidak akan melayani tantangan Ahok tersebut. Karena hingga saat ini kasus Sumber Waras masih dalam tahap penyelidikan. Belum sampai ke tahap penyidikan. Walaupun Ahok sudah dimintai keterangan lebih kurang 12 jam di KPK, selasa kemarin , hingga kini KPK belum menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menjerat Ahok sebagai tersangka.

Utamanya KPK belum menemukan kerugian negara dan niat jahat dalam pengadaan lahan RS Sumber Waras.

Terkait hal tersebut, setelah Ahok dimintai keterangan tak kurang dari 12 jam di KPK , Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, hingga kini status kasus tersebut belum berubah.

"Masih belum berubah statusnya. Masih lidik (penyelidikan)," ujar Saut saat dikonfirmasi, Selasa (15/3/2016).

Dengan belum ditemukannnya dua alat bukti yang cukup. Dengan belum ditetapkannya Ahok sebagai tersangka, maka secara hukum Ahok belum bersalah.

Bahasa lugasnya hingga kini Ahok tidak bersalah

Ahok Clear

Tidak ada alasan hukum KPK menyatakan Ahok salah atau tidak betrsalah. Karena Ahok memang tidak bersalah. KPK belum mampu untuk meningkatkan dari tahapan penyelidikan ke tahapan penyidikan. KPK belum menemukan benang merah adanya perbuatan korupsi pada pengadaan lahan RS Sumber Waras. Utamanya KPK belum menemukan adanya kerugian negara .

Sebenarnya sikap KPK selama ini sudah menjawab tatangan Ahok dimaksud . Tanggapannya memang tidak berbentuk tanggapan langsung, tapi lebih kepada tanggapan berbentuk perlambang atau sinyal sinyal antara lain:

"Kalau mau naikin ke penyidikan harus yakin dalam kejadian itu harus ada niat jahat. Bukan semata-mata pelanggaran prosedur, kalau tidak ada niat untuk melakukan tindakan jahat akan susah juga. Itu yang akan kami gali selama tahap penyelidikan," kata waki ketua KPK , Alex di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 29 Maret 2016.

 Sebelumnya juga ada perlambang KPK atas polemik RS Sumber Waras :

 "Sumber Waras sudah gelar (perkara) dua minggu lalu, yang sorenya KPK jumpa pers di mana Bu Basaria mewakili kami berlima pimpinan menyampaikan sepakat belum menaikkan statusnya, karena sejauh ini belum cukup bukti untuk menaikkan status kasusnya," papar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dihubungi, Jumat (11/3).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 lalu perlambang KPK berikutnya setalah Ahok dimintai keterangan sekitar 12 jam di KPK ,Terkait hal tersebut, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, hingga kini status kasus tersebut belum berubah.

"Masih belum berubah statusnya. Masih lidik (penyelidikan)," ujar Saut saat dikonfirmasi, Selasa (15/3/2016).

Itulah sinyal sinyal atau perlambang atas tantangan Ahok kepada KPK.

Pimpinan  KPK sepertinya memahami kegalauan Ahok, terkait Pilkada 2017. Dengan mengambangnya polemik RS Sumber Waras, menjadi amunsi kelompok kontra Ahok, untuk mengarahkan senjatanya ke Ahok.

Oleh karena itu, Pimpinan KPK berjanji, bila sudah clear, akan memberikan pernytaan kepada publik ada atau tidaknya unsur tindak pidana korupsi pada Polemik RS Sumber Waras.

Itu perlambang jawaban KPK atas tantangan Ahok.

Tersirat KPK, menyatakan  ; Ahok hingga saat ini, tidak terbukti merugikan keuangan negara serta hingga saat ini KPK belum dmenemukan  niat jahat dalam Perkara RS Sumber Waras.

Dari pernyataan pernyataan pimpinan KPK itu, memberi isyarat kepada Publik memang Ahok tidak bersalah.

Ahok tidak terbukti korupsi.

Itulah jawaban sementara KPK atas tantang Ahok untuk memilih dan menetapkan apakah Pemprov DKI bersalah atau BPK yang aufutnya "ngaco" .

Selanjutnya .. ..... amati dengan seksama isyarat atau perlambang KPK terkait polemik RS Sumber Waras.

 Untuk BPK

Sementara untuk BPK. Bahwa KPK tidak berwenang mengadili atau menyatakan BPK salah atau tidaknya. Kewenangan untuk menyatakan bahwa BPK salah atau tidak adalah menjadi kopetensi Pengadilan tata Usaha Negara.

 Ko Ahok... Ko Ahok !!!

Ah... ada ada ....aja  ..Ko Ahok ini, .... berani beraninya nantang KPK !!

 

 

Sumber ;

Sumber;

 

 

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/759396-diperiksa-kpk-ahok-tuding-bpk-ngaco

http://www.salam-online.com/2016/04/periksa-ahok-12-jam-kpk-belum-temukan-niat-jahat.html

http://news.detik.com/berita/3186906/ahok-kpk-tentu-profesional-tinggal-pemda-dki-atau-bpk-yang-salah

http://www.kaskus.co.id/thread/570e2b63de2cf2b61e8b456b/bpk-benar-ahok-benar-yang-salah-leh-uga-dan-ntaps-kayaknya-d/

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Andi Ansyori lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler