x

Sebuah kincir angin raksasa terlihat berputar di Taralga Wind Farm, kincir angin ini digunakan sebagai alat pembangkit listrik tenaga angin. Gerakan angin diubah menjadi tenaga listrik, pembangkit listrik ini sangat ramah lingkungan. Taralga, Austral

Iklan

Dino Pati Djalal

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Peluang Indonesia Menjadi Ekonomi Hijau Dunia

Tampaknya, investasi hijau (green investment) akan semakin mewarnai pola investasi dunia dan menjadi fenomena ekonomi global yang dahsyat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Desember tahun lalu, perjuangan panjang umat manusia untuk menyelamatkan bumi mencapai titik penting ketika 195 negara peserta Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP-21) melahirkan Perjanjian Paris. Butir perjanjian yang terpenting adalah komitmen untuk bekerja sama menjaga kenaikan suhu udara bumi agar tidak lebih dari 1,5 derajat Celsius. Perjanjian Paris juga memuat terobosan di bidang mitigasi, adaptasi, dukungan pendanaan, dan berbagai teknologi serta insentif yang terus membuka peluang transformasi ekonomi.

Dengan fondasi ini, paling tidak di atas kertas, umat manusia mempunyai harapan lebih baik dalam menanggulangi dampak perubahan iklim yang semakin ekstrem, seperti kekeringan, banjir, kenaikan air laut, kebakaran hutan, dan gagal panen. Sebab, target mulia COP-21 untuk mengurangi emisi hanya akan tercapai jika terjadi kolaborasi global.

Kolaborasi global juga hanya akan berhasil jika ada pendanaan yang memadai. Salah satu komitmen penting yang muncul di COP Paris adalah target pendanaan dari berbagai sumber sebesar US$ 100 miliar pada 2020. Namun dana ini tidak akan dialokasikan dengan cuma-cuma. Setiap negara peserta harus merancang dan mewujudkan rencana aksi pengurangan emisi yang kredibel untuk meraih dukungan pendanaan iklim.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tampaknya, investasi hijau (green investment) akan semakin mewarnai pola investasi dunia dan menjadi fenomena ekonomi global yang dahsyat. Pada Januari lalu, World Economic Forum (WEF) di Davos menegaskan bahwa pada abad ke-21 investasi business-as-usual tidak akan mampu lagi menghasilkan pertumbuhan dan kemakmuran yang stabil. Dunia mau-tidak mau perlu membuka diri pada investasi hijau. Negara-negara Asia diyakini bakal menjadi pusat aliran pendanaan ini.

Indonesia harus bisa menangkap peluang besar ini. Sejumlah kerja sama teknis internasional perlu ditingkatkan guna membantu strategi memahami dan menarik investasi hijau. Global Green Growth Institute (GGGI), misalnya, telah melakukan sejumlah proyek rintisan yang akan layak secara finansial jika didukung investasi hijau dari dalam dan luar negeri.

Dalam upaya menarik lebih banyak lagi investasi hijau masuk ke Indonesia, pemerintah perlu siap dengan rencana pembangunan yang berkelanjutan secara komprehensif. Dengan cara ini, hasil investasi akan dirasakan oleh dunia industri, konsumen, bahkan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil. Dengan ekonomi lokal yang kuat, ramah lingkungan, dan bermanfaat, masyarakat tidak akan mudah tergoda oleh kegiatan-kegiatan ekonomi yang mengabaikan aspek sosial dan lingkungan hidup.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Presiden Jokowi berambisi untuk meraih investasi hijau hingga US$ 100 miliar atau sekitar Rp 1,3 triliun dalam lima tahun ke depan di setiap sektor bisnis. Indonesia mempunyai potensi besar menjadi salah satu negara pelopor green growth terkemuka di Asia. Setidaknya, ada tujuh sektor bisnis potensial? yang masuk kategori investasi hijau, yaitu pertanian, kehutanan, perikanan, energi panas bumi, manufaktur, energi terbarukan, dan pariwisata.

Pemerintah telah memulai langkah yang tepat, seperti kebijakan pemberian fasilitas fiskal tax holiday selama 5-10 tahun untuk lima industri pionir, yang mencakup industri biofuel dan energi terbarukan. Pemerintah juga telah menyiapkan dasar hukum insentif pajak, di mana begitu banyak investasi yang akan menerima fasilitas ini, seperti investasi pembangkit listrik, energi terbarukan, panas bumi, gas alam cair, ekowisata, dan transportasi massal.

Indonesia kini berada di ambang transformasi ekonomi dunia yang bergerak ke arah green growth. Paradigma ini berangsur pesat menjadi "kiblat" referensi dan portofolio bisnis bagi komunitas investor, bukan saja karena telah menjadi standar di negara-negara maju yang mengadopsinya, namun juga perbandingan risiko sosial dan lingkungannya yang semakin nyata sehingga diyakini sebagai model pembangunan masa depan yang jauh lebih baik dan tidak merusak bumi dan penghuninya. Keberhasilan menarik investor ekonomi hijau akan menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia berada di jalur yang benar untuk menjadi satu dari 10 ekonomi terbesar dunia pada 2025, dan 6 besar pada 2050.

Tahun 2016 adalah momentum yang tepat bagi Indonesia untuk beralih ke pertumbuhan ekonomi hijau. Dari 17 Sustainable Development Goals (SDG) sampai Paris Agreement dan World Economic Forum, semua pihak menekankan pentingnya peran dunia usaha untuk membantu negara mensejahterakan masyarakatnya sekaligus melestarikan semua modal alam di dalamnya. Pemenang dalam kompetisi perekonomian global adalah mereka yang berinvestasi secara sungguh-sungguh pada model usaha berkelanjutan. Indonesia harus menjadi pemain unggul dalam kompetisi global ini. Jangan sampai kita hanya menjadi penonton yang melihat negara lain tumbuh hijau dan maju tanpa bisa berbuat apa-apa.

*) Tulisan ini terbit di Koran Tempo edisi Rabu, 20 April 2016.

Ikuti tulisan menarik Dino Pati Djalal lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler