x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Melenting Kembali Setelah Jatuh

Jangan biarkan dirimu terlalu lama terjebak dalam perasaan gagal, bergegaslah untuk bangkit kembali.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Jika engkau menjatuhkanku, aku akan bangkit lebih kuat ketimbang yang dapat kamu bayangkan.”

--Obi-Wan Kenobi, Star Wars

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagi Messi, Neymar, Suarez, maupun pemain-pemain Barcelona lainnya, kalah tiga kali berturut-turut dari tiga kesebelasan yang berbeda boleh jadi amat menyakitkan. Mereka bangkit ketika melawan Deporvito dan menang telak 8-0. Tapi apakah ini akan berlanjut hingga akhir kompetisi? Tergantung, apakah mereka benar-benar sudah bangkit sepenuhnya dari keterpurukan atau belum.

Kalah, gagal, disingkirkan, dan ditolak adalah kenyataan hidup yang sukar kita hindari seratus proses—selalu ada saat-saat ketika kita harus menelannya betapapun pahit. Steve Jobs, yang disebut inovator hebat, pernah ditendang keluar dari perusahaan yang ia dirikan, Apple. Apa yang membuat Jobs berbeda bukan hanya karena ia berpikir berbeda, tapi juga karena kemampuannya untuk bangkit kembali setelah ditendang.

Banyak orang yang mengalami kegagalan seperti itu, dan kita dapat belajar dari keberanian dan kemampuan mereka untuk melenting kembali setelah terbanting di tanah. Meminjam kata-kata mendiang negarawan Inggris Winston Churchill: “Yang lebih penting ialah keberanian untuk melanjutkan hidup.” Seperti petinju, kehebatannya bukan diukur dari kemampuannya mengempaskan lawannya di atas kanvas, melainkan ketahanannya terhadap pukulan petinju lawan. Juga, apakah ia mampu bangkit dari kanvas dan melanjutkan pertandingan.

Membangun daya lenting bukanlah sejenis optimisme buta atau mengusir jauh-jauh emosi-emosi negatif, seperti kesal, amarah, maupun sedih. Emosi negatif ini sukar untuk dihilangkan, yang bisa kita lakukan adalah mengelolanya dan mendampinginya dengan bersikap optimis, memelihara harapan, menumbuhkan keceriaan, serta bersyukur. Inilah optimisme dari jenis yang realistis—bahwa siapapun bisa gagal, tapi ia bisa pula segera bangkit jika ia punya tekad kuat.

Sebuah studi oleh tim periset Universitas Nasional Taiwan menemukan bahwa sikap ‘optimistik realistik’, yang memadukan pandangan optimis dengan berpikir kritis yang cenderung pesimis, dapat mendorong datangnya kebahagiaan dan daya lenting. “Setiap kali menghadapi isu atau tantangan atau persoalan, mereka tidak akan berkata ‘aku tidak punya pilihan dan ini satu-satunya hal yang bisa kukerjakan’,” kata Sophia Chou, peneliti, kepada LiveScience. “Melainkan mereka akan menjadi kreatif, mereka akan membuat rencana A, rencana B, dan rencana C.”

Penolakan bisa dialami siapapun, seperti dialami Steve Jobs, tapi Jobs membalas penolakan dengan mendirikan perusahaan baru, NeXT. Ada pepatah: “Balas dendam terbaik terhadap penolakan adalah dengan menjalani hidup sebaik-baiknya.” Penolakan itu tidak ubahnya dementor dalam dongeng Harry Potter yang mengisap kesenangan dan kebahagiaan serta hanya menyisakan kesedihan dan kekecewaan. Kita dapat menolaknya, tentu saja bukan dengan sihir, tapi dengan berbuat sesuatu yang positif.

Ada fakta menarik bahwa orang-orang yang daya lentingnya bagus memiliki apa yang disebut oleh Fredrickson ‘rasio positivitas’. Maknanya, mereka memperhatikan dan mengapresiasi kesenangan kecil, kemajuan kecil, kebahagiaan kecil, yang membuat mereka tetap berjarak dengan perasan ‘apa saja yang saya lakukan salah’—ketika kita ditolak dan disingkirkan, mungkin saja kita akan merutuki nasib dengan terus menyalahkan diri sendiri. Fredrickson mengatakan, rasio tiga positif dan satu negatif memungkinkan seseorang membangun daya lenting yang kuat.

Mereka yang pernah gagal dan ditolak tapi mampu bangkit kembali akan punya bekal pengalaman yang hebat bila suatu ketika menghadapi kepahitan serupa. Bila mereka mau memetik pelajaran, mereka dapat segera bangkit kembali tanpa membiarkan diri berlama-lama terjebak dalam kubangan perasaan gagal, ditolak, tersingkir, dan sejenisnya. Mereka yang pernah mengalami situasi ini niscaya akan lebih bersyukur ketika memperoleh kebahagiaan dan keberhasilan kecil.

Mereka bahkan dapat mengambil mutiara sekalipun ditolak; berusaha melihat sisi baik dari sesuatu yang pahit. Sedikit kelakar barangkali dapat meringankan perasaan gagal. “Saya bersyukur ketika dipecat,” kata Sallie Krawcheck, mantan eksekutif Wall Street, seperti dikutip media AS. “Saya bilang, ‘Berapa banyak orang yang dipecat dan beritanya ditaruh di halaman depan The Wall Street Journal?” Bersyukur, kata Krawcheck, bukan hanya membantunya mengatasi perasaan ketika dipecat, tapi juga membantunya mengatasi stres sehari-hari yang mengikutinya. “Bagaimana saya melalui semua ini? Saya tidak henti-henti bersyukur,” ujar Krawcheck.

Ya, bersyukur adalah cara menikmati kebahagiaan kecil yang niscaya masih ada di tengah kegagalan yang hebat.  (sumber foto: psychologies.co.uk) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler