x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Merawat Modal Sosial yang Tercabik-cabik

Modal sosial perlu dirawat untuk menghadapi tantangan hidup yang semakin sukar.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Tawuran antar warga dari dua gang yang berdekatan masih saja terjadi, hingga jatuh korban luka-luka. Di Surabaya, sekelompok anak muda merazia mobil-mobil berplat N. Mengapa di tengah kerumitan hidup seperti sekarang, masyarakat kita masih senang bermusuhan ketimbang sebaliknya mempererat silaturahim dan menghimpun modal sosial?

Ketika tindak kekerasan yang terjadi di minggu-minggu terakhir ini dan menyita keprihatinan masyarakat (pembunuhan dosen oleh mahasiswanya, pembunuhan mahasiswi, perkosaan yang diikuti pembunuhan terhadap seorang anak menjelang remaja), mengapa kita malah sibuk berantem? Bukankah keakraban sosial yang lebih kita perlukan untuk mengatasi tantangan hidup: pengangguran, narkoba, kekerasan, korupsi, hingga bencana alam?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di tengah musim hujan yang belum usai, longsor dan banjir masih juga terjadi. Bencana alam apapun memang mendatangkan kesedihan: rumah yang terendam, harta yang hanyut, jalan penghubung yang tertutup tanah longsor, aktivitas sosial ekonomi yang tersendat atau malah terhenti, serta nyawa yang hilang.

Tapi selalu muncul orang-orang yang dengan tulus hati menyingsingkan lengan baju untuk memberikan bantuan. Sepertinya mereka berseru dalam hati: “Inilah saatnya untuk berbagi lebih dari biasanya, untuk peduli lebih dari biasanya.” Mereka menghindari sorot media, sebab khawatir ketulusan itu akan luntur oleh publikasi.

Ada saja warga yang membuka pintu rumahnya untuk menampung sebagian pengungsi—“Caring is sharing, peduli itu berbagi,” ujar mereka. Jumlah yang ditampung memang tak banyak, tapi itu lebih dari cukup untuk meyakinkan bahwa peduli sesama tetap merupakan bagian dari watak manusia umumnya. Biarpun penampungan sederhana, tapi itu sudah membuat siapapun merasa ada tempat untuk bersandar dan berteduh.

Ada pula yang dengan ringan kaki menyusuri jalan-jalan untuk menemukan hewan piaraan yang kebingungan dikepung banjir. Mereka mengambil, lalu merawatnya. Warga ini telah sanggup melangkah dari batas kepentingan pribadinya untuk memikirkan makhluk lain.

Sebagian warga lainnya memilih tindakan yang lazim di kala bencana terjadi, seperti menjadi relawan yang membantu evakuasi korban banjir, mengusung makanan, selimut, pakaian yang diperlukan pengungsi, atau memasak di dapur umum. Ada langkah-langkah kecil positif yang bisa dilakukan untuk meringankan derita orang lain yang tak dikenalnya. Dalam kesedihan, ikatan sosial seperti mendapatkan perekat kembali sehingga semakin erat.

Sayangnya, langkah-langkah kemanusiaan semacam itu tidak termanfaatkan dengan baik untuk kemaslahatan jangka panjang. Pemimpin masyarakat tidak menjadikan peristiwa bencana dan respons warga masyarakat yang positif seperti itu sebagai momentum untuk merekatkan solidaritas sosial dan meningkatkan modal sosial. Tidak ada langkah yang menginspirasi warga masyarakat bahwa banjir adalah persoalan kita bersama, jadi ‘Ayo kita atasi bersama!’ Padahal ini momen kebenaran untuk menghimpun kembali solidaritas sosial, gotong royong, saling membantu, saling percaya—yang dalam situasi ‘normal’ seringkali malah tidak terlihat.

Bagi kota-kota besar yang kulturnya campur aduk, solidaritas sosial tidak terasa dalam kehidupan sehari-hari. Masing-masing orang sibuk dengan urusan masing-masing. Kapital sosialnya rendah. Momentum positif yang tercipta di saat-saat tertentu, katakanlah justru ketika bencana terjadi, seringkali tidak dipelihara tapi dibiarkan berlalu. Gotong royong hanya berlangsung sesaat, solidaritas sosial kemudian perlahan redup kembali.

Seandainya keakraban sosial yang terjadi pada momen-momen tertentu ini dirawat dan dipupuk, niscaya akan terkumpul modal sosial yang dapat dimanfaatkan kembali untuk memulihkan segi-segi kehidupan sosial warga yang tercabik-cabik oleh kesukaran hidup. (foto ilustrasi tawuran antarwarga: tempo.co) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB