x

Iklan

akhlis purnomo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Stop Iklan Rokok di Indonesia!

Indonesia konon salah satu negara paling permisif soal iklan tembakau. Haruskah kita berdiam diri? Yuk, mari sadarkan bangsa ini dari bahaya tembakau. STOP IKLAN ROKOK!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setahun belakangan kita sudah tak banyak menyaksikan iklan rokok. Ini berkat adanya regulasi periklanan yang lebih ketat soal iklan rokok. Dr. Nina Mutmainnah Armando, dosen tetap di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI, mengatakan ini hari ini. Apakah itu sudah cukup untuk melindungi generasi muda bangsa dari bahaya rokok? BELUM.

Sasaran iklan rokok ini umumnya anak-anak muda yang akan menjadi konsumen pengganti generasi pendahulunya yang sudah mati. Mereka inilah yang akan menjadi konsumen potensial di masa depan, kata sang akademisi hari ini di acara jumpa blogger "#Cukup Sudah Musikku Jadi Alat Promosi Rokok" di Gedung Tempo, Palmerah, Jakarta.

Industri rokok tidak menerima tuduhan itu begitu saja. Mereka berkelit dari tuduhan menyasar kaum muda. Namun, semua itu terbukti dengan adanya penggunaan tema yang khas anak muda dalam bentuk tagline iklan yang mengusung semangat berkumpul, keberanian, karakteristik 'keren', tantangan. Di samping itu, ternyata terkuak juga di pengadilan AS bahwa perokok remaja menurut industri rokok sangat penting. Keberlangsungan industri mereka akan bangkrut jika tak ada perokok muda.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Jangan sampai kita biarkan Indonesia menjadi sarang industri rokok!," Nina menghimbau keras. Caranya memang tidak mudah. Kita harus menekan produksi rokok yang makin meningkat, dan sekarang hanya ada pembatasan, belum pelarangan iklan rokok. Ini membahayakan kesehatan generasi muda bangsa dalam jangka panjang.

Diprediksi oleh Permenperin dalam Peta Jalan Produksi Industri Hasil Tembakau 2015-2020 pada tahun 2020 nanti akan ada 524,2 miliar batang rokok terjual.

Sejauh ini alasan mengapa industri rokok harus dilindungi ialah untuk menyejahterakan petani tembakau. Akan ada pengangguran besar-besaran jika industri rokok digulung! Padahal belum tentu demikian. Aturan ini sedang dimasukkan dalam judicial review di Mahkamah Agung. 

Sebuah cerita unik dari Nina juga dibeberkan. Menurutnya, salah satu mahasiswa Nina di jurusan Komunikasi UI adalah salah satu creative director yang karier di industri periklanannya melesat. "Ia menghindari bertemu saya," ceplos Nina. Ia paham alasannya.

Lanjutnya, iklan-iklan rokok begitu menarik dan pesannya terkemas apik di mata orang muda karena sukses menonjolkan unsur kebaruan (novelty) yang sangat seksi dan masuk dalam pikiran secara perlahan tapi pasti. Ia mencontohkan sebuah baliho iklan rokok yang bisa berubah jika dilihat di waktu siang dan malam. Inilah penerapan kebaruan yang ia maksud itu.

Nina pernah melaporkan iklan rokok yang dikemas dalam kartun yang identik. Namun, laporannya ditolak karena iklan itu menggunakan bentuk kartun, bukan karakter komik. Tentunya ini menambah gerah mereka yang cemas dengan risiko terperosoknya anak-anak pada kebiasaan merokok dini (apalagi di negeri ini, anak-anak yang merokok bukan perkara aneh).  

Menurut Nina, mereka menggunakan bahasa iklan yang halus dan menyebarkan di berbagai media dan kegiatan masyarakat. Bahkan sampai pendidikan, kegiatan agama, seminar. Nina bahkan bercerita ia pernah menjumpai SPG dengan berbaju syariah juga lho!

Dokumen-dokumen internal Philip Morris mengungkap dengan mensponsori kegiatan olahraga bisa memberikan citra positif bagi rokok. Padahal tentunya rokok dan olahraga itu bertolak belakang.

Film juga mengandung pesan yang terkandung halus sampai tak terdeteksi. Pesan-pesan halus (built-in messages) ini berpengaruh besar seperti dalam film ET (Extra Terrestrial). Pengaruh promosi film ini begitu besar dan luas karena terintegrasi secara mulus dalam adegan-adegan di dalamnya. Dalam event-event olahraga, tersedia spot beriklan yang rentang biaya penayangannya bisa sampai 120 juta.

Iklan rokok juga diperbolehkan di jam prime time 21.30 yang masih ada acara-acara dengan kategori R (remaja). Inilah bukti mengapa iklan rokok itu membidik remaja juga. Di film Negeri Van Oranje, adegan melinting rokok juga masuk ke dalamnya padahal film ini dikategorikan film remaja, bukan dewasa. Di film King yang mengisahkan cerita pebulutangkis juga memberikan pesan itu pada penonton segala usia, termasuk anak-anak penontonnya.

Kata Nina, di Indonesia terjadi banjir iklan dan promosi rokok. Layangan, permen, dan iklan toko-toko yang berlokasi di dekat sekolah makin merajalela.

Dalam lingkup Asean, Indonesia termasuk negara paling abai terhadap perlindungan warga dari bahaya tembakau. Dari observasi Nina, Indonesia belum memiliki aturan soal larangan iklan rokok di berbagai media (menurut WHO tahun 2013). Kita sama payahnya dengan Laos, kata Nina. Namun, Laos terus belajar dan melindungi masyarakatnya. "Kita tak kunjung belajar!" ratapnya.

Di saat yang sama, media bergembira karena iklan rokok menyumbang banyak sekali pemasukan. Iklan rokok diakui atau tidak memang sangat menggiurkan media cetak yang makin susah menangguk untung dari iklan di masa maraknya media baru. Data yang dikutp Nina menyatakan belanja iklan televisi terbesar kuartal pertama 2016 ialah rokok. Djarum menduduki peringkat satu dengan belanja iklan Rp611 miliar dengan jumlah ad spot 13.049 penayangan, dan belanja per spot Rp46 juta. 

Keanehan regulasi iklan rokok ialah waktu yang digunakan ialah waktu dari Jakarta sehingga saat iklan itu tayang di berbagai daerah di Indonesia sudah banyak anak-anak yang menonton di televisi. Acara yang tayang di waktu 21.30 sampai 6 di Jakarta misalnya tertayang di Bali hingga pukul 7 pagi.

Ada banyak keuntungan jika Indonesia larang iklan merokok. Salah satunya ialah bisa menahan laju pertambahan perokok muda. Nina beralasan pelarangan parsial tidak begitu efektif karena industri rokok sudah menggurita hingga ke sektor industri lain, misalnya ecommerce.

Ada banyak kontradiksi dalam UU kita. Menurut PP No 109 Tahun 2012, tembakau masuk dalam zat adiktif yang setara dengan narkoba. Anehnya, kita membolehkan promosi dan iklan tembakau yang sama dengan narkoba. Dan aturan pembatasan iklan rokok ini pun tak ditegakkan secara tegas dan sanksi juga lemah. Nina mengkritisi BPOM yang masih kurang 'bergigi' dalam penegakan aturan ini. 

Diperlukan upaya dan kepedulian berbagai pihak dari pemerintah pusat, daerah sampai keluarga mengenai pelarangan iklan rokok ini. 

KPI juga dituding Nina terlalu lunak menanggapi permintaan industri rokok yang meminta agar iklan rokok agar tertayang di sekitar jam buka puasa yang notabene belum pukul 21.30, jam mulai iklan rokok boleh mengudara.

Dalam kegiatan musik, tidak boleh dilibatkan anak di bawah 18 tahun dan tidak diberikan rokok pada mereka. Namun, kenyataannya tak demikian.

Nina juga menyorot videotron-videotron iklan rokok yang kurang menonjolkan peringatan merokok. Iklannya terang benderang tapi larangannya redup dan warnanya dibuat hitam.

Berbagai desakan pelarangan iklan rokok ini sudah sampai ke kabinet. Menurut Isti dari Tempo, pernah ada undangan dikirim ke kabinet untuk rapat tentang desakan pelarangan iklan rokok ke kabinet kita. Anehnya undangan permintaan rapat pertemuan ini di sekretaris kabinet diklaim hilang, kata Isti. Dan hambatan itu tak terjadi sekali ini saja. Saat masa Menkes Sujudi, ia mengaku tahu menteri sudah di bandara saat akan menghadiri ratifikasi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control), namun ditelepon SBY untuk urung pergi.

Rokok terus menelusup ke berbagai aturan negeri ini. Misalnya, rokok pernah diupayakan sebagai warisan budaya namun Mendikbud Anis Baswedan menolak. Dna upaya ini berlangsung terus menerus. Asal syarat administratif terpenuhi, aturan pro tembakau bisa lolos. "Sikap permisif kita bisa berpeluang menggolkan aturan pro tembakau," ujar Nina.

Nina mengapresiasi aturan Kementrian Pendidikan bahwa iklan rokok dan rokok tak boleh ada di lingkungan sekolah dan sekitarnya. Sayangnya, ada pihak-pihak yang kurang mendukung, bahkan sesama kementerian juga.

Mengingat residu rokok yang bisa mengendap di mana-mana, Nina menyarankan di rumah ada area bebas rokok.  

Hasna Pradityas dari Tim Pemantauan Smoke Free Agents memperingatkan kita mesti waspada kaum muda dijadikan kendaraan/ tunggangan industri rokok. Dari pemantauan Hasna dkk, 87,7 persen remaja sudah terpapar iklan rokok luar ruang sdan 76,2 prsen remaja terpapar iklan rokok di majalah dan koran. Dan 81 persen remaja pernah ikut event yang didukung industri rokok!

Acara musik menjadi sarana strategi merekrut perokok pengganti, kata Hasna. Dan di sini tak pernah digunakan gambar rokok yang jelas dan nyata tetapi disisipkan dalam berbagai promosi di media sosial. Para selebritas ikut meramaikan promosi ini sadar atau tidak.

Sebagai peminat acara-acara musik, Hasna mengamati banyak acara musik yang dipakai sebagai sarana merekrut perokok baru. Ia sengaja mengamati penyebaran iklan dan promosi rokok ini sebelum, sepanjang dan sesudah event musik. Temuannya ialah banyaknya anak muda dan selebriti muda yang menyebarkan iklan dan promosi rokok. Penggunaan tagar-tagar tertentu juga membantu menyebarkan iklan rokok ini lebih luas lagi di media sosial dan dunia maya untuk memancing keingintahuan pengguna internet. Satu tagar saja menurut Hasna bisa menjangkau 18.000 orang di Instagram. 

Anda bisa ikut mengendalikan iklan dan promosi rokok dengan memberitahukan pada Tim Smoke Free Agents via media sosial agar bisa dilaporkan ke Satpol Pamong Praja. Iklan itu bisa dicopot dari pinggir jalan karena melanggar Peraturan Gubernur No 244 Tahun 2015 pasal 45.

Hasna mengutarakan kegundahannya karena banyak acara musik bersponsor rokok yang mengatakan acara mereka hanya menyasar audiens 18 tahun ke atas tapi di lapangan saat penonton masuk, mereka tak ditanya KTP dan usia.

"Apakah kita mau menjadi kendaraan bagi industri rokok terus menerus? Apakah kita akan membiarkan musik yang kita sukai menjadi kedok industri rokok untuk terus merajalela?" tanya Hasna. 

Untuk bergabung dalam kampanye pemberantasan iklan dan promosi, kita bisa kunjungi sudahcukup.com. Anda bisa laporkan iklan dan promosi rokok yang tidak sepatutnya (misalnya di waktu-waktu yang tak semestinya, atau di ruang publik).

Liza Djaprie selaku praktisi dan akademisi mengatakan bahwa anak muda perlu diselamatkan dari efek cuci otak dari iklan dan promosi rokok. Cara kerja otak kita mirip spons dan ia bisa menyimpan banyak informasi yang nantinya bisa dimunculkan. Tidak ada istilah lupa karena semua tersimpan, ujar Liza.

Liza menyoroti "subliminal advertising", sebuah teknologi yang membuat individu terpapar pada gambaran sebuah produk. Dan individu ini tak sadar dirinya sedang terpapar pesan itu. Otak mereka yang merekam otomatis di alam bawah sadar setelah melewati alam sadar. Film-film dan iklan di berbagai media yang tertayang terus menerus bisa mengubah perilaku individu. Karena prinsip beriklan efektif ialah makin sering makin bagus.

Dalam iklan rokok, biasanya ada unsur emosi yang kuat dan kental, membentuk hubungan yang kuat meski tak masuk akal antara emosi itu dengan produk itu, jangka waktunya panjang seiring dengan perjalanan waktu. 

Semua bentuk huruf, penempatan, lokasi pemasangan, bahkan detail kecil lain memiliki kontribusi dalam periklanan.

Targetnya adalah anak-anak dan remaja yang membuat keputusan karena pengaruh lingkungan. Makin dini informasi rokok diserap, makin tinggi peluang saat dewasa mereka menjadi perokok. 

Yang menarik ialah saat Liza mengatakan bagaimana ia mengedukasi anaknya tentang rokok. Saat kita selalu mengatakan tidak boleh, anak-anak malah akan makin ingin tahu dan nekat. Ia mengizinkan anaknya mencoba rokok dan ia akan menjelaskan kandungan rokok itu. Justru anaknya enggan mencoba. Ia ingin mencegah rokok dengan cara yang tidak cuma asal melarang tetapi juga memberikan edukasi yang intensif. Ia malah mengusulkan anak-anak perlu tahu bagaimana seseorang yang sedang mengalami 'sakaw rokok' di ruang kelas untuk memberikan bukti betapa tidak enaknya dampak buruk merokok.

Mulki Makmun dari Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mengkritisi bahwa Indonesia seharusnya melakukan pelarangan iklan rokok. "Jika kita lihat di daftar negara penolak ratifikasi FCTC, mereka banyak negara terbelakang secara ekonomi. Apakah Indonesia juga mau dikatakan sama seperti mereka?" ucap pemuda itu.  

Menurutnya, negara harus melindungi hak kesehatan warga negara yang terancam oleh bahaya rokok. Negara juga harus melindungi hak warga negara terhadap udara bersih. Negara perlu menetapkan famework khusus untuk menjerat korporasi yang melanggar hak-hak warna negara tadi. DPR dan pemerintah perlu didesak untuk segera mengesahkan aturan karena pengaruh ekonomi dan politis industri tembakau dan rokok yang sangat kuat, terutama di Indonesia.

Di sisi lain, para perokok juga perlu dihargai haknya dengan menyediakan ruang khusus untuk merokok agar tidak mengganggu mereka yang tak merokok. 

Masalah-masalah besar yang dihadapi saat ini menurut Mulki ialah promosi terselubung melalui musik, beasiswa pendidikan dan kampanye via media sosial.

Mulki sendiri mengakui ada pihak yang pro industri rokok yang mengangkat isu risiko pengangguran sebagai tameng untuk melindungi diri dari pembatasan dan pelarangan iklan rokok. Dan ini bukan argumen yang absah. 

Pelarangan ini memang sangat kompleks. Dari penggodokan aturan di PBB sendiri, terjadi diskusi yang sangat alot karena pengaruh korporasi amat kuat di segala lini. "Namun, hendaknya kita tidak pernah berputus asa untuk memperjuangkan isu ini," tandas Mulki.

==========

* Tulisan ini dibuat dalam rangka keikutsertaan penulis sebagai peserta workshop dan temu blogger "#Cukup Sudah Musikku Jadi Alat Promosi Rokok" di Tempo tanggal 12 Mei 2016 

Ikuti tulisan menarik akhlis purnomo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler