Hingga mencapai wujudnya yang sekarang, ilmu pengetahuan menempuh perjalanan panjang dan mengakumulasikan hasil kerja ribuan ilmuwan—sebagian kecil di antaranya terus diingat, sebagian besar lainnya terlupakan. Sains tumbuh bersama perkembangan kebudayaan manusia. Sains berkembang berkat kerja keras para raksasa yang terus mengajukan pertanyaan dan sekaligus mencari jawabannya, sejak zaman purba hingga sekarang.
Melalui karyanya, Quantum Leaps: 100 Scientist Who Changed the World, Jon Balchin berusaha menunjukkan bahwa masyarakat masa kini berutang budi kepada mereka yang memilih jalan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan—jalan yang sunyi, terjal, dan melelahkan.
Balchin memulai dengan gagasan pokok Anaximander, filsuf Yunani yang hidup sekitar 611-547 Sebelum Masehi, dan menutup buku ini dengan sumbangan penting Tim Berners-Lee, orang yang menemukan world wide web. Jelas, ini sebuah rentang waktu yang sangat panjang dibandingkan usia hidup seorang manusia.
Balchin mengulas satu demi satu ilmuwan beserta kontribusinya. Tapi, karena Balchin memasukkan 100 nama, maka teks yang kita baca terlampau pendek untuk mengungkapkan besarnya kontribusi mereka. Untuk setiap nama, Balchin menguraikan secara ringkas gagasan-gagasan pokok masing-masing ilmuwan, apa pencapaian mereka, apa warisan mereka bagi manusia, dan sedikit tonggak hidup mereka yang terpenting. Begitu ringkas, sehingga karya ini lebih tepat sebagai pengantar awal untuk memelajari sejarah pengetahuan—itupun tanpa periode-periode tertentu yang tidak disertakan oleh Balchin, padahal kontribusi ilmuwan pada periode ini demikian penting bagi perkembangan pengetahuan manusia.
Karena ringkasnya, maka saya hanya memperoleh pemahaman serba sekilas mengenai kontribusi Galileo Galilei, James Watt, ataupun Edwin Hubble. Balchin agaknya memang tidak bermaksud menguraikan dalam teks yang panjang. Pembaca yang ingin memahami sumbangan Galileo lebih jauh, ia harus mencari rujukan lain. Misalnya, karya Dava Sobel yang sangat menawan, Galileo’s Daughter, yang mengisahkan bukan hanya pencarian keilmuan Galileo tapi juga kehidupan pribadinya di tengah intrik kekuasaan.
Meskipun kurang memuaskan dahaga bagi yang mencari kedalaman, upaya Balchin untuk mendudukkan posisi 100 ilmuwan ini patut dihargai. Sayangnya, ia melewatkan periode-periode penting dalam sejarah manusia di saat kontribusi ilmu pengetahuan begitu besar. Setelah menulis sumbangan ilmuwan pada masa purbakala, Balchin meringkus periode seribu tahun selanjutnya dengan memilih hanya empat ilmuwan. Angka ini teramat sedikit untuk periode yang demikian panjang dan terlalu sedikit bila dibandingkan jumlah ilmuwan yang ia pilih untuk mewakili kemajuan ilmu pengetahuan abad kesembilan belas dan abad kedua puluh.
Sepanjang milenium pertama itu, hanya empat orang yang ditampilkan. Setelah Zhang Heng, ilmuwan China yang lahir pada tahun 78 Masehi, lalu Ptolemy (90-168 Masehi), Galen dari Pergamum (130-201 Masehi), dan Al-Khwarizmi (800-850 Masehi). Balchin mengabaikan temuan-temuan penting Al-Razi dalam ilmu kimia, sumbangan mendasar al-Haytham (965-1040), yang di dunia Barat disebut sebagai Alhazen, dalam ilmu optika dan matematika, ataupun kontribusi Ibn Sina (Avicenna) dalam ilmu kedokteran yang mewarnai perkembangan ilmu kedokteran di dunia Barat selama beberapa abad.
Balchin juga tidak memberi tempat pada nama-nama lain, seperti al-Biruni, yang pemikirannya mengenai metoda ilmu pengetahuan mendahului Francis Bacon dan Rene Descartes—dua filosof yang meletakkan dasar-dasar ilmu pengetahuan Barat modern. Membaca Quantum Leaps, saya merasa kehilangan tautan antara milenium pertama ke abad kelima belas karena adaperiode sejarah yang tidak disertakan. Dalam pengantarnya, Balchin tidak menjelaskan mengapa hal ini ia lakukan.
Dari Al-Khwarizmi di abad ke-9, Balchin langsung menuju masa ketika Eropa Barat tengah berusaha bangkit dari tidurnya dengan menampilkan Johannes Gutenberg, Leonardo da Vinci, dan Nicolas Copernicus. Balchin melompati periode penting ketika Barat tengah dalam kegelapan dan dunia Timur, terutama Islam (umpamanya Nasir al-Din al-Tusi), India (misalnya Madhava), dan China (antara lain Châ’in Chiu-shao), justru tengah benderang. Balchin tidak menjelaskan mengapa ada begitu panjang periode yang ia lompati--apakah ini yang ia maksudkan dengan 'lompatan kuantum' pada judul bukunya? ***
Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.