x

Iklan

L Murbandono Hs

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tap MPRS XXV/1966 Inkonstitusional dan Melanggar Pancasila

“Mengapa Gus Dur Ingin Cabut Tap MPR Soal PKI?” dan tentang gagal nalar hingga mengira Diktator menjadi Bapak Pembangunan dan Pahlawan itu normal.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

(Iliustrasi: ceritanetblog.wordpress)

 

Artikel  di Indonesiana Tempo berjudul “Mengapa Gus Dur Ingin Cabut Tap MPR Soal PKI?” adalah artikel yang mungkin berguna bagi kita.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Mengapa hanya mungkin? Sebab banyak dari kita gagal nalar hingga mengira Diktator menjadi Bapak Pembangunan dan Pahlawan itu normal masuk akal.

 

Bisa dipahami. Sang diktator adalah diktator abad XX  nomer tiga paling kejam di bumi  setelah Hitler dan Pol Pot. Ia juga koruptor nomer satu di antara semua koruptor kakap dunia. Bersama klik-kliknya, diktator bintang lima ini sukses membuat Indonesia menjadi negara penuh koruptor, banyak pelanggar HAM dan  berlimpah pelaku aneka model kebiadaban  sejak 1 Oktober sampai 21 Mei 1998.

 

Berbagai model kebiadaban itu dilanjutkan oleh konspirasi antek-antek diktator di zaman “reformasi” sampai hari ini dengan kiprah-kiprah culas. Misalnya mencipta ketua baru Partai Golkar. Ia hartawan kayaraya. Asal-usul kekayaannya belum pernah diusut dengan pembuktian terbalik. Maklumlah. Wacana pembuktian-terbalik dijegal oleh semua legislator bernalar iblis di Jakarta dan di mana saja.

 

Agar aksi-aksi kebiadaban itu tampak oke, salah satu alasan yang dianggap absah bermartabat adalah Tap MPRS XXV/1966. Absah bermatabat? Omong kosong! Tap ini adalah produk gagal nalar  yang melanggar UUD 1945 dan Pancasila.

 

Berikut, kisah Tap gagal nalar itu menurut nalar yang sehat walafiat.

 

Tap MPRS  XXV/1966 adalah produk Soeharto dkk  yang melakukan kudeta merangkak untuk mendongkel Soekarno dengan isme Orde Baru. Dengan isme ini –  saya namakan Orbaisme Diktator -  Soeharto memanipulasi isu G30S untuk memecah poros Nasakom (Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme). Nasakom adalah gagasan brilyan Bung Karno untuk mempersatukan para elite bangsa yang cakar-cakaran terus karena gagal paham dan gagal nalar.

 

Dengan Tap MPRS  XXV/1966,  sejak saat itu PKI dibubarkan dan Marxisme-Leninisme dinyatakan sebagai ideologi terlarang. Gagal nalar makin kalap saat  Tap tersebut  dinyatakan tetap berlaku berdasar Tap MPR No I/2003. Sejarah kalapnya gagal nalar itu ribuan  jilid. Salah satu jilidnya  adalah  9 info berikut:

 

Satu,  G30S 1965 memakan korban jiwa  6 jendral AD, 1 perwira pertama AD, dan putri jendral Nasution.  Ini memicu para jenderal AD antek-antek AS mendesak Soekarno memberi wewenang khusus pada Soeharto. Supersemar - Surat Perintah Sebelas Maret – lahir. Melahirkan Tap MPR XXV/1966. Terjadi manipulasi  lewat Dekrit Presiden  No.1/3/1966. Dengan dalih “atas perintah presiden”  Soeharto membubarkan PKI dan organisasi komunis lainnya.

 

Dua, Soeharto lalu ngibul besar. Membesar-besarkan G30S sebagai kudeta akibat kesalahan kabinet Soekarno sendiri. Soeharto menuduh PKI  dalang G30S, menangkapi lebih 1,5  juta orang yang dituduh terlibat  G30S. Banyak orang Indonesia dibantai massa anti-PKI dengan dalang-dalang strategis dari AD. Jumlahnya bervariasi tergantung versinya. Dari 78.000 sampai lebih 3 juta orang.

 

Tiga, Tap MPR XXV/1966 adalah Tap gagal bahasa yang membuat kita rancu membedakan fakta dari dongeng, mana benar dan mana salah. Singkat kata, Tap ini amat bermasalah karena  berlawanan dengan kenyataan obyektif. Maka  ia  tidak adil, tidak obyektif, dan sewenang-wenang.

 

Empat, TAP MPRS No. XXV/1966 melanggar UUD 1945.  Yang berhak membuat UU dan keputusan  atas nama rakyat (UUD 1945 pasal 3)  adalah MPR, bukan MPRS.

 

Lima, pembubaran PKI dengan dasar Supersemar itu kontradiktif.  Perintah Soekarno kepada Soeharto adalah  “mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi.”  Tetapi,  diikuti dengan  “dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi”.  Pemimpin Besar Revolusi itu siapa? Bung Karno! Dan ajaran Bung Karno tidak pernah memerintahkan pembubaran PKI. Bung Karno justru menginginkan persatuan antara tiga pandangan hidup yang dominan di Indonesia saat itu, yaitu Nasakom.

 

Enam, TAP MPRS No. XXV/1966 itu  inkonstitusional, karena bertentangan dengan UUD 1945 dan Surat Perintah Sebelas Maret yang menjadi dasarnya.  Fakta obyektif yang bisa dilihat dalam Tap ini adalah manipulasi konstitusi dan merusak   nilai-nilai  Pancasila, seperti nilai kemanusiaan dan keadilan.

 

Tujuh, Tap MPR No I/2003 yang memutuskan TAP MPRS No. XXV/1966 tetap berlaku adalah tidak sah sebab kontradiktif. Pelarangan  Komunisme Marxisme-Leninisme sebagai ideologi berkontradiksi dengan salah satu rumusannya sendiri:    “ ... ke depan diberlakukan dengan berkeadilan dan menghormati hukum, prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. ”  Apalagi, HAM universal menegaskan bahwa pelarangan terhadap ideologi adalah salah satu wujud tindakan antidemokrasi, dan melanggar hak asasi manusia.

 

Delapan, Pancasila adalah sumber semua produk hukum. Apabila sebuah produk hukum tidak selaras dengan Pancasila yang  berhirarki lebih tinggi katimbang Tap, maka Tap tersebut tidak konstitusional, tidak  absah, dan batal demi hukum.

 

Sembilan, alhasil, Tap  MPRS  XXV/1966 melanggar UUD 1945, Supersemar dan Pancasila.  Maka tidak absah dan harus dicabut.  Begitu pula Tap MPR No I/2003.

 

Gunung Merbabu, Mei 2016

Ikuti tulisan menarik L Murbandono Hs lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler