x

Kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Sudirman, Jakarta, 16 Mei 2016. Pemprov DKI Jakarta resmi menghapus sistem 3 in 1 secara permanen. TEMPO/M Iqbal Ichsan

Iklan

Oky Handoko

Seorang yang hobi menulis
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Memimpikan Jakarta yang Bebas Macet

Lalu, bagaimana Jakarta bisa bebas dari macet? Mungkinkah? Ya, Mungkin saja kalau ada pemimpin yang cukup nekat melakukan hal imajinatif ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebagai ibu kota negara, kiprah Jakarta dalam perekonomian sangat signifikan. Jakarta mampu mengundang banyak orang untuk pindah dan menetap di Jakarta. Alhasil, wilayah Jakarta lama-kelamaan menjadi wilayah yang padat.

Selain itu, banyaknya masyarakat luar daerah yang pindah dan menetap di Jakarta menimbulkan masalah kemacetan yang tidak terselesaikan. Penghitungan statistika yang dilakukan oleh Castrol Magnatec menetapkan Jakarta sebagai kota termacet di dunia.

Banyak pihak yang tidak heran dengan hasil ini dan berharap bahwa pemerintah memperhatikan persoalan yang satu ini. Tak hanya sosial masyarakat, hal ini bisa saja berimbas pada investasi dan ekonomi Jakarta sebagai ibu kota Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Banyak manuver yang sudah diberikan oleh para pemimpin Jakarta terdahulu, namun urung memberikan hasil yang positif, bahkan hasilnya cenderung meningkat. Jika dilihat, jalanan Jakarta menjadi padat ketika rush hour berangkat kerja maupun pulang kerja.

Lalu, bagaimana Jakarta bisa bebas dari macet? Mungkinkah? Ya, Mungkin saja kalau ada pemimpin yang cukup nekat melakukan hal imajinatif ini.

1. Masyarakat beralih menggunakan transportasi umum

Data yang didapatkan oleh dinas kependudukan menyebutkan bahwa ada kurang lebih 17 juta kendaraan yang saat ini aktif menggunakan jalanan di Jakarta. Angka fantastis ini menjadi alasan mengapa persoalan kemacetan tidak juga usai. Ada kemungkinan angka ini terus meningkat setiap tahunnya di masa depan.

Transportasi umum bisa menjadi penolong untuk Jakarta. Jika semua lapisan masyarakat memutuskan untuk pindah ke transportasi umum, tentu angka 17 juta tersebut tidak selalu memenuhi jalanan di Jakarta

2. Ratusan Jalan Jakarta Dibangun

Tak ada yang menampik bahwa permasalahan kemacetan di Jakarta merupakan dampak dari timpangnya jumlah jalan di Jakarta dan jumlah kendaraan. Jumlah kendaraan secara masif bertambah, sebaliknya jumlah jalan lambat sekali perkembangannya.

Hasilnya, ketika jam berangkat dan jam pulang tiba, jalanan jakarta penuh dengan kendaraan yang hendak berangkat atau pulang. Melihat keadaan begini, masyarakat hanya bisa menyesuaikan karena mengeluhpun tak ada guna.

Oleh karena itu, perlu perencanaan yang matang untuk membuat ratusan jalan baru yang mampu menampung semua kendaraan bermotor yang ada. Jalanan ini juga bentuk transformasi Jakarta dalam mengatasi kemacetan.

Sayangnya, butuh anggaran yang tidak sedikit untuk merealisasikan semua hal ini. Butuh APBD dan bantuan APBN untuk mewujudkan hal ini. Tak hanya itu, peluang hadirnya jalan baru juga terkendala lahan. Jakarta tak lagi menyisakan lahan kosong untuk pembangunan. 

3. Mengembalikan semua pendatang ke daerah asalnya

Urbanisasi yang masif menjadi faktor lain hadirnya kemacetan di Indonesia. Bagaimana tidak, jika setiap tahun ada 100ribu pendatang yang masing-masing memiliki 1 kendaraan, berarti setiap tahun ada 100ribu kendaraan baru yang memenuhi jalanan Jakarta.

Pengembalian penduduk pendatang ke daerah asalnya bisa menjadi opsi. Namun, rasanya tidak semudah itu. Ada banyak aspek yang harus dilakukan untuk melakukannya.

Hal ini menjadi lingkaran setan atau buah simalakama untuk Pemda DKI Jakarta: Jika dilakukan, akan menimbulkan masalah baru di ibu kota, namun jika tidak dilakukan, kemacetan akan terus terjadi.

Ikuti tulisan menarik Oky Handoko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler