x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Korupsi Merusak Ekosistem Bisnis

Prinsip anti-korupsi penting bagi keberlangsungan ekosistem bisnis; perusahan tak boleh hanya memikirkan kepentingannya sendiri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Dalam sejumlah survei global untuk mengetahui persepsi para pelaku bisnis mengenai isu keberlanjutan (sustainability), faktor-faktor baru dimasukkan. Isu-isu lingkungan, sosial, maupun tata kelola perusahaan kian dianggap penting. Isu-isu ini dianggap kritis bagi keberhasilan masa depan bisnis. Pencemaran maupun perusakan lingkungan akibat praktik bisnis, seperti penambangan, penebangan hutan, pembuangan limbah ke tanah dan sungai sekitar, dan sejenisnya telah merugikan masyarakat dan menimbulkan gugatan kepada perusahaan.

Meski begitu, pengertian keberlanjutan bisnis kini dimaknai lebih dari sekedar konteks lingkungan. Di dalamnya terdapat prinsip-prinsip yang menyangkut hak asasi manusia—seperti perlindungan keselamatan kerja dan cuti hamil bagi karyawan perempuan, lalu penghapusan diskriminasi, serta kesempatan kerja bagi difabel.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Prinsip anti-korupsi pun kemudian dianggap penting bagi keberlanjutan bisnis. Bisnis harus melawan korupsi dalam segala bentuknya, termasuk pemerasan, mark-up, maupun penyuapan. Mengapa prinsip anti-korupsi dipandang penting? Tak lain karena praktik korupsi, pemerasan, mark-up, maupun penyuapan menyebabkan meningkatnya biaya-biaya bisnis. Pelaku bisnis harus mengeluarkan uang dalam jumlah sangat besar agar izin keluar, menang dalam lelang, bahkan hingga mengatur regulasi.

Praktik korupsi maupun penyuapan merugikan ekosistem bisnis dengan berbagai cara. Pertama, membengkaknya biaya-biaya karena praktik korupsi akan mengurangi daya saing perusahaan. Perusahaan harus mengeluarkan lebih banyak uang agar proyeknya dapat berjalan tanpa hambatan. Lebih banyak uang diperlukan untuk memengaruhi kebijakan dan pengambilan keputusan.

Kedua, konsumen memperoleh produk dan jasa dengan harga lebih mahal karena pelaku bisnis niscaya memasukkan tambahan biaya tadi ke dalam perhitungan biaya produksi, meski tidak terang-terangan. Pada akhirnya, konsumenlah yang akan menanggung ‘biaya suap’ tersebut. Untuk setiap satuan produk dan jasa tertentu, ia harus mengeluarkan belanja ekstra karena produk dan jasa tersebut menjadi lebih mahal dibandingkan bila biaya suap tidak ada.

Ketiga, terjadi diskriminasi dalam peluang karena yang menyuap memperoleh kesempatan lebih luas. Pelaku bisnis yang berani mengeluarkan uang agar proyeknya berjalan, baik terkait keluarnya izin maupun regulasi, biasanya memperoleh peluang yang lebih baik dibandingkan pelaku bisnis yang jujur dan tidak tergoda untuk menyuap.

Keempat, sebagai akibat praktik korupsi dan suap yang menjalar ke dunia bisnis, maka dalam jangka panjang ekosistem bisnis tersebut tidak akan mampu bertahan. Ekosistem bisnis tertentu akan rusak karena kompetisi di dalamnya tidak berlangsung secara adil, jujur, dan sehat. Pelaku-pelaku  bisnis yang lebih kecil akan kesulitan berkompetisi mengingat keterbatasan kapital dibandingkan pelaku bisnis besar.

Dalam konteks tanggung jawab kepada masyarakat, perusahaan dan pelaku bisnis mestinya bukan hanya memikirkan keberlanjutan bisnisnya sendiri, melainkan juga ekosistem bisnisnya. Dalam menjalankan praktik bisnisnya, perusahaan mesti memikirkan nasib pemasok, vendor, kontraktor, pemasar, penjual, dan juga konsumen yang masing-masing memiliki peran berbeda-beda terhadap keberlangsungan ekosistem bisnis. Sebab, jika ekosistem bisnis rusak, keberlangsungan perusahaan mereka pun ikut terancam. (sumber ilustrasi: arjenvanberkum.nl) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler