x

Seorang peserta menari dalam parade gay untuk mendukung hak-hak kaum gay, lesbian, biseksual dan transgender di Mumbai, India, 6 Februari 2016. Dalam aksinya, ratusan peserta menuntut pemerintah India untuk menghapus diskriminasi terhadap kaum LGBT.

Iklan

Agus Purworaharjo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kontroversi LGBT

Bagi kelompok masyarakat yang memandang LGBT sebagai bagian dari HAM, perjuangan terus dilakukan pantang surut

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Salah satu fenomena yang sedang mengemuka saat ini adalah ihwal LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender). Berbagai pro kontra berkembang sedemikian heboh dalam interaksi masyarakat kita. Dari sudut pandang moral, perilaku ini dianggap sebagai perbuatan haram, penyimpangan hidup yang keji,  penyakit jiwa dan merupakan suatu bentuk kejahatan. Sementara dari kacamata HAM, perilaku ini dianggap sebagai bagian dari hak asasi manusia. Sehingga lahirlah beberapa komunitas LGBT, salah satunya adalah Support Group and Resource Center on Sexuality Studies IV, yang dikelola oleh kelompok mahasiswa. Juga ada UNDP, lembaga dunia yang kucurkan dana ratusan milyar di Asia dan Indonesia untuk membantu aktivitas masyarakat LGBT. 

       Beberapa lembaga resmi yang secara tegas menolak LGBT diantaranya adalah Widya Sabha Perwakilan-perwakilan Umat Budha Indonesia, Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia, Komisi Keadilan dan Perdamaian Wali Gereja Indonesia, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Fatwa MUI tertanggal 17 Februari 2016 yang dinyatakan di kantor MUI Jakarta adalah sebagai berikut : (1) Komunitas LGBT bertentangan dengan konstitusi dan hukum agama karena aktivitas LGBT diharamkan Islam. (2) Aktivitas LGBT bertentangan dengan sila kesatu dan kedua Pancasila. (3) LGBT bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 29 ayat 1 dan Pasal 28J. (4) Aktivitas LGBT tidak sesuai dengan UU Nomor I/1974 tentang Perkawinan. (5) MUI telah mengeluarkan fatwa Nomor 57/2014 tentang Lesbian, Gay, Sodomi dan Pencabulan. Dalam fatwa ini, MUI menyatakan bahwa aktivitas LGBT diharamkan karena merupakan suatu bentuk kejahatan. (6) Aktivitas LGBT juga dapat menimbulkan penyakit yang berbahaya bagi kesehatan dan sumber penyakit menular seperti HIV/AIDS.

       Sedangkan sikap DPR dan Kementerian Agama seperti yang tertuang dalam hasil Raker antar kedua lembaga tersebut pada 17 Februari 2016, pada intinya menyimpulkan bahwa hak-hak LGBT dilindungi sepanjang hak-hak tersebut sesuai dengan hukum yang berbasis UUD 1945 dan Pancasila yang merupakan kristalisasi nilai-nilai agama dan budaya, tetapi menolak tegas permintaan hak-hak LGBT yang tidak sesuai dengan konstitusi dan dasar negara Pancasila, misalnya praktik LGBT, apalagi legalisasi pernikahan sejenis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

       Bagi kelompok masyarakat yang memandang LGBT sebagai bagian dari HAM, perjuangan terus dilakukan pantang surut, targetnya adalah mendapatkan perlindungan, advokasi dan pengakuan resmi. Perjuangan dilakukan dengan berbagai cara. Secara konseptual, komunitas LGBT melakukan propaganda dan sosialisasi besar-besaran baik melalui media cetak, media elektronik maupun media online. Secara perilaku, mereka tetap menjalankan aktivitas LGBT-nya, melakukan berbagai pertemuan dan membentuk komunitas-komunitas. Di sebagian kalangan anak-anak SMP dan SMA, beredar akun@gaykids.botplg, yang sering menayangkan gambar dan video tak pantas, dan akun ini memiliki ribuan pengikut. Sasaran dari pengembangan LGBT kalau kita amati lebih terfokus pada kalangan anak muda, yaitu usia-usia SMA dan mahasiswa. Kalangan anak muda kebanyakan mental belum stabil, mudah terpengaruh, punya waktu luang, senang dengan hal-hal baru dan wawasannya tentang kehidupan masih terbatas. Maka dikalangan ini LGBT bisa cepat berkembang bagai cendawan dimusim hujan. Sejauh ini, sudah ada 23 negara yang legalkan LGBT.

          Lepas dari berbagai kontroversi diatas, kita bisa paparkan beberapa dampak negatif dari LGBT. (1) LGBT memutus mata rantai generasi umat manusia. Bisa dibayangkan seandainya sepersepuluh dari 5 milyar penduduk dunia ini terjangkit LGBT, maka satu generasi setelah yang sekarang, seandainya setiap pasangan hanya punya dua keturunan, maka umat manusia akan tinggal 4,5 milyar. Dan di generasi berikutnya tinggal 4 milyar. Dan seterusnya dan seterusnya. Dalam catatan Kitab Suci, umat Lot(Luth) yang tinggal di kota Sodom dan Gomora hampir semua terjangkit lesbian,gay dan biseksual.  Seandainya kota Sodom dan Gomora saat itu Tuhan tidak menghancurkannya (sekitar 1540 SM), dan penyakit itu menyebar ke bangsa-bangsa lain, maka umat manusia saat ini mungkin berjumlah sangat sedikit,  atau bahkan sudah punah. (2) LGBT menyebarkan penyakit berbahaya. Bermula dari proses genetika, gangguan psikologi atau penyakit jiwa, LGBT bisa menjadi penyakit yang serius, bahkan menularkan penyakit berbahaya seperti HIV dan AIDS. Seseorang yang punya gejala atau kevenderungan mengidap LGBT, bila tidak segera dilakukan penyembuhan atau penanganan yang serius, akan menjadi semakin parah. Berawal dari kecenderungan atau pola hidup yang mengarah ke LGBT, lama-lama berubah menjadi watak, menjadi kepribadian, membentuk kebiasaan, akhirnya menjadi penyakit. Hubungan cinta pria dan wanita secara wajar, memang juga berpotensi menularkan penyakit. Tetapi hubungan cinta LGBT potensi penularannya lebih besar, karena mereka cenderung sembunyi dan tidak terkontrol. (3) LGBT bisa menyebabkan tejadinya peristiwa kriminalitas. Hubungan asmara yang tersembunyi, yang jauh dari kontrol sosial, dan dilakukan oleh orang yang tidak stabil jiwanya, atau bahkan terganggu jiwanya, pastinya peluang terjadinya tindak kriminal akan lebih besar. Kasus jagal Riyan asal Jombang yang memutilasi lelaki mantan pasangannya adalah dilakukan oleh pengidap LGBT.

       Dari uraian diatas ihwal LGBT, penulis bisa mengambil beberapa kesimpulan dan solusi sebagai berikut. Pelaku LGBT adalah manusia juga seperti kita,  kita harus menghormati hak hidup mereka.Kita menghormati hak hidup mereka, tetapi tidak mentolerir pola dan cara hidup LGBT mereka. Kehidupan sex pengidap LGBT yang tersembunyi,  negara atau masyarakat sulit memantau, maka yang paling praktis adalah negara melarang pertemuan resmi dan berbagai aktivitas propaganda dari komunitas LGBT. Dengan adanya pengawasan yang ketat, pertemuan komunitas ini akan berjalan secara tersembunyi dan banyak hambatan, tentu saja hal ini membuat perkembangan LGBT menjadi lambat dan semakin berkurang. Seiring dengan itu, negara atau unsur masyarakat yang punya potensi memadai, melakukan berbagai langkah untuk penanganan dan penyembuhan LGBT.  Mereka dihargai, diberi hak hidup yang sama, tetapi dilakukan penanganan tanpa henti untuk kesembuhan mereka. Penanganan secara konseptual bisa melalui perundang-undangan, fatwa ulama, fatwa orang bijak, penyuluhan melalui media, ataupun melaui tayangan drama atau film tentang indahnya kehidupan cinta normal dan sisi negatif kehidupan LGBT. Pengangan secara pragmatis bisa melalui pembuatan panti-panti rehabilitasi, pendirian layanan jasa konseling, pendirian komunitas sahabat LGBT, ataupun bisa melalui festival hidup normal anti LGBT.  Suatu kelompok masyarakat, desa, kota, perusahaan atau komunitas, yang pengidap LGBT-nya sangat sedikit, atau bahkan zero LGBT, perlu mendapat penghargaan atau piala. Lembaga yang memberikan penghargaan ini bisa pemerintah ataupun pihak swasta seperti kelompok perusahaan, komunitas dakwah, kelompok mahasiswa, majalah, koran, media TV,  kelompok cendekiawan, dan berbagai unsur masyarakat yang lain. Jadi pengidap LGBT kita perlakukan penuh kemanusiaan, tidak dianggap sampah masyarakat atau penyebar penyakit; dan selalu dilakukan pendampingan pada mereka. Pelaku LGBT harus diberi pemahaman bahwa jalan hidup yang mereka pilih salah, dan mereka selalu punya kesempatan  untuk sembuh dan pasti bisa kembali hidup normal.

       Selain dari beberapa hal yang sudah saya uraikan diatas, ada satu hal penting yang mungkin saat ini agak luput dari perhatian publik. Bahwasannya, untuk beberapa kasus, cinta dengan fitrah normal antara pria dan wanita, terkadang agak sulit untuk diraih. Terutama untuk beberapa kalangan yang mohon maaf; terbatas materi, terbatas pengetahuan dan terbatas akses. Karena dalam beberapa keadaan, cinta normal meminta atau bahkan menuntut stabilitas pekerjaan, stabilitas materi, kesetaraan status sosial, kesamaan visi dan faktor asal-usul seseorang. Cinta anugerah Sang Pencipta yang pada hakikatnya murni telah terbebani bahkan terdistorsi oleh hal-hal tersebut diatas. Disini kita bangsa manusia perlu memperbaiki dan meningkatkan kualitas cinta. Orang-orang yang punya keterbatasan akan sulit atau bahkan sangt sulit untuk mendapatkan cinta yang normal. Bila mereka tidak memiliki keimanan beragama yang baik dan jiwa yang stabil, maka punya potensi untuk terbawanya ilusi dan psikis mereka pada kehidupan LGBT. Kita tidak bermaksud menyalahkan siapapun, yang pasti dengan meningkatkan kualitas hidup kita dalam beragama dan bermanusia, kita akan terselamatkan dari keterjerumusan hidup dalam jurang kehinaan, kesengsaraan dan bencana ; salah satunya adalah bencana terjangkit pola hidup LGBT. (Bekasi, AudriIfiGraha, 010516)

 

Oleh :Agus Pamuji Purworaharjo

Rakyat Biasa, Aktif di Komunitas Sastra Kalimalang

Alumnus Universitas Muhammadiyah Surakarta

Ikuti tulisan menarik Agus Purworaharjo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler