x

Iklan

akhlis purnomo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Laut Kita Makin Tercekik Plastik

Lautan dunia termasuk Indonesia makin dibebani dengan sampah plastik. Apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah kondisi makin parah?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Anda tahu manusia plastik yang sesungguhnya? Bukan kontorsionis yang lihai melipat dan menekuk tubuhnya di panggung sirkus-sirkus sekaliber Cirque du Soleil. Yang saya maksud "manusia plastik" di sini ialah Alexander Parkes (1813-1890). Pria Inggris itu menggunakan daya inovasinya untuk menciptakan bahan 100 persen sintetis yang sekarang ini kita kenal sebagai plastik. Parkes kemudian memperkenalkan pada dunia sehingga plastik mendominasi peradaban modern seperti sekarang. Bahan plastik yang pertama ia temukan dinamai Parkesine, yang ia buat dengan melarutkan nitrat selulosa dalam alkohol dan kamfer yang mengandung ether. Ia terkesan dengan sifat bahan temuannya itu karena mudah dibentuk saat panas dan begitu dingin, ia mengeras sehingga cocok untuk dibuat sebagai bahan-bahan kebutuhan sehari-hari. Dari Parkesine, kemudian muncul beragam formula baru dalam pembuatan plastik. 

Plastik lalu perlahan tetapi pasti mengambil alih hampir semua peran material lainnya seperti kayu dan logam di dalam kehidupan kita. Pertama, karena plastik lebih murah dan kedua, plastik lebih mudah dibentuk sesuai kehendak pembuatnya. Berkat plastik, manusia makin terbantu. Bahan makanan bisa disimpan lebih lama dan lebih higienis berkat penggunaan plastik sebagai wadahnya. Dari segi kepraktisan, plastik juga lebih unggul dari bahan-bahan lainnya karena lebih awet dan mudah dicuci lagi jika kotor. 

Dengan semua manfaat tersebut, tak pernah terbersit dalam pikiran Parkes dulu bahwa temuannya yang bersejarah dan sangat berguna bagi umat manusia itu akan membuat lautan di planet ini tercemar parah. Di Hari Laut Sedunia (8 Juni) ini rasanya tidak berlebihan jika kita kembali diingatkan mengenai bahaya plastik bagi keberlangsungan kehidupan di bumi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut keterangan lembaga nirlaba SEA LIFE Trust, polusi plastik di lautan bumi sudah membabi buta dan sangat mencemaskan. Diperkirakan ada 26 juta ton sampah plastik dari aktivitas manusia yang terbuang ke laut dan mengapung di samudera. Naasnya, plastik membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terurai di alam bebas. Hingga ia benar-benar bisa terurai, semua plastik ini berpotensi membunuh dan mencederai satwa laut. Ditambah dengan kadar keasaman laut yang meningkat akibat perubahan iklim dan pencemaran jenis lain, kita patut cemas dengan ikan yang kita konsumsi sehari-hari. Kita makan ikan-ikan yang makin 'plastik' dari hari ke hari.

Masih menurut SEA LIFE Trust, bahaya sampah plastik itu wujudnya ada tiga. Wujud pertama ialah yang bisa kita saksikan secara jelas karena ukurannya yang besar dan mencolok mata. Gumpalan sampah plastik ini kerap ditemukan dalam samudera, terseret oleh arus laut di Samudera Pasifik Utara dan ditaksir ukurannya bisa mencapai dua kali lipat luas negara bagian Texas. Bila dibandingkan dengan populasi plankton, perbandingannya adalah 1 banding 6, yang artinya di sekitar 1 kilogram plankton ada 6 kilogram sampah plastik. Gila, bukan? Wujud sampah plastik kedua ialah sampah yang mengapung di permukaan. Sampah jenis ini juga berbahaya sebab bisa mencekik satwa laut seperti singa laut, paus, lumba-lumba dan sebagainya. Di lepas pantai Gujarat India, ditemukan lumba-lumba yang mati mengapung karena tersedak plastik sampai mati. Hiu diklaim tidak makan plastik (baca di sini) tapi itu tidak berarti mereka bebas plastik juga karena mereka bisa saja memangsa iklan yang lebih kecil yang memakan plastik. Bahkan burung-burung laut dan penyu (di satu kasus, sebuah penyu mati karena dalam perutnya ada bungkus plastik bertuliskan "Made In Indonesia") juga bisa menelan plastik karena dianggap makanan alami mereka (ubur-ubur). Wujud sampah plastik yang terakhir memiliki ukuran jauh lebih kecil, yang dinamai microplastic. Jika Anda tidak tahu apa itu, Anda bisa temukan microplastic dalam sabun mandi yang diklaim mengandung microbeads atau scrub pelembut kulit. Begitu Anda selesai membersihkan badan dan puas karena kulit lebih segar dan lembut, butiran plastik mikro tadi akan terbasuh dan larut ke saluran air, menuju sungai lalu tersapu oleh aliran air ke muara dan akhirnya ke laut juga. Dan payahnya, ikan-ikan dan plankton di lautan akan memakan microplastic ini. Plastik mikro itu akan masuk dalam rantai makanan karena kita tahu plankton adalah penghuni rantai makanan terbawah. Ia menjadi makanan bagi satwa laut lainnya. Kandungan plastik itu akan makin menumpuk di tubuh ikan-ikan predator yang berukuran lebih besar seperti hiu, tuna dan paus. Dan sebagian ikan-ikan itu kemudian terhidang di piring makan kita. Bayangkan Anda dan anak-anak mengonsumsi ikan berplastik tanpa tahu bahaya yang sedang mengancam dan di kemudian hari baru menyadari bahayanya begitu terdeteksi menderita kanker atau penyakit serius lainnya.

Secara alami, alam memiliki mekanismenya sendiri untuk memulihkan keseimbangan akibat pencemaran yang membebaninya. Dikutip dari Nature News, volume sampah plastik di lautan memang bisa berkurang berkat kehadiran organisme pengurai yang hebat. Mereka mengurangi ukuran plastik hingga benar-benar kecil dan memungkinkan mikroba lain menguraikan polutan   buatan manusia ini secara bertahap. Ini menjelaskan mengapa sampah plastik di lautan tampaknya tidak bertambah padahal kita membuang plastik setiap saat ke dalamnya.

Tetapi apakah dengan adanya bantuan alam itu, kita diam membiarkan semua ini terjadi? Secara moral dan etika, kitalah yang mestinya bertanggung jawab atas semua bencana ini.

Jika kita masih merasa memiliki moral dan etika terhadap bumi yang menjadi tempat kita berpijak ini, sudah saatnya untuk melakukan sesuatu. Jika memungkinkan, selalu batasi penggunaan barang-barang yang mengandung plastik. Dan jika harus membuangnya karena rusak, pastikan kita membuangnya di tempat yang semestinya, bukan sembarangan. Apalagi di saluran air, sungai atau lautan!

Bagi Anda yang memiliki waktu dan tenaga yang lebih banyak, menjadi relawan pembersihan pantai dan karang dari sampah plastik juga akan banyak membantu satwa laut terhindar dari bahaya plastik. Dan jika satwa laut ini aman dari plastik, efek positifnya akan terasa juga oleh para manusia di sekitarnya.

Sering berlayar atau berwisata bahari di tengah lautan? Pastikan Anda membawa sampah apapun yang Anda hasilkan di atas kapal termasuk plastik ke daratan. (Sumber foto: Wikimedia Commons)

Ikuti tulisan menarik akhlis purnomo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

2 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB