x

Sebuah pita merah yang merupana simbol dari AIDS dikenakan pada lengan seorang pria untuk menunjukkan dukungan pada penderita HIV AIDS dan memperingati Hari AIDS sedunia di Kathmandu, Nepal, (1/12). REUTERS/Navesh Chitrakar

Iklan

Aseanty Pahlevi

journalist, momsky, writer, bathroom singer, traveler.
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ini yang Harus Diperhatikan Dalam Penulisan Tentang HIV/AIDS

Penulisan berita HIVAIDS dengan jurnalisme empati

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebuah kepala berita di harian lokal Kota Pontianak, sungguh dramatis, “Idap Penyakit Mematikan, Pasien RS Gantung Diri.” Dalam batang tubuh berita, disebutkan bahwa pasien ini telah bolak-balik masuk rumah sakit. Tak hanya itu, disebutkan secara jelas bahwa penyakit yang disebut mematikan itu adalah HIV/AIDS. Ditambahi pula dengan atribusi bahwa penyakit tersebut belum ada obatnya di dunia.

Berita ini lantas menjadi sorotan. Bahkan menjadi viral lantaran dijadikan foto yang dipajang di BBM, dan diunggah ke jejaring sosial. Lengkap dengan foto korban, walau telah dikaburkan. Kusmalina, ketua Jurnalis Perempuan Khatulistiwa, menyatakan sangat miris dengan berita tersebut. “Berita ini mencerminkan, pemahaman terhadap berita-berita sensitif belum menyeluruh. Bahkan di tingkat editor,” ujar jurnalis senior ini.

Perusahaan media hendaknya membekali jurnalis-jurnalis muda dengan ilmu yang mumpuni dalam peliputan-peliputan sensitif. Tak hanya peliputan kemanusiaan, peliputan konflik, kesehatan bahkan penegakan hukum dan kriminal. “Ada terminologi-terminologi yang harus diketahui para jurnalis dalam membuat berita,” kata Lusi Nuryanti, sekretaris Komisi Penanggulangan Aids Kota Pontianak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Istilah-istilah yang digunakan wartawan dalam peliputan, kata dia, seharusnya dapat memberikan perasaan nyaman kepada korban dan keluarganya, serta mengedukasi masyarakat. Hal-hal yang terlalu berlebihkan, dapat menimbulkan penghakiman serta melukai korban atau keluarganya. “Apa yang mereka alami sudah cukup berat, jangan ditambah dengan penghakiman dari masyarakat akibat opini yang dibentuk media,” ujarnya.

KPA sendiri mempunyai tantangan dalam mengedukasi masyarakat untuk menekan meningkatnya kasus HIVAIDS di masyarakat. Terutama, ketika mengampanyekan hubungan seksual yang aman. Tidak sedikit yang masih memandang, penggunaan kondom sebagai alternatif seks aman pertama. Sementara, HIV dan AIDS sudah bukan sekadar masalah kesehatan saja, tetapi sudah menjadi masalah multidimensi yang membutuhkan penanganan yang melibatkan semua pihak.

Data Dinas Kesehatan Kalbar berdasarkan rekam medis pasien mencatat. Dari tahun 1993 hingga 2014 positif HIV di Pontianak sebanyak 2.345 kasus. sementara AIDS 1.219 kasus. Meninggal dunia ada 230 kasus. Sementara Dinas Kesehatan Kota Pontianak mencatat berdasarkan by name by adress. Tahun 2012 pengidap HIV/AIDS sebanyak 251 orang. 2013 sebanyak 118 orang. 2014 sebanyak 151 orang. Tidak ada penurunan di tahun 2015.

Ikuti tulisan menarik Aseanty Pahlevi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler