x

Pengunjung memadati pusat perbelanjaan Blok B Pasar Tanah Abang, Jakarta, 9 Desember 2015. Melalui Kepres Nomor 25 Tahun 2015 tentang Hari Pemungutan Suara Pilkada Serentak 2015, Presiden Joko Widodo menetapkan 9 Desember sebagai hari libur nasional.

Iklan

Lestantya R. baskoro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ramadan, Bulan Kreativitas

Tak semuanya yang datang ke Tanah Abang pedagang profesional

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ramadan tiba. Jika Anda di Jakarta, mainlah sesekali ke Pasar Tanah Abang pekan-pekan ini. Bukan pada siang hari bolong atau petang, melainkan pagi hari saja, sekitar pukul 09.00-10.00. Lihatlah betapa penuh-sesaknya pasar dan stasiun yang jaraknya sepelemparan batu dari pasar grosir yang, konon, terbesar di Asia Tenggara itu. Perempuan tua-muda menggotong dan menyeret-nyeret karung atau tas kresek yang isinya aneka barang dagangan, khususnya yang berkaitan dengan umat Islam.

Pada Kamis, keriuhan lebih luar biasa, bahkan di bawah pukul 09.00. Inilah hari gPasar Tasikh. Konsumen berburu beragam busana yang digelontorkan para pedagang dari Tasikmalayayang barang-barangnya dikenal dengan keindahan bordirnyayang sejak tengah malam menyerbu Tanah Abang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tak semuanya yang datang ke Tanah Abang pedagang profesional, mereka yang memang pekerjaan sehari-harinya berdagang. Banyak pula yang amatir. Reformasi PT Kereta Api Indonesia membawa berkah bagi mereka yang hendak naik kereta ke Tanah Abang. Dengan ongkos Rp 5.000, orang dapat ke Tanah Abang dengan naik kereta ber-AC. Dari sisi bisnis, ongkos murah-meriah ini telah menekan pengeluaran transportasi sehingga membuat keuntungan bertambah.

Para pedagang dadakan itu datang dari mana-mana: Parung, Rangkasbitung, Citayam, Cilebut, dan lain-lain. Mereka memborong busana muslim pria maupun perempuan untuk kemudian mereka jual di pinggir-pinggir jalan perumahan yang sepanjang Ramadan menjelma menjadi gpasar kaget,h terutama pada akhir pekan. gSetahun sekali saya mencari uang dari beginian untuk bekal Lebaran," kata Wartini, perempuan 47 tahun yang saya temui di Stasiun Tanah Abang, pekan lalu.

Ibu empat anak itu tengah menunggu kereta menuju rumahnya di Rawa Buntu, Tangerang. Dua tas kresek hitam besar berisi baju anak-anak dan aneka rupa hijab tergeletak di dekat kakinya.

Bukan hanya pedagang baju dadakan yang muncul pada bulan puasa. Yang juga berjibun, pedagang minuman dan penganan-apa saja: dari es campur, es sup buah, es kelapa, gorengan, comro, otak-otak, hingga getuk lindri. Mereka adalah orang-orang kreatif: memanfaatkan Ramadan untuk berjualan demi mendapat uang halal.

Ramadan, bulan spesial itu, memang menaikkan tingkat konsumsi umat Islam. Tak mengherankan jika Badan Pusat Statistik mencatat selama Ramadan selalu terjadi inflasi yang dipicu oleh inflasi bahan makanan. Tahun lalu, dari inflasi sebesar 0,56 persen, bahan makanan menjadi penyumbang terbesar dengan angka 1,75 persen.

Ekonomi memang berputar cepat pada bulan ini. Energi kreatif keluar dari mereka yang menyambut datangnya Lebaran dengan suka cita. Dan, modal untuk itu antara lain "cukup uang": untuk membeli baju baru, aneka penganan bagi sanak-saudara, dan angpau untuk anak-anak. Allah memang memberi kesempatan kepada umatnya untuk memanfaatkan semaksimal mungkin Ramadan dengan kreatif.

Ikuti tulisan menarik Lestantya R. baskoro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler