x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tangan dan Sejarah Manusia

Sejarah peradaban manusia dapat dipahami dari cara manusia memperlakukan tangan-tangan mereka.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

"Tuhan memberi kita dua tangan; satu untuk memberi dan satu untuk menerima."
--Billy Graham (Pendeta, 1918-...)

 

Bagaimana melihat perubahan budaya manusia? Banyak cara, orang akan menjawab seperti ini. Namun niscaya hanya sedikit yang berpikir tentang tangan. Ya, bagaimana tangan bekerja telah menunjukkan perjalanan sejarah hidup manusia. Sejak manusia lebih sering memakai komputer pribadi (PC) dan laptop, tangan kiri tidak lagi bekerja menggeser batang tempat gulungan kertas pada mesin ketik, tangan kanan tidak lagi bekerja memutar tuas batang ini untuk memasukkan atau mengeluarkan kertas dari mesin ketik.

Ibu jari di masa sekarang jauh lebih sibuk dibandingkan beberapa dekade yang baru saja berlalu. Jempol bergerak lincah menekan tombol-tombol pada permukaan smartphone, menuliskan pesan atau perintah tertentu—kirim, panggil, atau hapus. Berbarengan dengan itu, tangan kiri mengangkat cangkir kopi, menyodorkan ke mulut, dan kita menyesap rasanya. Mengapa kita memainkan tangan tatkala gelisah, atau menggigit kuku jari tangan?

“Tangan saya, tangan kamu, selalu sibuk,” tulis Darian Leader, psychoanalyst, dalam bukunya yang baru saja terbit, Hands: What We Do with Them – And Why. “Manusia adalah spesies yang gelisah.” Tangan kita hampir selalu bergerak. Sejak saat kita lahir, kita memakai tangan untuk mengeksplorasi lingkungan. Namun tangan bukan sekedar alat praktis. Sejarah peradaban adalah sejarah tentang apa yang dilakukan manusia dengan tangan-tangan mereka.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya menyukai buku ini lantaran sudut pandang Leader yang melihat perubahan budaya dari sudut berbeda dari umumnya: bagaimana tangan kita bekerja dari zaman ke zaman karena perubahan teknologi. Tangan yang menganggur, tulis Leader, sudah lama dilihat sebagai ancaman, bukan hanya bagi individu tapi juga bagi ketertiban sosial.

Apa yang terjadi di Barat abad ke-16 menunjukkan apa yang disebut Leader sebagai ekspansi teknologi tangan—tangan bukan lagi alat untuk menunjuk, memberi isyarat, atau meminta; kini (abad ke-16), tangan menggerakkan kipas lipat, mengenakan sarung, atau memasang liontin—ekspresi dari prestise sosial. Pada abad ke-17, kipas lipat mencerminkan status, karena itu dilukis atau dihias tangan dengan motif, moto, atau gambar tertentu. Tangan kita selalu sibuk: alat penciptaan, mencipta mesin, membuat benda-benda. Juga dipakai untuk tujuan-tujuan gelap: menembak, menusuk.

Banyak cara memahami perubahan, dan lazimnya melalui pendekatan besar—Leader menawarkan kacamata yang sedikit berbeda, melalui perubahan cara kita memakai tangan kita. Era digital mentransformasikan banyak aspek pengalaman kita sebagai manusia, tapi aspek yang sangat jelas tapi diabaikan ialah bagaimana manusia menyibukkan tangannya dalam beragam cara yang belum pernah terjadi: menggunakan smartphone dengan sangat cepat. Contoh: membalik halaman e-book di layar ponsel atau e-reader dengan menyentuh layar dan men-scroll-nya.

Perubahan pada cara manusia memakai jari-jemari dan tangannya karena penggunaan teknologi menimbulkan konsekuensi tersendiri, seperti nyeri persendian jari dan tangan, ketegangan pada lengan, kesemutan. Perubahan teknologi digital mutakhir telah mengubah secara drastis bagaimana tangan dan jemari bekerja, dan tampaknya tidak ada jalan untuk kembali sepenuhnya seperti masa-masa sebelumnya. (Foto: sampul buku Hands karya Leader) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler