x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengapa Menolak untuk Berubah?

Sebagian orang menolak atau merintangi perubahan karena kepentingannya terganggu. Sebagian lainnya karena merasa tidak dilibatkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Beri aba-aba untuk minggir dari barisan!” Begitu Mendikbud Anies Baswedan mengakhiri memonya untuk jajaran pimpinan Kemdikbud (dipublikasi di Indonesiana, 14 Juni 2016). Instruksi ini ditujukan kepada jajaran pimpinan agar menindak pegawai Kemdikbud yang menolak untuk berubah atau tidak sanggup menyederhanakan proses administrasi.

Dalam konteks manajerial, berubah adalah bagian penting dari proses adopsi terhadap proses-proses yang lebih efisien dalam menyelesaikan suatu urusan. Jika semula, untuk memperoleh izin membuat unit usaha diperlukan waktu 3 bulan, kini proses mendapatkan perizinan dipangkas menjadi 1 minggu. Ada pemangkasan prosedur yang menghemat waktu. Jika semula, semua surat diteken oleh direksi perusahaan, kini sejumlah surat dapat ditandatangani oleh jajaran manajemen yang lebih rendah. Ada distribusi kewenangan dalam organisasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

‘Berubah’ merupakan keharusan bagi organisasi apapun yang ingin bergerak lebih maju, bersikap adaptif terhadap perubahan lingkungan, teknologi, pasar, kehendak konsumen, maupun tuntutan masyarakat. Dalam konteks positif, mereka yang tidak mau berubah akan tertinggal kereta. Banyak perusahaan besar yang ambruk karena enggan menyesuaikan diri terhadap perubahan industrinya. Sebagian lainnya terlambat menyadari karena merasa dirinya masih mendominasi pasar.

Sayangnya, tidak semua orang melihat sisi-sisi positif dari perubahan. Sebagian lainnya bahkan bersikap menolak atau resisten terhadap perubahan, atau sekurang-kurangnya bersikap pasif—tidak menolak perubahan, tapi tidak mendukung kemajuan perubahan. Orang-orang ini memilih jalan aman; jika perubahan dalam organisasi berjalan lancar, mereka ikut terbawa; jika perubahan gagal dilakukan, mereka tetap selamat dengan posisinya.

Mengapa ada orang-orang yang enggan berubah? Salah satunya sempat disebut oleh Mendikbud Anies, yakni tidak sanggup melakukan perubahan, umpamanya menyederhanakan proses. Mungkin mereka tidak tahu apa yang harus dikerjakan, tapi bisa pula mereka tidak cukup memiliki kapabilitas dan kompetensi untuk mengubah proses tertentu agar menjadi lebih efisien dalam pemakaian sumberdaya—waktu, tenaga, pikiran, maupun biaya. Dalam konteks urusan guru, di dalamnya ada unsur kemanusiaan yang sangat patut dipertimbangkan.

Ada pula alasan-alasan lain yang melatari seorang pegawai pemerintah, karyawan perusahaan, ataupun anggota organisasi sosial. Pertama, merasa tidak dilibatkan. Pimpinan organisasi, termasuk perusahaan, mungkin sudah merancang skenario perubahan agar organisasi berjalan sesuai yang ia bayangkan. Pimpinan melibatkan tim sedikit orang untuk merumuskan perubahan, yang sayangnya dilakukan tanpa meminta masukan dari bagian-bagian lain dalam organisasi. Langkah seperti ini membuat banyak orang merasa bahwa perubahan hanyalah keinginan segelintir orang.

Alasan kedua, merasa tidak terwakili atau tertampung aspirasinya. Meminta masukan dari banyak bagian merupakan langkah penting untuk menjadikan aksi perubahan sebagai agenda bersama. Mereka yang berada di luar tim inti perubahan akan merasa bukan saja dilibatkan, tapi ditampung aspirasinya. Mereka ini umumnya orang-orang yang juga menginginkan perubahan dalam organisasinya. Dengan menampung keinginan dan aspirasi mereka, agenda perubahan akan memperoleh dukungan lebih luas dan rintangan bagi perubahan dapat diatasi.

Alasan ketiga, merasa terganggu kepentingannya. Mereka yang terganggu kepentingannya akan berusaha keras untuk menolak perubahan. Mereka sudah nyaman dengan situasi selama ini dan tidak ingin berubah. Resistensi mereka cenderung lebih keras dibandingkan dengan orang-orang yang merasa tidak dilibatkan atau tidak tertampung aspirasinya, sebab soal yang terakhir ini masih dapat dirundingkan dengan relatif lebih mudah. Bagi mereka yang terganggu kepentingannya, pilihan yang layak diajukan bukanlah negosiasi, melainkan—seperti dikatakan Menteri Anies—minggir dari barisan.

Betapapun, perubahan cara kerja organisasi—terlebih lagi budaya organisasi—bukanlah kejadian sesaat, melainkan sebuah proses. 

(sumber ilustrasi: mindsetmtn.com) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler