x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ibn Khaldun sebagai Ekonom

Lebih dikenal sebagai ‘bapak sosiologi’, Ibn Khaldun memberi sumbangan pemikiran ekonomi yang mendahului Adam Smith, Richard Ricardo, maupun Karl Marx.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Muqaddimah telah melambungkan nama  'Abd al-Rahman Ibn Muhammad Ibn Khaldun sebagai ahli filsafat sejarah. Sebelum Ibn Khaldun, yang lahir di Tunis pada 1332 Masehi, sejarah hanyalah deretan peristiwa yang dicatat secara kasar tanpa analisis mendalam dan memilah antara yang fakta dan yang bukan fakta. Lelaki kelahiran Tunisia inilah yang memperlakukan sejarah sebagai ilmu, bukan dongeng.

Kitab mashurnya itu membicarakan dinamika masyarakat dalam berbagai sudut pandang. Dia menulis dengan metode baru untuk menjelaskan, memberi argumentasi, dan mengembangnya sebagai studi kemasyaratan atau sosiologi. Pikiran-pikirannya tentang politik mendahului dan dianggap memengaruhi pikiran Machiavelli, yang hidup seabad kemudian. Sejarawan Arnold Toynbee menyebut karya Ibn Khaldun sebagai ‘filsafat sejarah yang tak diragukan lagi merupakan karya terbesar dari jenisnya yang pernah diciptaan oleh piiran manapun pada masa atau tempat manapun’.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lebih dari atribut sebagai filsuf-sejarah dan sosiolog, Ibn Khaldun memberi pula sumbangan penting pula terhadap pemikiran ekonomi. Salah satu pikirannya yang kerap dikutip ialah: “Di masa awal kerajaan, pajak rendah dan pendapatan tinggi. Pada masa akhir kerajaan, pajak tinggi dan pendapatan rendah.” Bahkan, Ronald Reagan pun mengikuti pemikiran ini semasa menjabat Presiden AS. Dalam surat terbukanya yang dimuat di harian New York Times, 18 Februai 1993, Reagan mendesak Clinton yang menggantikannya sebagai Presiden untuk mempertahankan kebijakan pajak rendah, yang terbukti sudah berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam beberapa kesempatan, Reagan mengutip Ibn Khaldun, antara lain pada 2 September 1981 dan 1 Oktober 1981.

Ibn Khaldun semakin diyakini telah meletakan dasar-dasar pemikiran ekonomi. Ibrahim M. Oweiss menganggap Ibn Khaldun harus ditempatkan dalam sejarah eonomi sebagai major forerunner, jika bukan ‘bapak’ ekonomi—atribut yang selama ini disematan kepada Adam Smith, yang karyanya diterbitkan sekitar tiga abad setelah kematian Ibn Khaldun. Pemikir ini bukan saja menyemaikan benih-benih ekonomi klasik, yang membicarakan ihwal produksi, pasokan (supply), atau biaya, tapi juga menjadi pionir dalam gagasan tentang konsumsi, permintaan (demand), serta utilitas yang menjadi fondasi teori ekonomi modern.

Tentang harga barang dan jasa, misalnya, Ibn Khaldun berabad-abad yang silam telah mengatakan bahwa harga ditentukan oleh pasokan dan permintaan. Ketika produk langka sedangkan permintaan banyak, harga akan tinggi. Pedagang aan membeli barang-barang ‘ketika murah’ dalam jumlah banyak dan ‘menjualnya ketika harga tinggi’ yaitu saat barang langka sementara permintaan tinggi.

Terkecuali Joseph A. Schumpeter, yang menurit Oweiss menemuan tulisan Ibn Khaldun beberapa bulan sebelum kematiannya, serta Joseph Spengler dan Charles Issawi, ekonom utama Barat melaca teori eonomi hingga Adam Smith dan David Ricardo, sebab keduanya berusaha menemukan penjelasan yang masuk akal mengenai paradoks nilai. Menurut Adam Smith, dan dikembangkan oleh Ricardo, pertukaran nilai objek setara dengan labor time yang digunakan dalam produksinya. Berdasarkan gagasan ini, Karl Marx menyimpulkan bahwa ‘upah buruh harus setara dengan produksi buruh’. Namun, kata Oweiss, Ibn Khaldun telah lebih dulu memperkenalkan pemikiran tentang nilai dari kerja buruh. Menurut Ibn Khaldun, kerja adalah sumber nilai—dan ia memberi penjelasan rinci mengenai pemikirannya ini, yang pertama dalam sejarah.

Jauh sebelum Richard Ricardo menerbitkan karyanya pada 1817, The Principles of Political Economy and Taxation, Ibn Khaldun telah memberi penjelasan orisinal mengenai alasan-alasan di balik perbedaan penghasilan pekerja. Di antaranya perbedaan keterampilan, ukuran pasar, lokasi, keahlian, dan sejauh mana penguasa dan para gubernurnya membeli produk akhir. Bila keahliannya lebih berharga, dalam arti permintaan terhadap keahlian itu melampui pasokan yang tersedia, penghasilan pekerja akan naik.

Mendahului Adam Smith, Ibn Khaldun juga telah berbicara tentang ekonomi bebas dan kebebasan untuk memilih. Untuk memaksimalkan pendapatan maupun tingkat kepuasan, seorang pekerja harus bebas menunjukkan apapun bakat dan keterampilannya. Melalui bakat alamiah dan keterampilan yang dipelajari, pekerja dapat secara bebas menghasilkan benda-benda berkualitas tinggi dan, seringkali, dalam jumlah lebih banyak per jamnya.

Ibn Khaldun juga memberi kontribusi terhadap bidang ekonomi internasional. Melalui observasi dan analisisnya, ia menyimpulkan adanya keunggulan yang diperoleh melalui perdagangan antar bangsa. Melalui perdagangan asing, menurut Ibn Khaldun, kepuasan rakyat, keuntungan pedagang, serta kemakmuran negara akan meningkat. Ia melihat adanya peningkatan nilai (value) dari produk melalui perdagangan antar negara.

Studi mengenai pemikiran ekonomi Ibn Khaldun kini semakin penting mengingat pemikirannya yang koheren dalam melihat aktivitas ekonomi sebagai bagian penting yang menentukan bangun dan jatuhnya peradaban-peradaban, bangsa, maupun kerajaan. Studi-studi ini menempatkan Ibn Khaldun sebagai pemikir komprehensif yang berusaha memahami dan menjelaskan perkembangan masyarakat melalui pendekatan sosial, politik, sejarah, maupun ekonomi. (foto: patung Ibn Khaldun di Tunis, Tunisia) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu