x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Koruptor: Materialis + Kapitalis

Koruptor mengambil unsur-unsur menguntungkan dari paham materialisme dan kapitalisme.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Bila setiap tindakan berpangkal pada landasan filosofis, maka korupsi (maupun suap) dapat dipandang bertumpu pada filosofi kebendaan. Dalam konteks materialisme, korupsi terkait dengan keyakinan pada alam kebendaan semata dan mengenyampingkan alam yang melampaui kebendaan. Dalam konteks materialis, korupsi menandakan pemujaan terhadap kekayaan dan kemakmuran sebagai tolok ukur pencapaian hidup disertai keyakinan bahwa di dalam kekayaan terkandung unsur-unsur kekuasaan.

Sebagai wujud praksis dari paham materialisme, praktik korupsi jelas mengabaikan peran ketuhanan. Bila para pelaku korupsi mengakui adanya alam yang melampaui kebendaan, mereka akan menghindari praktik korupsi sebab korupsi berarti mengambil apa yang menjadi hak orang lain, termasuk masyarakat luas dan negara. Korupsi berarti mengakui apa yang bukan haknya sebagai haknya sendiri.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam praktik korupsi, alam yang melampaui kebendaan dianggap telah sirna atau disingkirkan dan dianggap tidak ada atau sekurang-kurangnya tidak penting. Suka atau tidak suka, korupsi berjalan dengan menafikan alam spiritual. Barangkali, karena alam ini tidak kasat mata—walau, alam ini tidak kasat mata oleh karena tidak cukup diindera hanya dengan mata.

Di sisi lain, dari sudut pandang materialis, para koruptor memandang kekayaan material—rumah, mobil, tanah, uang, tabungan, deposito, saham, dan sejenisnya—sebagai ukuran kesejahteraan dan pencapaian keberhasilan hidup. Mereka yang kaya dan hidup makmur layak dihormati, dan karena itu mereka berlomba-lomba menghimpun kekayaan. Praktik korupsi dianggap sah sebagai salah satu cara mengumpulkan kekayaan material.

Orang yang kaya adalah orang yang sukses. Orang yang kaya berkuasa—bahkan, dalam kenyataan, banyak orang kaya lebih berkuasa ketimbang mereka yang berkuasa melalui jalur politik. Kaum oligarki mempertahankan dan meningkatkan kekayaannya dengan cara memengaruhi praktik-praktik kekuasaan melalui berbagai saluran. Pengaruh mereka seringkali lebih kuat ketimbang orang-orang yang berkuasa dengan berbekal mandat rakyat. Karena itulah, para koruptor percaya bahwa penguasaan harta secara cepat akan memperkuat kekuasaan politik yang sudah mereka miliki.

Di dalam dirinya, para koruptor menghimpun dua paham sekaligus: materialisme dan kapitalisme. Para koruptor mengambil unsur-unsur yang menguntungkan dari kedua paham tersebut bagi mereka, yaitu penafikan terhadap alam yang melampaui kebendaan dari materialisme dan hasrat luar biasa pada pemupukan kapital serta kekayaan dari kapitalisme.

Mereka hebat dalam mengambil unsur-unsur yang menguntungkan itu, namun mereka lupa bahwa hasil korupsi itu akan mengalir dalam darah anak cucu mereka—sosok-sosok yang sangat mungkin tidak menginginkan hal itu terjadi, sebab anak cucu ini punya hati dan pikiran yang bisa jadi lebih terang, jauh lebih terang. Mereka niscaya ingin terbebas dari perangkap jejak-jejak genetis pendahulunya. (foto: tempo) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler