x

Iklan

marwan mas

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menikmati Mudik Lebaran

Mudik bukan hanya perjalanan yang butuh kekuatan fisik, melainkan juga perpindahan suasana batin dan psikologis. Para pemudik harus siap menerimanya,

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menikmati Mudik Lebaran

Oleh Marwan Mas

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Bosowa, Makassar

       Minggu terakhir bulan puasa, para pemudik mulai meninggalkan rutinitas di kota-kota besar menuju kampung halaman . Mudik lebaran sudah menjadi kebutuhan penting setiap menjelang idul fitri oleh warga muslim perantau atau yang berdomisili di daerah lain. Setelah setahun menggeluti kehidupan di kota, mudik ke kampung halaman dipandang sebagai keharusan, bahkan menjadi tradisi religius bagi warga muslim untuk menemukan kembali nilai-nilai keadaban. Orang berani meninggalkan zona nyaman dan rutinitas di kota untuk bertemu dan bersilaturrahim dengan sanak keluarga di kampung.

       Kampung halaman atau tempat kelahiran menjadi salah satu alternatif untuk melepaskan diri dari rutinitas, sekaligus mengenang memori bersama sanak keluarga dan teman sejawat. Bagi penduduk kota yang berasal dari kampung, mudik menjadi bagian sejarah untuk membangkitkan otentisitas nilai-nilai kemanusiaan. Maka itu, para pemudik selalu berharap menikmati perjalanan mudik dan silaturrahim dengan perasaan aman dan nyaman.

       Mudik bukan hanya perjalanan yang butuh kekuatan fisik, melainkan juga perpindahan suasana batin dan psikologis. Para pemudik harus siap menerimanya dalam kondisi apa pun, termasuk memahami konteks ekonomi-sosial bahwa mudik lebaran butuh pengorbanan. Dalam tataran demikian, wajar bila dipahami pula bahwa dampak positif mudik lebaran, selain bermakna religus, juga mengandung semacam "prosesi kultural" yang senantiasa terpatri dalam setiap gerak langkah para pemudik.

Aman dan Nyaman 
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

       Benar pendapat J.J.Rousseau bahwa sebuah tradisi yang ditopang oleh ajaran agama akan sanggup bertahan dan mengakar kuat dalam sanubari masyarakat. Saat mudik lebaran selalu dimanifestasi bagaimana mendermakan sebagian hasil jerih payah di kota kepada sanak-keluarga di kampung. Ia dapat dijadikan instrumen pemerataan ekonomi dan kekerabatan dengan keluarga dekat, handai tolan, dan teman sejawat.

       Membayar zakat fitrah di kampung halaman, bersedekah, dan infak terhadap keluarga dekat yang lebih membutuhkan, oleh ajaran agama akan mempererat hubungan silaturrahim. Demikian pula, ziarah ke makam leluhur di kampung, tentu saja menciptakan nuansa religius yang dapat mengingatkan pada kematian. Maka itu, pengamanan mudik oleh kepolisian dan aparat terkait menjadi penting. Sebab salah satu persoalan yang selalu rutin dihadapi saat mudik adalah gangguan keamanan dan kenyamanan.

       Setidaknya polisi berupaya memberikan perlindungan dan pelayanan kepada pemudik agar sampai ke tujuan dengan selamat. Sekiranya upaya pencegahan sudah dijalankan, tetapi masih saja ada pelanggar hukum, polisi akan menegakkan hukum sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Mudik lebaran tahun ini tidak boleh hanya dipandang sebagai tradisi belaka, melainkan juga perjalan yang aman dan nyaman. Perjalanan jauh, berjejal-jejal dengan risiko kecelakaan dan kecopetan yang kemungkinan bisa dialami pemudik, merupakan suatu fenomena tersendiri yang tidak kalah pentingnya untuk diwaspadai.

       Sangat wajar bila pemudik tahun ini berkeinginan untuk tetap memelihara nilai-nilai sosial dan kesakralan religiusnya, dan bukan sekadar rutinitas belaka. Sebab, mudik lebaran selain bernuansa pencerahan keimanan, juga merefleksikan kesadaran terhadap nilai hubungan sosial antarmanusia. Para pemudik yang berkeinginan agar puasa selama satu bulan diakhiri di kampung dengan shalat Idul Fitri bersama sanak keluarga dan sahabat, menjadi salah satu tujuan yang tidak mungkin disia-siakan.

       Untuk memenuhi harapan pemudik agar perjalanan aman dan nyaman, tentu tidak mudah. Bukan hanya dari faktor keamanan melainkan juga dari faktor transportasi umum yang belum sepenuhnya masuk kategori aman dan nyaman. Bus umum antarkota dan antarprovinsi masih belum sesuai standar keamanan dan kenyamanan. Begitu pula saat membeli tiket perjalanan yang sudah habis jauh sebelum pelaksanaan puasa. Malah harga tiket sulit dikendalikan, sementara fasilitas terminal dan bandara juga belum memadai.

Cerminkan Fitrah

       Idul Fitri yang melahirkan tradisi mudik sarat dengan makna simbolis, telah menandai lahirnya tata nilai kehidupan baru. Apa pun akan diupayakan agar dapat pulang ke kampung untuk berlebaran, termasuk menjalani derita perjalanan mudik dengan risiko jadi korban kejahatan seperti kecopetan, penipuan, atau mendapat kecelakaan dalam perjalanan. Perjuangan yang dilakoni pemudik, cenderung direfleksikan sebagai untaian cerita menarik dan membanggakan dalam kehidupannya.

       Mudik yang mencerminkan fitrah kemanusiaan, bukanlah perjalanan yang ugal-ugalan dengan mengabaikan aspek keamanan dan kenyamanan. Sering kita dengar adagium bahwa “sikap dalam berlalu-lintas adalah cermin budaya bangsa”. Itulah yang harus terus digelorakan agar mudik selain membawa berkah, juga menumbuhkan kesadaran terhadap peraturan lalu lintas.

       Kewajiban membangun kembali persaudaraan yang saat ini sedang dilanda kemerosotan, dapat dipulihkan di hari Idul Fitri. Gerbang kebajikan terbuka sebagai titik kulminasi pencarian jati diri terhadap sifat-sifat kemanusiaan sejati, kemudian dijadikan gerbang menuju kehidupan bermasyarakat yang beretika dan penuh santun. Idul Fitri sepantasnya disambut dan dirayakan sebagai wujud rasa syukur kepada Sang Pencipta, karena telah mampu melewati masa ujian sebulan penuh berpuasa.

       Mudik Lebaran tidak boleh hanya dimaknai sekadar saling memberi maaf, tetapi juga memberikan pesan moral untuk merdeka dari kenistaan dan jebakan koruptif. Setiap manusia pada dasarnya memiliki kemerdekaan dan hak yang sama untuk memilih kehidupannya, sehingga Idul Fitri juga mesti dimaknai sebagai momentum untuk melepaskan diri dari belenggu pembodohan dan keterbelakangan. Lebaran di kampung harus memancarkan cinta kasih (mahabbah) sebagai landasan pemuliaan kemanusiaan. Cinta kasih dalam bingkai Aqidah Islam yang juga merupakan dasar pengembangan tradisi mudik lebaran, setidaknya akan lebih memperkuat persaudaraan antarmanusia.

       Semangat itulah yang harus terpatri dalam perjalanan mudik, dalam bersilaturahim, kemudian kembali lagi ke kota asal setelah prosesi lebaran selesai bersama keluarga dan handai tolan. Dalam beragam format relasi sosial, mudik lebaran dan silaturahim harus senantiasa dinikmati, lantaran membawa perasaan nyaman dan getaran persaudaraan yang tiada tara. Idul fitri harus betul-betul mengembalikan kesucian manusia yang lulus ujian selama sebulan berpuasa. Se­lamat Idul Fitri 1437-H, mo­hon maaf lahir-batin.(*)

Makassar, 3 Juli 2016

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik marwan mas lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler