x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Shams Tabrizi, Guru Rumi yang Raib

Shamsuddin dari Tabrizi, guru Rumi, hilang misterius dengan meninggalkan kearifan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Suatu hari, di Konya (kini terletak Turki bagian selatan), Jalaluddin Rumi tengah membaca di antara tumpukan buku. Sembari berlalu di dekatnya, Shamsuddin Tabrizi bertanya kepada Rumi: “Apa yang kamu kerjakan?” Rumi menjawab: “Sesuatu yang tidak dapat kamu pahami.”

Mendengar jawaban Rumi, Shams melemparkan buku-buku Rumi ke dalam kolam. Rumi bergerak cepat untuk menyelamatkan buku-bukunya, tapi alangkah terkejut ia mendapati buku-buku itu tetap kering. Rumi bertanya kepada Shams: “Mengapa bisa?” Shams menjawab: “Ini tidak dapat kamu pahami.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Itulah salah satu versi yang diceritakan perihal pertemuan Rumi dan Shams, pada tahun 1244, dan sejak itu Rumi belajar kepada Shams. Meski sudah dikenal sebagai guru yang hebat, Rumi merasa terkesan oleh Shams dan selama tiga tahun berikutnya ia belajar kepada Shams. Mereka berpisah ketika Shams tiba-tiba menghilang—hingga kini tak diketahui pasti apakah ia terbunuh atau hilang karena sebab lain.

Mendengar rumor bahwa Shams pergi ke Damaskus, Rumi menyusulnya namun tidak menemukan jejak apapun tentang gurunya. Ada pula yang menyebutkan, Shams pergi ke Khoy dan meninggal di sana. Shams memang kerap bepergian dari satu tempat ke tempat lain dan berjualan ikat pinggang hasil tenunannya. Ia dijuluki sebagai ‘Burung’ karena mampu berpindah kota dengan sangat cepat.

Saat bertemu Rumi, Shams berusia 60an tahun. Sebagai empu dalam keruhanian ia tengah mencari murid yang tepat untuk mewarisi pengetahuannya. Ia memilih Rumi, yang sebelumnya sudah ia ketahui bakatnya ketika masih berusia 21 tahun. Namun Shams menganggap Rumi muda belum siap dan ia menunggu hingga 16 tahun untuk menjadikan Rumi muridnya.

Karena kecintaannya kepada sang guru, Rumi mengumpulkan sajak-sajak Shams hingga sejumlah 40 ribu baris. Orang banyak menyebut karya ini Diwan-i Shams-i Tabrizi (Karya Shams dari Tabrizi). Shams disebut-sebut juga menulis prosa, Maqalat-i Shams-i Tabrizi (Wacana Shams dari Tabrizi). Kabarnya, karya ini ditulis pada tahun-tahun akhir kehidupan Shams.

Shams menulis: “Kesenangan itu layaknya air jernih dan murni, kemanapun mengalir, bunga-bunga menakjubkan pun tumbuh... Kesedihan itu bagaikan banjir hitam, kemanapun mengalir bunga-bunga akan layu..” “Pria yang baik tak akan mengeluh, ia juga tak mencari-cari kesalahan.”

Shams juga dinisbatkan atas kearifan ini: “Jalan menuju Kebenaran adalah pekerjaan hati, bukan kepala. Jadikanlah hatimu pemandu yang utama! Bukan pikiranmu. Jumpai, tantang, dan akhirnya kuasai nafsumu dengan hati. Mengenali egomu akan membawamu kepada pengetahuan tentang Tuhan.”

Shams juga dinisbatkan atas kearifan ini: “Kesepian dan kesendirian adalah dua hal yang berbeda. Ketika kamu kesepian, mudah untuk menipu diri sendiri dan percaya bahwa kamu berada di jalan yang benar. Kesendirian lebih baik bagi kita, karena itu berarti sendirian tanpa merasa kesepian. Tapi, akhirnya, yang terbaik adalah menemukan seseorang yang akan menjadi cermin dirimu. Ingatlah, hanya dalam hati orang lain kamu benar-benar dapat melihat dirimu dan kehadiran Tuhan dalam dirimu.” (Makam yang dianggap sebagai makam Shams Tabrizi) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB