x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Memungut Kearifan dari The Godfather

Nasihat dan kearifan dapat diambil dari manapun.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Di sebuah tempat, baru-baru ini, pandangan mata saya tertumbuk pada sebuah poster yang menempel di kaca ruang tunggu. Perhatian saya seketika tersita oleh kata-kata yang tertulis di situ. Salah satunya: “Kesalahan? Bagiku, itu pelajaran.” Gambar wajah yang terpampang di poster itu terasa tak asing bagi saya. Ya, itu wajah Marlon Brando dalam perannya sebagai Don Vito Corleone di film The Godfather yang disutradarai dengan cemerlang oleh Francis Ford Copolla.

Sembari menonton kembali film yang diangkat dari novel mashur Mario Puzo itu, saya berusaha memunguti frasa-frasa yang mengusik, yang diucapkan pemerannya. Kalimat bernas bertebaran dan menginspirasi siapapun yang mau menyerapnya. “Saya akan memberinya tawaran yang tak bisa ia tolak,” kata Don Vito Corleone (Brando) adalah frasa yang tepat bagi mereka yang kukuh dalam berunding, dalam bisnis, dalam politik, atau soal lain.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagi mereka yang ingin jadi pemimpin, dalam lapangan apapun, barangkali dapat mengambil ilham dari frasa lain dalam The Godfather. Bunyinya: “Manusia hebat bukan dilahirkan hebat, mereka tumbuh menjadi hebat...” Orang-orang yang memelajari manajemen dan kepemimpinan tahu persis bahwa pemimpin hebat bukan dilahirkan, tapi dibentuk, membentuk diri, ditempa, menempa diri.

Don Michael Corleone, yang diperankan oleh Al Pacino dalam Godfather III, memberi nasihat: “Jangan pernah membenci musuhmu. Itu akan memengaruhi penilaianmu.” Ini mengingatan saya kepada ungkapan arif lainnya yang jauh lebih lama: “Janganlah kebencian membuatmu tak mampu berlaku adil.”

Tapi Don Michael mengatakan dalam konteks siasat, yakni jangan sampai kebencian membuatmu meremehkan lawanmu sehingga kamu salah memperhitungkan. Masih dalam konteks siasat, inilah frasa yang barangkali menginspirasi: “Jangan pernah biarkan siapapun tahu apa yang kamu pikirkan.” Juga: “Jagalah temanmu tetap dekat, dan musuhmu lebih dekat lagi.” Lebih dekat membuatmu lebih mengenal siapa musuhmu dan memudahkanmu mengawasinya.

Karya Mario Puzo ini juga kaya dengan frasa yang berbunyi seperti ini: “Teman akan selalu meremehkan kebajikanmu dan musuh melebih-lebihkan kesalahanmu.” Inilah paradoks menyedihkan yang kita jumpai di dunia nyata. Sebuah kebaikan sering kali tampak lebih kecil di mata teman, sebab ia menginginkan lebih. Sebuah kesalahan menjadi tampak besar di mata musuh, sebab ia menghendaki pembalasan.

Seperti juga: “Waktu mengikis rasa syukur lebih cepat ketimbang yang dilakukannya terhadap kecantikan.” Rasa syukur lebih cepat pudar, bahkan lebih cepat dibandingkan pudarnya kecantikan. Hari ini kita memperoleh berkah, esok hari kita sudah lupa. Rasa syukur begitu cepat menguap.

The Godfather, yang filmnya tak membosankan untuk ditonton dan novelnya tak menjemukan untuk dibaca, menawarkan kearifan. Ya, bahkan di lorong-lorong gelap pun kita dapat memungut hikmah. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler