x

Imam Fethullah Gulen. AP

Iklan

Smith Alhadar

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Degulenisasi, Erdoganisme, dan Terorisme ~ Smith Alhadar

Para pelaku kudeta beralasan Presiden Erdogan dan AKP telah melanggar prinsip-prinsip sekuler negara Turki modern.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kudeta di Turki cukup mengejutkan, terutama karena relatif tidak ada prakondisi bagi upaya mengambil kekuasaan secara paksa oleh militer sebagaimana yang terjadi pada 1960, 1971, 1980, dan 1997. Dalam kudeta-kudeta sebelumnya, militer sebagai pengawas dan wasit bagi jalannya pemerintahan mengambil alih kekuasaan ketika pemerintahan dinilai tidak becus menjalankan pemerintahan atau menabrak ideologi ultrasekuler negara.

Pemerintah Turki cukup stabil secara politik dan ekonomi serta terus tumbuh secara konsisten sejak 2002 atau sejak pemerintahan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pimpinan Recep Tayyip Erdogan berkuasa. Pemilihan umum demokratis pun baru dilakukan pada November tahun lalu dan AKP meraup kursi mayoritas di parlemen, yang akan menjamin stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi lebih lanjut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Para pelaku kudeta beralasan Presiden Erdogan dan AKP telah melanggar prinsip-prinsip sekuler negara Turki modern. Tapi alasan itu tidak cukup valid. AKP pro-AS dan pro-Uni Eropa gigih mempertahankan konstitusi sekuler. Partai yang didirikan pada 2001 ini merupakan fusi dari berbagai partai dan kelompok: Islamis, Islamis reformis, nasionalis, konservatif, liberal, kanan tengah, dan pro-bisnis.

Kuat dugaan kudeta itu berkaitan dengan rencana sidang Dewan Tinggi Militer yang akan berlangsung pada 1 Agustus mendatang. Dalam sidang itu diagendakan pembersihan terhadap eselon tinggi militer yang terkait dengan ulama sufi berpengaruh, Fethullah Gulen. Agenda sidang Dewan bocor, sehingga para petinggi militer yang akan terkena degulenisasi mengambil prakarsa kudeta.

Baca juga:

5 Alasan Pokemon Go Jadi Alat Konspirasi CIA

Baiklah, Ekonomi Turki Memang Bagus, tapi...

Erdogan, Bung Karno, dan Mitologi Naga Dunia Tengah

Tidak Gentar Memerangi Korupsi

Harus Diakui Level Jonru Memang Jauh di Atas Para Haters

Segera setelah kudeta yang gagal itu pemerintah menahan ribuan tentara, polisi, jaksa, dan hakim serta memberhentikan 34 gubernur serta ribuan polisi. Mereka yang ditahan ini dituduh sebagai pengikut Gulen, musuh Erdogan. Kuat dugaan degulenisasi ini akan diikuti Erdoganisme secara lebih mendalam. Erdogan akan mengisi posisi-posisi strategis di tubuh tentara, kehakiman, dan kejaksaan dengan orang-orang yang loyal kepadanya.

Tanpa itu pun sebenarnya Erdogan sudah sangat berkuasa di Turki. Sejak Mei, misalnya, Erdogan telah berhasil menempatkan para loyalisnya di kabinet, sekaligus menyingkirkan lawan-lawan politiknya dalam jumlah terbesar sepanjang sejarah Turki modern.

Diduga Erdogan juga akan menggerogoti dunia pers, terutama terhadap mereka yang kritis terhadapnya. Hal itu sudah ada presedennya. Pada 6 Mei lalu, misalnya, pengadilan pidana Kota Istanbul menjatuhkan vonis penjara terhadap pemimpin redaksi harian Cumhuriyet, Can Dundar, serta Kepala Biro Cumhuriyet di Ankara, Erdem Gul, karena menyebarkan berita dan gambar tentang tindakan dinas intelijen Turki menyuplai senjata ke milisi Islamis di Suriah. Pengadilan menuduh pemberitaan itu membahayakan keamanan negara dan merupakan bagian dari aktivis mata-mata.

Hubungan pemerintah-pers memang tegang sejak Turki mendeklarasikan perang ganda terhadap Partai Pekerja Kurdistan (PKK) dan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mulai Juli 2015. Pemerintah Turki tidak segan-segan memberangus media atau menangkap wartawan yang mengkritik intervensi Turki di Suriah atau media itu cenderung pro-PKK atau Gulen. Senasib dengan Cumhuriyet adalah dua media oposisi lainnya, yaitu kelompok industri media Zaman dan kantor berita Caihan yang pro-Gulen.

Bagaimanapun, penangkapan terhadap ribuan tentara dan polisi akan melemahkan aparat keamanan dalam menanggulangi terorisme, baik yang dilancarkan PKK maupun ISIS. Karena itu, diharapkan pemerintah tidak main hantam kromo terhadap tentara hanya berdasarkan kecurigaan dan segera memulihkan kepercayaan diri tentara agar pemerintah tidak menghadapi masalah keamanan yang lebih besar. Pemerintahan Erdogan juga diharapkan menghormati hak asasi manusia dan tidak memanfaatkan kudeta gagal ini untuk kepentingan kelompoknya. Kalau tidak, Turki kembali akan menghadapi instabilitas politik dan keterpurukan ekonomi yang justru akan menjadi bumerang bagi pemerintahan Erdogan sendiri.

Smith Alhadar, Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education

*) Artikel ini terbit di Koran Tempo edisi Rabu, 20 Juli 2016

Ikuti tulisan menarik Smith Alhadar lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler