x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Novel Tak Berujung

Naskah Crichton terbit setelah diselesaikan oleh penulis lain, tapi naskah Dickens dan Styron tak kunjung tuntas.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sejumlah pendongeng wafat dengan meninggalkan naskah yang belum usai ditulis. Mendiang Michael Crichton, maestro techno-thriller, menyimpan dua naskah saat ia meninggal pada 2008. Tentu saja, banyak penerbit sangat berminat untuk mencetak kedua manuskrip ini. Crichton adalah jaminan kelarisan. Pertanyaannya: bagaimana mewujudkannya?

Setelah satu naskah berhasil diterbitkan pada 2009, dengan judul Pirate Latitudes, keluarga Crichton dan penerbit HarperCollins mencari orang yang tepat untuk menyelesaikan naskah lain yang sudah dimulai oleh Crichton. Terpilihlah Richard Preston. Ketika terbit dengan judul Micro, nama Preston—yang mengerjakan dua pertiga naskah—dicantumkan pula di sampul buku beserta nama Crichton.

Kendati para pembaca berbeda pendapat tentang apakah gaya Crichton benar-benar mewarnai Micro atau tidak, pada akhirnya Micro terbit sebagai karya utuh. Meskipun pula, orang berdebat apakah Crichton akan menyelesaikan novelnya seperti yang dilakukan Preston atau punya pilihan lain.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pembaca, hingga kini, belum dapat menikmati hal serupa pada salah satu karya Charles Dickens. The Mystery of Edwin Drood belum usai ketika pengarang Inggris itu meninggal, 1870. Pembaca tak pernah tahu apa yang terjadi pada tokoh utamanya yang hilang: mati, diculik, atau mengembara ke dunia antah berantah? Edwin Drood tak diketahui nasibnya. Tetap misterius.

Naskah Dickens itu terbit apa adanya. Barangkali karena inilah banyak orang terinspirasi untuk mengangkatnya ke pentas teater musikal oleh Rupert Holmes atau ke layar lebar, seperti dikerjakan oleh Stuart Walker (1935). Bahkan, pada 2012, John Lunn menjadikannya serial televisi. Barangkali, hilangnya Edwin Drood akan dibiarkan tak terjawab karena misteri dianggap lebih menarik ketimbang yang terang benderang.

Lain lagi cerita William Styron. Dalam tahun-tahun terakhir kehidupannya, Styron berusaha mengulang keberhasilan dua karyanya, The Confessions of Nat Turner dan Sophie’s Choice. Sudah 13 tahun sejak kumpulan tiga ceritanya terbit pada 1993, Styron belum menerbitkan buku lagi. Karena itu, ia berusaha keras menyelesaikan naskah The Way of the Warrior. Ia menghabiskan banyak waktu dan pikiran untuk membuat tiga draf, sayangnya tidak juga selesai.

Naskah terakhirnya membuat Styron nyaris frustrasi. Usianya mendekati 60 ketika itu dan ia hampir saja melakukan bunuh diri, tapi ia mampu mengatasi situasi terakhirnya hingga ia dibawa ke Yale-New Haven Hospital. Ketika akhirnya Styron meninggal pada 2006 karena pneumonia, novel yang didasarkan pengalamannya sebagai marinir pada Perang Dunia II dan Perang Korea itu belum lagi selesai. Ia berhasil menulis sepanjang 300 halaman.

Alexandra mengenang ayahnya, William Styron, dalam buku setebal 285 halaman. Judulnya: Reading My Father: A Memoir. (foto: wikipedia)**

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu