x

Markus Haluk, aktivis ULMWP, di Wamena, Papua Barat, saat wawancara dengan Tempo. TEMPO/Maria Rita

Iklan

Neles Tebay

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pertarungan Indonesia Versus Papua ~ Neles Tebay

Masalah Papua merembet hingga ke luar negeri karena OPM telah berhasil melakukan transformasi diri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kala Papua Jadi Isu Internasional

Perlawanan pemerintah terhadap orang Papua, terutama yang berafiliasi dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM), kini berubah menjadi pertarungan. Pertarungan terakhir berlangsung di Honiara, Solomon Islands, 14 Juli 2016, dalam pertemuan pemimpin negara-negara Melanesia yang tergabung dalam Melanesian Spearhead Group (MSG). MSG merupakan sebuah kelompok sub-regional Pasifik yang terdiri atas negara-negara Melanesia, yakni Papua Nugini, Solomon Islands, Fiji, dan masyarakat Kanaky di Kaledonia Baru yang diwakili oleh FNKLS (Kanak and Socialist National Liberation Front).

Dalam pertemuan tersebut, mereka membahas proposal keanggotaan penuh yang diajukan OPM melalui United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Keputusannya, MSG menunda pembahasannya hingga pertemuan berikutnya yang akan diadakan pada September 2016 di Port Villa, Vanuatu.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan memandang penundaan ini sebagai suatu kemenangan diplomasi Indonesia dan kekalahan bagi ULMWP. Meski demikian, kemenangan ini bukan merupakan akhir dari pertarungan antara pemerintah dan ULMWP. Ini hanyalah kemenangan satu babak. Masih ada pertarungan lanjutan yang perlu diantisipasi pemerintah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Masalah Papua merembet hingga ke luar negeri karena OPM telah berhasil melakukan transformasi diri. OPM, yang dulunya terpecah-pecah dalam berbagai faksi perlawanan, kini sudah bersatu dalam satu wadah. Proses pembaruan tubuh OPM dilakukan melalui pertemuan-pertemuan internal yang dihadiri oleh wakil-wakil dari berbagai faksi perlawanan Papua. Pertemuan-pertemuan tersebut memungkinkan mereka saling mengenal dan memahami dengan lebih baik.

Pada tahap akhir dari proses ini diadakan sebuah pertemuan rekonsiliasi di Vanuatu, Desember 2014. Dalam pertemuan ini, faksi-faksi OPM menyepakati tujuan bersama dan aksi-aksi perjuangannya. Mereka juga berhasil melahirkan wadah persatuan baru yang disebut ULMWP, yang berperan sebagai wadah koordinasi kegiatan internal di tanah Papua ataupun di luar negeri dan representasi OPM dalam berkomunikasi dengan berbagai pihak. Kehadiran ULMWP mendapatkan dukungan kuat dari rakyat Papua di Provinsi Papua dan Papua Barat, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang bergerilya di hutan Papua, dan orang-orang Papua di luar negeri.

Dengan terbentuknya ULMWP, OPM tampak semakin solid dan kegiatannya terkoordinasi secara rapi. OPM kini tampil dalam bentuk yang baru dan dengan gaya dan semangat baru dengan dukungan dari media sosial. OPM mengedepankan jalan diplomasi dan tidak mengandalkan jalan kekerasan, seperti penembakan, dalam memperjuangkan cita-citanya.

Sejak lahirnya ULMWP, arena pertarungan sudah bergeser ke luar negeri. Pembahasan masalah Papua di MSG merupakan suatu indikasi dari terjadinya eksternalisasi masalah Papua. Sekalipun belum berumur dua tahun, ULMWP sudah berhasil menjadikan persoalan Papua sebagai masalah keluarga Melanesia. ULMWP mendapatkan dukungan luar biasa dari masyarakat Melanesia di semua negara anggota MSG. Pada 2015, ULMWP berhasil mendapatkan pengakuan politik di luar negeri, terutama di Pasifik, lantaran diterima sebagai anggota pengamat pada MSG.

Masalah Papua kini bukan lagi urusan domestik Indonesia, melainkan telah berkembang menjadi persoalan Melanesia. Akibatnya, pemerintah harus bekerja keras meyakinkan para pemimpin negara-negara Melanesia. Untuk sementara, pemerintah telah berhasil mendapatkan dukungan dari pemerintah Papua Nugini dan Fiji berkat bantuan dan kerja sama ekonomi. Kita belum tahu, berapa lama kedua negara itu akan mendukung Indonesia. Yang jelas, Indonesia dan ULMWP akan bertarung lagi pada pertemuan MSG yang akan diadakan pada September nanti.

ULMWP juga membawa isu Papua ke negara-negara Pasifik lainnya, sehingga para pemimpin dari 26 negara Pasifik mengagendakan dan membahas masalah Papua dalam pertemuan Pasifik Island Forum (PIF) 2015 di Port Moresby, Papua Nugini. Dalam pertemuan itu, masalah Papua sudah ditetapkan sebagai salah satu agenda utama yang akan dibahas para kepala negara di Pasifik. Dengan demikian, Indonesia dan ULMWP akan bertarung lagi pada pertemuan PIF 2016.

Masih banyak babak pertarungan yang akan dihadapi pemerintah karena ULMWP akan terus membawa masalah Papua ke berbagai negara dan forum internasional. Apabila tidak dicegah secara tepat, bukan tidak mungkin masalah Papua dapat berkembang menjadi isu internasional dan Indonesia akan diadili di berbagai forum regional dan internasional.

Pemerintah tidak perlu terpancing, apalagi diseret ke berbagai forum internasional. Selain melancarkan diplomasi ofensif, pemerintah justru perlu memfokuskan perhatian pada penanganan masalah-masalah yang menyebabkan konflik pemerintah dengan Papua selama lebih dari lima dekade.

Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2008) telah mengidentifikasi empat masalah utama yang melatarbelakangi konflik Papua. Keempat masalah tersebut adalah (1) kegagalan pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan, dan infrastruktur; (2) diskriminasi dan marginalisasi terhadap orang asli Papua; (3) kekerasan negara terhadap orang Papua yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak-hak asasi manusia; serta (4) perbedaan tafsiran mengenai sejarah integrasi Papua ke dalam Republik Indonesia.

Keempat masalah tersebut perlu diatasi secara bersamaan. Pemerintah perlu merumuskan suatu format kebijakan tentang bagaimana keempat masalah pokok itu akan diatasi dan peranan dari Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Papua Barat serta semua kementerian dan lembaga di Jakarta. Tentu, pemerintah perlu melibatkan semua pemangku kepentingan, baik di Jakarta maupun di Papua, termasuk ULMWP, dalam membahas format kebijakan tersebut. Keterlibatan ULMWP ini mengakhiri seluruh pertarungan karena pemerintah dan ULMWP secara bersama membahas tentang pembangunan dan perdamaian di tanah Papua.

NELES TEBAY, Koordinator Jaringan Damai Papua

*) Artikel ini terbit di Koran Tempo edisi 27 Juli 2016

Ikuti tulisan menarik Neles Tebay lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler