x

Iklan

Anazkia Aja

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Terlalu Banyak Orang Baik di Negeri Ini

Melihat sisa longsor di Anyer-banten

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Waktu menunjukkan pukul tiga petang lewat. Jalanan kecil ini macet. Ini bukan di Jakarta tentu saja. Ini di sebuah kampung, Jaha namanya. Tikungan ini sesak, lalu lalang kendaraan melebihi kapasitas. Jalanan kecil ini menuju Kampung Garung, Kecamatan Anyer, Kabupaten Serang-Banten. Kampung Garung, merupakan salah satu desa yang terkena bencana longsor dan banjir bandang pada 24 Juli dini hari. Kak Magda, dengan sangat hati-hati menepikan mobilnya. Tak ada orang marah-marah di sini, tak ada bunyi klakson bersahut-sahutan. Masing-masing sadar dan cukup tahu diri untuk menyingkir, memberikan celah jalan. 

 

Macet

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Lalu lalang mobil dan motor yang berjalan perlahan ini membuat saya dapat mengenali beberapa orang yang ada di dalam kendaraan. Beruntun, beriringan sebagian besar besar adalah teman-teman komunitas yang saya kenali. Meski mereka tak melihat saya :D. Mereka, baru saja turun dari Kampung Garung, mungkin saja, mereka tidak mau terjebak gelap karena hari sudah mulai petang.

 

Mobil Cholis, sampai lebih dulu di atas. Sementara dua mobil yang dikendarai oleh Kak Magda dan Wawan terpaksa diparkirkan di Kampung Jaha, karena tidak bisa melewati medan menuju Kampung Garung. Terlalu riskan, dengan jalanan yang tidak bersahabat. Mobil Cholis dipenuhi barang-barang donasi dan orang semuat-muatnya, sebanyak lima orang termasuk Cholis yang menyetir. Dua orang, Fairuz dan Rizki meminjam motor temannya yang ada di Kampung Jaha. Tinggallah lima orang termasuk saya. Sedianya, kami akan jalan kaki, sampai kemudian nanti dijemput oleh mereka yang sampai lebih dulu. Tapi, mobil Cholis masih muat satu orang lagi, saya diminta turut serta. Akhirnya, hanya 4 oranglah yang jalan kaki, Kak Magda, Swa, Septi dan Rahmat.

 

Sampai di atas, kami masih bertemu dengan banyak mobil yang hendak turun. Juga, iring-iringan motor yang baru saja melaksanakan trauma healing. Riak wajah mereka sangat gembira. Bahkan, salah satu teman sempat menghentikan motornya menyalami kami yang bersesak di dalam mobil, antara barang-barang donasi dan manusia. Kang Koelit, founder Komunitas Relawan Banten (KRB) baru saja usai mengadakan trauma healing bersama dengan belasan relawannya. 

 

Melewati jalanan yang lebih sempit lagi, sesama pengguna jalan lebih berhati-hati mengendarai kendaraannya. Beberapa orang, berbaik hati di tepi jalan menjadi juru parkir tak berbayar. Dengan murah hati memberikan arahan, mana yang sebaiknya lewat lebih dahulu, dan mana yang berhenti menunggu. Ada banyak RT di Kampung Garung yang kami lewati. Kata Cholis, kami akan menuju Kampung Garung yang paling ujung, RT 4. Tumpukan donasi terlihat di berbagai posko, kerumunan orang-orang baik korban, relawan mau pun donatur terlihat di setiap posko. Sapaan untuk lebih berhati-hati di jalan, selalu kami dapat dari banyak orang. Pandangan seperti itu ditemui sampai kami tiba di Kampung Garung. 

 

Kembali, kami menemukan kesulitan ketika parkir saat sampai di RT 4. Tapi, lagi-lagi tangan-tangan baik hati itu selalu datang memberikan arahan. Bergantian, akhirnya kami bisa parkir dengan selamat. Pun orang-orang yang hendak keluar pun bisa melewatinya. Satu mobil avanza (eh, lupa kijang apa avanza :D) berisi satu keluarga terlihat sibuk menurunkan barang-barang donasi. 

 

Masih di kampung Jaha, jalanan lengang

 

 

Cholis menjemput Kang Muhib dan relawannya untuk mengangkut barang-barang. Sebagian lagi membawa motor untuk menjemput teman-teman yang jalan kaki. Sampai di Kampung Garung RT 4, sisa-sisa longsor masih menjadi pemandangan. Sudah berlalu seminggu, keadaan sekitar semakin membaik. Kayu-kayu yang tercerabut dari akarnya, batu-batu yang berhamparan bermacam ukurannya. Sebuah masjid yang separuhnya sudah tiada, juga serakan rumah yang tak bersisa bangunannya, kecuali sisa-sisa kursi yang berserak dan perabotan lainnya.

 

Sebuah posko darurat dibuat. Salah satunya, dari sebuah provider. Menurut salah satu warga, posko darurat ini dibuat belum lama. Atas inisiatif warga juga relawan. Tak tergambar duka di wajahnya ketika ia bercerita. Ada semangat di balik ceritanya. Semangat untuk tak meratapi musibah yang menimpa. Ah! Sayangnya, hari sudah semakin petang, kami tak sempat berbincang panjang. Kami terpaksa pamit dan berjanji kalau minggu selanjutnya akan datang kembali. Meski terlihat berat melepas kami, tapi alasan petang di jalan dapat diterima. 

 

Kami berjalan beriringan, menuju parkiran. Hari sudah semakin gelap, suara adzan maghrib berkumandang bersahutan dari beberapa masjid. "Shalat di bawah aja nanti." Kata yang lain mengingatkan. Mobil Cholis diisi 11 orang. Muat. Tapi sepanjang jalan menuju Kampung Jaha diselimuti rasa takut. Alhamdulillah, kami sampai di bawah dengan selamat. Betapa, hari itu mempelajari banyak hal.... Tentang musibah yang tak pernah diminta, tentang kemarahan alam karena keserakahan manusia juga, tentang kebaikan-kebaikan yang tak pernah dipinta, tapi ia ada. Betapa, negeri ini banyak dihuni oleh orang-orang baik dan juga murah hati.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Anazkia Aja lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler