x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Michael Phelps, Juara yang Menaklukkan Diri Sendiri

Juara adalah orang yang mampu menaklukkan dirinya sendiri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Michael Phelps memang layak disebut legenda hidup Olimpiade. Sebanyak 22 medali emas sudah ia koleksi sejak mengikuti Olimpiade tahun 2000—dan masih mungkin bertambah di Rio de Janeiro saat ini. Phelps juga satu-satunya perenang yang mengumpulkan 4 medali emas untuk nomor 200 meter gaya ganti perorangan putra dalam empat Olimpiade secara berturut-turut. Phelps juga satu-satunya atlet yang mampu meraih 8 medali emas dalam satu perhelatan Olimpiade.

Kendati prestasinya tergolong sangat hebat, Phelps bukan tak pernah mengalami saat-saat getir ketika medali emas lepas dari tangannya dengan perbedaan waktu hanya 0,05 detik. Peristiwa itu terjadi dalam Olimpiade musim panas tahun 2012 di London saat Phelps bertarung di final 200 meter gaya kupu-kupu putra. Hingga 10 meter terakhir menjelang finis, Phelps masih mengungguli kompetitornya. Tiba-tiba saja, Chad le Clos, perenang Afrika Selatan, menyalip Phelps dan menyentuh lantai finis 5 per seratus detik lebih cepat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meskipun dihadapkan pada kenyataan pahit, Phelps mengakui kecerdikan le Clos yang tiba-tiba memompa kekuatannya. Ketika itu Phelps kalah, tapi kekalahan ini tidak menjadikan prestasinya tidak berharga. Ia tetap layak memperoleh apresiasi atas segala proses yang sudah ia jalani. Apa yang berlangsung di arena renang adalah hasil latihan yang memakan waktu lama, memerlukan fokus terus-menerus, memeras keringat, menyedot pikiran, dan menaik-turunkan emosi.

(Update: dalam pertandingan nomor 100 meter gaya kupu-kupu putra, 13 Agustus 2016, Sabtu pagi WIB, Phelps serta le Clos dan perenang Hungaria Laszlo Cseh bersama-sama meraih medali perak. Mereka bertiga mencatat waktu yang sama, 51, 14 detik atau tertinggal 0,35 detik dari peraih medali emas, Joseph Schooling dari Singapura yang mencatatkan waktu 50,39 detik. Schooling memecahkan rekor Olimpiade 50,58 detik yang diciptakan Phelps delapan tahun yang lalu di Olimpiade Beijing)

Jalan menjadi juara adalah tantangan yang sukar, sehingga tak mudah bagi kebanyakan atlet yang ‘kalah’ untuk menerima kenyataan pahit. Para atlet merasa sudah berlatih keras, penuh disiplin, mengorbankan berbagai kesenangan, sehingga kekalahan dalam satu pertandingan terasa sangat menyesakkan dada. Peluang menjadi juara sirna seketika.

Mereka yang bermental juara, pada akhirnya, akan menerima kekalahan sebagai pengakuan bahwa kompetitornya lebih unggul—mereka lebih cerdik, lebih giat berlatih, dst. Meski begitu, sebagaimana spirit Olimpiade, lawan para juara bukanlah atlet lain, melainkan keterbatasan diri sendiri. Keterbasan itu adalah kemalasan untuk berlatih, perasaan lekas puas, keraguan terhadap potensinya sendiri, ataupun takut kalah dalam kompetisi.

Mereka yang meraih medali adalah atlet-atlet yang telah mampu mengatasi keterbatasan dirinya, mengeksporasi keunggulan potensinya, dan menguasai letupan-letupan emosinya. Amarah dan kekecewaan yang berlebihan berpotensi menjadi rintangan yang menyulitkan siapapun untuk melangkah.

Pengalaman meningkatkan potensi diri dari hari ke hari, berlatih dengan penuh fokus dan disiplin, menahan diri dari kesenangan, adalah kemenangan yang sesungguhnya. Sang pemenang adalah orang-orang yang tidak takut kalah sebab ia bertanding bukan untuk mengalahkan orang lain, tetapi menaklukkan dirinya sendiri. (sumber foto: tempo/afp) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler