x

Ilustrasi Kemiskinan Jakarta. Ed Wray/Getty Images

Iklan

misbahul munir

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kemiskinan, Ketimpangan, dan Pedesaan

Pembangunan mestinya tidak hanya berpusat pada wilayah perkotaan saja, melainkan juga bisa merambah pada wilayah pedesaan juga.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kemiskinan masih menjadi masalah klasik bagi bangsa Indonesia. Jika kita melakukan perjalanan menyusuri negeri ini, maka sangat mudah kita mendapati kantung-kantung kemiskinan, di kanan dan kiri jalan. Keadaan demikian bisa kita temui hampir diseluruh wilayah negeri ini. Tidak hanya di pedesaan atau daerah tertinggal saja, melainkan kamiskinan juga bisa dengan mudah kita temui di perkotaan. Lihat saja kondisi ibu kota negara kita saat ini, kita bisa menemui pemandangan kemiskinan dan kekayaan yang tampak begitu kontras. Ada gedung menjulang tinggi mencakar langit, tapi di sampingnya ada gubuk reog tidak layak huni milik masyarakat miskin ibu kota.

Narasi tersebut mengkonfirmasi bahwa pendudukdi negeri ini masih belum bisa dikatakan sebagai penduduk yang sejahtera. Bahkan mungkin masih jauh dari kategori sejahtera. Memang tidak semua penduduk kita terkena penyakit kemiskinan. Bahkan tidak sedikit juga dari penduduk kita yang bisa dikategorikan sebagai penduduk yang sejahtera. Namun, di antara kedua kondisi dimaksud terdapat lubang ketimpangan yang menganga cukup lebar. Ketimpangan merupakan jarak perbedaan antara penduduk kaya dan penduduk miskin. Kondisi negara kita hari ini, antara penduduk kaya dan penduduk miskin memiliki angka ketimpangan yang cukup tinggi. Meminjam istilahnya Bang Haji Roma Irama, mengenai keadaan tersebut, kata beliau yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.

Pada Maret 2016 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur menggunakan gini rasio mencatat ketimpangan Indonesia sebesar 0,379 persen. Keadaan ini lebih baik jika dibandingkan dengan tahun lalu, pada Maret 2015 dengan angka gini rasio sebesar 0,408 persen dan pada September 2015 sebesar 0,402 persen. Jika kita mencermati angka ketimpangan tersebut, pada tahun 2016 ini Indonesia mengalami perbaikian pemerataan pendapatan. Dalam perhitungan ketimpangan rasio gini, ketimpangan diukur mulai dari angka nol sampai angka satu. Nilai nol menunjukkan keadaan tidak ada ketimpangan sama sekali, dan angka satu menunjukkan keadaan ketimpangan secara menyeluruh. Semakin mendekati angka satu, ketimpangan akan semakin tinggi.

Walau pada tahun 2016 angka ketimpangan Indonesia mengalami perbaikan, namun jumlah penduduk miskin di Indonesia masih tinggi. Bahkan, penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan mencapai 28,01 juta, atau sepuluh persennya dari jumlah total penduduk Indonesia secara keseluruhan. Angka tersebut masih sangat tinggi bukan. Hampir 30 juta penduduk di negeri ini hidup dalam lilitan kemiskinan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penduduk miskin lebih banyak tinggal di pedesaan dibandingkan dengan perkotaan. Hal ini terjadi lantaran sarana-prasarana dan fasilitas kegiatan perekonomian di perkotaan jauh lebih baik dari pada di pedesaan. Selain itu juga dengan fasilitas umum yang disediakan oleh pemerintah seperti pendidikan, kesehatan dan jalan raya, yang juga tetap masih unggul di perkotaan. BPS pada Maret 2015 lalu mencatat jumlah penduduk miskin yang tinggal di pedesaan mencapai angka 17,94 juta atau 14,21 persen dari jumlah total penduduk Indonesia. Kemudian mengalami penurunan pada September 2015 berada pada 14,09 persen, namun pada Maret 2016 naik sebesar 0,02 persen menjadi 14, 11 persen.

Sedangkan penduduk miskin yang hidup di perkotaan, pada Maret 2015 silam mencapai angka 10,65 juta jiwa, atau hampir separuh dari jumlah total penduduk miskin pedesaan pada periode yang sama. Perbandingan yang menunjukkan perbedaan yang cukup jauh mengenai keadaan kemiskinan di perdesaan dan perkotaan. Maka dari itu, untuk ke depannya pemerintah mesti harus lebih serius lagi dalam menangani masalah kemiskinan, utamanya di pedesaan.

Serangkaian data mengenai kemiskinan dan ketimpangan di atas bisa dijadikan seagai acuan dalam melakukan pembangunan di negeri ini. Pembangunan mestinya tidak hanya berpusat pada wilayah perkotaan saja. Melainkan juga bisa merambah pada wilayah pedesaan juga. Karena kenyataannya di pedesaanlah lebih banyak terdapat kantung-kantung kemiskinan.

Maka program yang digulirkan oleh pemerintahan Jokowi-JK untuk membangun Indonesia dari daerah pinggiran perlulah untuk kita beri apresiasi. Agar kemajuan juga bisa dirasakan oleh penduduk pedesaan dan tidak hanya berpusat di perkotaan saja. Karena jika pedesaan ditelantarkan, maka penduduknya akan banyak yang pergi mengadu nasib ke perkotaan. Dan ini akan menimbulkan masalah baru bagi perkotaan. Selain akan menyebabkan kepadatan penduduk yang semakin meningkat, juga berpotensi menimbulkan kemacetan dan meningkatkan angka kriminal. Dengan demikian, sudah saatnya pembangunan juga difokuskan pada pedesaan. Agar penduduk pedesaan juga bisa merasakan kemakmuran yang kemudian akan mengurangi angka kemiskinan dan ketimpangan.

 

Oleh Misbahul Munir

Akademisi Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Ikuti tulisan menarik misbahul munir lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler