x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Membangun Literasi Lewat Sejarah Alam

Museum Nusantara Sejarah Alam, yang baru saja dibuka di Bogor, dapat berperan membangun literasi sains masyarakat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Di Bogor baru saja dibuka Museum Nusantara Sejarah Alam. Sebuah langkah bagus dan sudah sangat lama dinanti, meskipun kabarnya—saya belum sempat berkunjung ke sana—saat ini koleksinya masih lebih banyak tanaman. Dapat dipahami, sebab museum baru ini merupakan pengembangan dari Museum Etnobotani LIPI. Museum ini menampilkan 1.840 tanaman koleksi serta hewan yang berasal dari Museum Zoologi.

Sebagai bagian dari upaya membangun literasi sains, langkah pembukaan museum ini layak untuk ditindaklanjuti dengan berbagai aktivitas penunjang. Museum sudah ada, dan saya yakin akan terus diperkaya koleksinya, tapi tak kurang penting dari itu ialah mengundang antusiasme masyarakat untuk mengunjunginya: menjadikan museum sejarah alam ini sebagai tempat layak kunjung—dalam konteks wisata maupun, dan terlebih lagi, untuk meningkatkan literasi sains.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagai ditunjukkan beberapa kali hasil survei PISA, remaja Indonesia menempati posisi sangat bawah dalam literasi matematika maupun sains. Di tengah prestasi internasional yang diraih sebagian kecil remaja Indonesia dalam ajang kompetisi sains global, kenyataan ini mestinya mengusik kita semua: mengapa literasi matematika dan sains remaja kita begitu rendah?

Dalam konteks ini, Museum Nusantara Sejarah Alam dapat mengambil peran sebagai salah satu agen yang mendorong minat masyarakat—khusus remaja dan anak muda—kepada pengetahuan alam. Saya membayangkan, Museum ini dapat berkembang semakin besar layaknya Museum Nasional Sejarah Alam (Smithsonian) di Washington, D.C., Amerika Serikat. Di dalamnya kita dapat menjumpai bukan saja jejak-jejak hewan dan tanaman, tapi juga manusia dan peradaban serta jejak geologi dan vulkanologi. 

Di Indonesia, kita punya Museum Geologi di Bandung. Kita juga punya situs Sangiran, Lore Lindu, Maros, Cipari, Pati Ayam, dan Gunung Padang, yang meninggalkan jejak manusia serta peradaban berusia puluhan ribu tahun yang silam, termasuk yang banyak dibicarakan belakangan, yakni jejak manusia hobbit di Flores. Sejarah pembentukan Danau Toba dapat menjadi daya tarik tersendiri. Kita punya begitu banyak materi untuk membangun literasi pengetahuan alam.

Selanjutnya apa? Inilah pertanyaan yang memerlukan ikhtiar untuk menjawabnya. Museum Nusantara Sejarah Alam dapat menjadi destinasi sains-wisata yang tak kalah mengesankan bagi siapapun. Bukan saja karena koleksi yang dimiliki begitu mengagumkan, tapi juga aneka kegiatannya akan diceritakan para pengunjungnya kepada orang lain. Media sosial, instagram, maupun media lain dapat dieksplorasi untuk mendukung publikasi Museum baru ini.

Kegiatan lomba sains, pameran koleksi terbaru maupun koleksi langka, menyediakan materi cetak maupun video tentang sejarah alam Indonesia, maupun mengundang ilmuwan untuk memberi kuliah umum merupakan beberapa alternatif. Kita punya banyak ilmuwan yang dapat diajak untuk menularkan passion mereka kepada pengetahuan alam kepada masyarakat melalui cerita pengalaman, pengetahuan, maupun minat mereka. Masyarakat, dengan begitu, memperoleh pengetahuan berbasis pengalaman dari tangan pertama—ilmuwan.

Museum dapat menggandeng ahli geologi, antropologi, paleontologi, botani, zoologi, mikrobiologi, maupun ilmuwan lain—ahli biologi, genetika, kimia, matematika, fisika, maupun vulkanologi. Mereka dapat menjadi juru bicara yang fasih mengenai kekayaan alam Indonesia dilihat dari sudut ilmu pengetahuan. Kuliah umum tentang kontroversi Tanah Sunda sebagai benua Atlantis yang hilang, umpamanya, dapat menarik minat banyak orang, lepas dari setuju atau tidak, untuk mengunjungi Museum.

Museum sejarah alam berpotensi jadi wilayah yang sangat menarik untuk membangun minat dan kesadaran masyarakat tentang kekayaan alam sekitarnya. Ini berpotensi meningkatkan literasi sains masyarakat kita. (Foto: tulang ikan Paus purba ditemukan di Bojonegoro, Jawa Timur/tempo.co) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler