x

Iklan

Kang Nasir Rosyid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ki Fatah Hasan; Pahlawan Nasional yang Kesepian.

Gambaran Tentang Seorang Tokoh Pendiri NKRI yang kesepian

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jika murid murid sekolah di Banten, ditanya siapa Pahlawan Nasional yang dari BANTEN, ada kemungkinan murid tidak akan bisa menjawab. Murid murid di sekolah akan lebih mudah menjawab nama Pahlawan Seperti Pattimura, Jendral Sudirman, Cut Nya’ Dien, Tengku Umar dan lainnya.

Kurangnya pengetahuan murid terhadap tokoh  yang sudah diangkat menjadi Pahlawan Nasional,  bisa difahami lantaran  kurangnya informasi yang akurat dari para guru saat memberikan pelajaran sebagai akibat lemahnya penguasaan nilai nilai sejarah perjuangan bangsa dalam konteks lokal. Jadi jangankan muridnya, guru saja banyak yang tidak tahu bahwa di Banten ini ada tokoh yang sudah  diangkat menjadi Pahlawan Nasional, Tokoh itu bernama Kiyai Haji Abdul Fatah Hasan atau yang biasa di sebut KI Fatah Hasan.

Informasi seperti ini sangatlah penting bagi murid, bukan hanya sekedar menguasai mata pelajaran dalam system pendidikan yang kurikulumnya masih amburadul menurut selera Menteri, tapi hal ini penting dalam rangka untuk menumbuhkan rasa nasionalisme sehingga murid di Banten bisa menghomati jasa jasa para pejuang Kemerdekaan yang ada di Daerah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Siapa Ki Fatah Hasan.

Nama Ki Fatah Hasan, sudah sangat familier di kalangan Keluarga Al-Khairiyah, meski terbatas pada generasi terdahulu. Al-khairiyah merupakan nama Perguruan Islam yang didirikan oleh Brigjen Anumerta KH, Syam’un atau Ki Syam'un di Citangkil,Cilegon, Banten  pada tahun 1925. Hubungan antara Ki, Syam’un dan Ki Fatah Hasan tak lain adalah guru dan Murid. Boleh jadi Ki Fatah Hasan adalah salah satu murid kesayangan Ki, Syam’un. Oleh karenanya, wajar jika kemudian Ki Fatah Hasan diutus belajar agama di Mesir yakni di Universitas AL-Azhar Cairo.

Tidak sulit bagi Ki Syam’un untuk mengutus murid-muridnya ke Al-Azhar, sebab KH, Syam’un sendiri adalah orang Banten pertama yang lulus dari Perguruan Tinggi Islam   terkemuka di dunia ini. Adapun Ki Syam’un sendiri, disamping sebagai seorang kiyai, pada masa penjajahan aktif dalam pergerakan anti penjajah. Darah anti penjajah mengalir di tubuhnya karena ia adalah cucu dari Ki Wasid, tokoh dan pemimpin pemberontakan terhadap Belanda tahun1888 yang terkenal dengan Geger Cilegon 1888. Pemberontakan ini menjadi kajian Ilmiah Sartono Kartodirjo, ahli sejarah terkemuka di Indonesia dalam meraih gelar doktornya di Universitas Leiden Belanda, hasil kajian yang merupakan desertasinya itu diterbitkan menjadi buku ''Pemberontakan Petani Banten 1888''

Ki Fatah Hasan, lahir di Kampung Beji Bojonegara, tidak ada yang tahu pasti kapan tanggal lahirnya, namun ada catatan yang mengungkapkan bahwa ia lahir pada tahun 1912. Secara geografis, Bojonegara pada masa penjajahan masuk dalam wilayah Afdeling Cilegon.

Dalam catatan pergerakan perjuangan anti penjajah, Kampung Beji Bojonegara ini memang telah melahirkan tradisi, yakni tradisi pemberontak terhadap penjajah. Tokoh tokoh Pemberontakan 1888 di Cilegon yang menggegerkan Belanda dipenghujung abad 19 juga berasal darI kampung Beji. Alhasil Kampung Beji ini menjadi catatan tersendiri bagi pergerakan anti penjajah sejak abad 19 maupun abad 20 menjelang Kemerdekaan.

Setelah menyelesaikan study di Cairo, Ki Fatah Hasan kembali ke Cilegon mengamalkan ilmunya di Pesantren Al-Khaeriyah. Pada masa pendudukan Jepang, Ki Syam’un dan para muridnya berjuang untuk kemerdekaan. Pada masa itulah Ki Syam’un sebagai tokoh utama AL-Kheriyah ikut perjuangan fisik hingga ia menjadi Komandan PETA. Pada saat itu pula, Ki Fatah Hasan sebagai murid utama Ki Syam’un yang  punya intelektualiatas dan wawasan yang luas terhadap berbagai hal, diutus mewakili masyarakat Banten untuk menjadi Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Tak banyak yang tahu bahwa Ki Fatah Hasan termasuk orang yang ikut serta merumuskan dan membahas soal Pembentukan Negara dan Dasar Negara pada tahun 1945. Bahkan Ki Fatah Hasan ikut memberikan masukan kepada anggota BPUPKI terkait perumusan kata yang terkait dengan perumusan pasal yang mengatur tentang  Kebebasan beragama  seperti yang sekarang kita kenal dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”  

Ya itulah Ki Fatah Hasan dari Banten, anggota BPUPKI. Dalam cacatan Wikipidia Indonesia, disebutkan bahwa Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) adalah sebuah Badan yang dibentuk oleh Pemerintah Angkatan Darat XVI Jepang beranggotakan 67 orang,terdiri dari 60 orang yang dianggap tokoh dari Indonesia dan 7 orang anggota Jepang dan keturunan Indonesia lainnya tanpa hak suara. Pada sidang yang kedua (10 Juli-17 Juli) ada tambahan 6 orang anggota bangsa Indonesia. Tambahan 6 orang inilah salah satunya adalah Ki Fatah Hasan. Adapan posisi keanggotaan berdasarkan Abjad, Ki Fatah Hasan berada pada nomor urut 27. Adapun Tugas dari BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.

Setelah Indonesia Merdeka, posisi Ki Fatah Hasan kembali menekuni Pesantren dan membantu gurunya Ki Syam’un yang menjadi Bupati Serang dan Komandan Bataliyon Siliwangi Wilayah Banten. Namun karena kuku cengkraman penjajah masih membara, Belanda kembali ingin menjajah. Saat terjadi Agresi Belanda kedua pasca Indonesia Merdeka, Ki Fatah Hasan yang saat itu djadikan Wakil Bupati Serang dan Anggota KNIP, ikut menjadi sasaran Belanda bersama dengan Ki Syam’un.  Bergerilya dari satu gunung ke gunung lainnya mempertahankan Wilayah Banten dari serbuan Belanda.

Saat bergerilya itulah banyak pejuang—pejuang Banten yang gugur di tempat persembunyian. Ki Syam’un wafat di daerah perbukitan Kamasan-Anyer. Sedangkan Ki Fatah Hasan tidak diketahui dimana rimbanya. Sejak saat itu, Ki Fatah Hasan tidak kembali ke rumah, tidak tahu apakah ditangkap Belanda atau wafatnya dimana dan dikuburkan dimana.

Atas jasa jasanya dalam memperjuangkan Indonesia Merdeka itulah Ki Fatah Hasan diangkat menjadi Pahlawan Nasional dari Banten. Pahlawan Nasional yang Kesepian karena  sanak keluarga dan Masyarakat Banten tidak tahu dimana kuburnya serta jasanya jarang dilirik oleh Pemerintah Provinsi Banten saat ini.

 

Ikuti tulisan menarik Kang Nasir Rosyid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB