x

Iklan

Kamaruddin Azis

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menghidupkan Mutiara Biru di Pare-Pare

Tentang dimensi pengembangan koperasi di pesisir. Pengalaman dari Kota Pare-Pare, Sulawesi Selatan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ini cerita dari Kota Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Tentang upaya fasilitasi masyarakat pesisir serta hasrat melanggengkan solidaritas berusaha di pesisir melalui lembaga bernama koperasi. (Keterangan foto: Erna dan Musakkar, SE di depan kantor koperasinya)

Begini. Sudah bukan rahasia lagi bahwa telah terlalu banyak inisiatif melembagakan proses penyediaan sumber daya seperti dana dan bantuan sarana prasarana di pesisir melalui kelompok atau koperasi yang gagal. Sudah banyak pula laporan bahwa koperasi di pesisir tak pernah langgeng karena semangat yang hanya panas di permulaan.

Ada apa sebenarnya, apa yang dibutuhkan untuk melanggengkan spirit berkoperasi ini? Siapa yang harus terlibat?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pertanyaan itu menjadi boyongan saya saat mengunjungi kota ini pada tanggal 13 Juli 2016, saat bertandang ke kantor Dinas Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan setempat. Telisikan yang datang dari sebuah harapan untuk terus menerus belajar dan mencari celah jalan agar koperasi yang diidam-idamkan sebagai lembaga perekonomian berbasis rakyat.

***

Tahun 2013, Kota Pare-Pare menjadi peserta proyek pemberdayaan masyarakat atau biasa disebut Coastal Community Development Project atau CCDP. Ini merupakan inisiatif Pemerintah untuk tidak saja meningkatkan kapasitas ekonomi warga tetapi juga meningkatkan kualitas dan daya dukung ekosostem di pesisir dan pulau-pulau. Maka ditempuhlah pendampingan dan fasilitasi tumbuh kembangnya kegiatan pemberdayaan warga, penguatan kelompok produksi hingga pengelolaan sumber daya alam dan pemasaran produk-produk.

Di Pare-Pare, tahun ini terdapat 12 fasilitator atau pendamping kelurahan yang membantu memfasilitasi pengembangan kelompok-kelompok produktif tersebut. Pendamping tinggal di lokasi dan berinteraksi mutualistik dengan pengurus dan anggota kelompok. Mereka juga terhubung dengan unit pelaksana kegiatan di Pare-Pare yang disebut PIU.  

Pada saat berkunjung itulah penulis mencoba berkomunikasi dengan para pendamping ini, tentang perannya, pengalaman dan jalan yang diretas menuju koperasi itu, pada 13 Juli 2016 di sekretariat PIU.

Apa yang dilakukan oleh pendamping?

Mari simak cerita Andi Herlan Rayani. Dia adalah tenaga pendamping lapangan periode kerja 2016. Dia bekerja untuk Kelurahan Cappagalung.

“Saya melanjutkan tenaga pendamping sebelumnya. Tugas saya membantu melanjutkan pengelolaan kelompok yang sudah ada. Kelompok telah berusaha, telah mampu memanfaatkan bahan baku, perizinan halal, standarisasi untuk masuk di supermarket. Jika ada yang dibutuhkan lagi maka itu adalah publikasi dan promosi,” katanya.

“Kita butuh iklan, butuh, promosi via situs online. Herlan menyadari bahwa promosi online dan berada di first page rank bukan hal mudah dan murah.

“Bisakah ada promosi link produk kita di situ? Selama ini kita masih di sekitar Pare-Pare, kalau via online seperti Youtube mungkin akan semakin luas,” katanya.

Herlan mengatakan bahwa aktivitas budidaya lele menjadi produk kelompok yang lumayan berhasil dan dia menemukan bahwa pemasaran produk ini masih perlu kerja keras. Beda dengan produk serupa di pulau Jawa yang sangat diminati. Volume usaha kelompok perkolam yang dikembangkan oleh masyarakat yaitu 108 dan 106 kilogram. Harga penjualan senilai Rp. 13ribu/kilo. Jika demikian nilai penjualan adalah 1,4 juta.

“Ikan lele produksi kelompok ini dibeli oleh ibu Mega di Lumpue,” kata Herlan.

Bagi Herlan, usaha yang membutuhkan 40 juta perkelompok ini akan mendatangkan manfaat jika ada intensitas produksi, promosi dan permodalan untuk skala yang lebih luas. “Jikapun ada tantangan maka itu adalah ketersediaan pakan. Ini yang harus dipenuhi secara intens,” katanya.

Lain Herlan, lain pula Isma Aprilia. Tenaga pendamping yang telah bekerja sejak tahun 2013 ini bekerja di Kelurahan Watang Soreang dan Kampung Pisang di tahun 2016.

“Saya mendapat banyak hal positif dari menjadi tenaga pendamping ini. Saya lebih memahami bagaimana berkomunikasi dan bersosialisasi dengan warga. Jikapun ada tantangan itu kalau ketemu nelayan yang berbeda pemahaman,” katanya.

Isma mengatakan berkaitan program pemberdayaan ini, verifikasi tentang latar belakang anggota kelompok dan profesinya sangat penting. Selain itu, perlu kesabaran untuk mendampingi masyarakat saat menyusun rencana dan terhubung dengan mitra.

“Nelayan ada perahu, mereka mengusulkan beli mesin, lalu rencana mereka ganti lagi. Kadang mereka sudah menyampikan kebutuhannya tetapi dalam prosesnya berubah lagi. Tapi intinya kami harus terus mendampingi mereka untuk punya rencana yang sesuai dengan tujuan program,” katanya. Isma ingin mengatakan bahwa dalam merencanakan kegiatan, kelompok harus didampingi dengan telaten sebab kapasitas masyarakat sangat terbatas.

Sementara itu Nurdin, tenaga pendamping di Kelurahan Labbukkang mengatakan bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dipilih di kelurahan itu adalah pembuatan abon tuna, snack ikan tuna, termasuk membuat bakso ikan. “Kalau untuk abon, sudah berproduksi, yaitu kelompok Restu Ibu pada awal tahun 2016 ini namun masih perlu penambahan volume produksi," katanya.

Herlan, Isma dan Nurdin sepakat bahwa fasilitasi kelompok untuk mampu berproduksi telah dilakukan dengan baik, meski demikian mereka juga tidak menampik bahwa dibutuhkan pemasaran, promosi dan dukungan kelembagaan atau mitra bisnis yang mampu mengoptimalkan kelompok-kelompok yang ada. Mereka juga sepakat bahwa apa yang dialamai kelompok dan usaha fasilitasi oleh tenaga pendamping lapangan ini harus mendapat perhatian dari Pemerintah atau Dinas terkait.

Sekretaris pelaksana kegiatan CCDP di Pare-Pare, Nasir, membenarkan apa yang menjadi kendala dan sekaligus harapan para pendamping tersebut dan mengatakan bahwa Dinas telah menyiapkan satu koperasi untuk mengantisipasi isu-isu tersebut.

“Kita hidupkan koperasi Mutiara Biru, yang selama ini belum sepenuhnya aktif dalam melayani kebutuhan warga pesisir,” sambut Nasir saat ditemui di kantornya.

Luaran kelompok, layanan koperasi

Di tempat yang sama, Andi Muhammad Ibrahim, konsultan pemasaran CCDP Kota Pare-Pare mengatakan bahwa salah satu alasan pentingnya pendirian koperasi di wilayah pesisir adalah, adanya ketersediaan lembaga mitra usaha kelompok yang sesuai dengan visi misi usaha nelayan.

Ibe, begitu dia disapa menyabut bahwa telah ada inisiatif untuk menghidupkan koperasi di Kota Pare-Pare. Menurutnya koperasi sudah berdiri selama setahun. Sudah legal. Koperasi yang dimaksudkan adalah Koperasi Serba Usaha (KSU) Mutiara Biru yang beralamat di Kompleks PPI/TPI Cempae, Watangsoreang, Kecamatan Soreang, Kota Parepare.

“Kita mengkondisikan bahwa koperasi ini tetap merupakan kebutuhan murni dari masyarakat. Hanya saja perlu upaya penyadaran dan pelibatan warga atau fasilitator. Untuk Pare-Pare ini ada pak Musakkar, SE yang berpengalaman memfasilitasi koperasi,” katanya.

Dari Musakkar, pria yang berpengalaman di fasilitasi masyarakat kelurahan di Kota Pare-Pare sejak 5 tahun lalu diperoleh informasi bahwa koperasi yang ditanganinya telah lengkap berkas administrasi dan dasar hukumnya.

“Anggota resmi ada 20 orang seperti yang tertulis dari dokumen notaris dan ada 151 anggota yang menyimpan simpanan pokok,” kata Musakkar saat ditemui di kantor dinas Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan Kota Pare-Pare.

“Simpanan wajib kita 10 ribu perbulan, simpnan pokok 50 ribu. Pokoknya kita tetap melihat ke belakang bahwa motif berkoperasi kita ini bukan seperti yang dulu-dulu, yang hanya kedok untuk mengumpulkan uang dari pihak luar. Kita mau berdayakan kelompok-kelompok yang selama ini dibina CCDP,” katanya.

Hingga tanggal 31 Desember 2015, jumlah simpanan dari 151 anggota telah ada Rp. 7.900.000,- . Komposisi pengurusnya adalah Musakkar SE sebagai ketua, Afif Nasir Maidin sebagai sekretaris dan Erna sebagai bendahara.

Musakkar menegaskan bahwa pendirian koperasi Mutiara Biru bukan hanya oleh anggota kelompok dampingan CCDP Kementerian Kelautan dan Perikanan tetapi masyarakat kelurahan, kaum perempuan termasuk masyarakat luas.

“Sesuai pengalaman menjadi fasilitator selama ini, saya bisa memahami bahwa penanganan kelompok atau koperasi ini harus intens, tidak boleh setengah hati. Makanya di Mutiara Biru kita fokus di usaha produktif, retailer dan usaha perikanan. Kita akan sungguh-sungguh mengelola koperasi ini. Ini kepercayaan besar,” kata Musakkar.

“Kalau saya sederhana saja, persoalan atau tantangan koperasi ini adalah pemahaman warga yang terbatas dan trauma pada koperasi yang lama itu,” imbuhnya.

Saat ditanyakan kendala pasar dan kebutuhan kelompok-kelompok dampingan CCDP seperti yang disebutkan tenaga pendamping seperti Herlan, Isma dan Nurdin, Musakkar mengatakan bahwa harapan terbuka luas di Pare-Pare jika ingin mengelola koperasi dan memenuhi kebutuhan kelompok sebab saat ini Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menyiapkan rumah produksi atau rumah pengolahan produk perikanan yang bisa ditangani oleh koperasi sepanjang Dinas setuju.

“Bisa saja itu dikelola oleh Mutiara Biru meski saat ini kita fokus di simpan pinjam. Kegiatan ini merupakan rekomendasi dari hasil RAT kita. Intinya, semangat berkoperasi sudah membaik. Sejak bulan Juni 2016, kita sudah mengumpul simpanan anggota, 10 ribu perbulan. Simpan pinjam bulan in pun sudah jalan,” kata pria yang pernah kerja sebagai penyalur BBM kapal ini.

Ke depan, Musakkar optimis untuk memperluas usaha koperasi kepada distribusi BBM dari Pertamina, membangun supermarket nelayan.

“Kita sudah jajaki usaha lain seperti usaha proses bandeng tanpa duri. usaha katering, dan lain sebagainya. Banyak anggota kelompok yang tertarik usaha ini. Kita juga akan menjadi pusat promosi usaha kelompok. Kapasitas harus ditingkatkan,” katanya.

“Jika ditanyakan apa tantangan saat ini, maka itu adalah nilai modal usaha kita yang masih terbatas untuk membeli produk-produk kelompok. Jika kita ingin menjadi distributor produk-produk kelompok binaan CCDP maka kita harus genjot produksi kelompoknya, termasuk ketersediaan modal. Kami tahu ini butuh waktu, makanya butuh dukungan Dinas dan mitra lainnya,” pungkasnya.

Musakkar betul, melanggengkan spirit koperasi selain butuh modal, dia juga butuh dukungan konkret dari mitra terutama Pemerintah, pengalokasian modal, perhatian lembaga-lembaga perbankan dengan kredit murah dan tentu saja suntikan kapasitas dan mengelola bisnis, bukan? 

 

Tebet, 06/09/2016

Ikuti tulisan menarik Kamaruddin Azis lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB