x

Presiden Joko Widodo (tengah) berbincang dengan atlet penyumbang medali bagi Indonesia di Olimpiade 2016 Rio de Janeiro Tontowi Ahmad (kiri), Liliyana Natsir (kedua dari kiri), Sri Wahyuni Agustiani dan Eko Yuli Irawan di Istana Merdeka, Jakarta, 24

Iklan

Redaksi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Doa Lintas Batas di Altar Olahraga ~ Imam Nahrawi

Selain atas nama kemanusiaan, menurut saya, mungkin hanya di altar olahraga kita bisa berdoa bersama-sama menurut agama kita masing-masing.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

 

Imam Nahrawi

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menteri Pemuda dan Olahraga

Sejak lama saya yakin bahwa olahraga memiliki kekuatan sangat dahsyat bagi sebuah bangsa. Keyakinan saya ini menemukan momentumnya ketika lifter Sri Wahyuni meraih medali perak untuk kontingen Indonesia dalam Olimpiade di Rio de Janeiro, Brasil, Agustus lalu. Rakyat Indonesia merasa bangga dan haru atas prestasi Sri. Kebanggaan ini menjadi berlipat ganda ketika lifter Eko Yuli Irawan juga meraih medali perak.

Ketika bendera Merah Putih dikerek untuk Sri dan Eko Yuli, saya yakin ada doa yang mengalir dari jutaan rakyat Indonesia, "Sebentar lagi pasti dapat emas!"

Dan, benar saja. Tepat pada Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, doa seluruh rakyat Indonesia dikabulkan Tuhan. Kegembiraan dan kebanggaan itu disempurnakan oleh pasangan ganda campuran, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, dengan mengembalikan tradisi medali emas Olimpiade dari cabang bulu tangkis.

Semua mata yang menatap babak final bulu tangkis saat itu nyaris tak berkedip ketika Tontowi/Liliyana mengalahkan pasangan ganda Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying, dua set langsung dengan skor telak, 21-14, 21-12. Saya rasa dada semua penduduk negeri ini pun turut bergidik saat menyaksikan bendera Merah Putih berkibar di puncak tertinggi dalam Olimpiade Rio 2016. Senang, bangga, haru.

Pada Hari Olahraga Nasional hari ini, kita patut melihat olahraga sebagai sebuah fenomena sosial yang luar biasa. Banyak hal yang identik dengan kemustahilan tiba-tiba luruh begitu saja. Jarak geografis, perbedaan budaya, dan sekat-sekat sosial disatukan oleh satu bahasa bernama olahraga. Saya yakin semua pihak yang mendoakan Tontowi/Liliyana malam itu tidak pernah bertanya lebih dulu apa agama, suku, ras, dan dari mana mereka berasal. Semua doa dipanjatkan dengan tulus.

Olahraga juga mampu melipat jarak ribuan kilometer sehingga tak menjadi masalah bagi seorang suporter sepak bola. Harga tiket pertandingan tidak menyurutkan langkah. Usia pun tidak jadi soal. Semua berbaur dalam euforia bersama untuk sebuah laga olahraga.

Mantra sakti olahraga terbukti ampuh menyatukan perbedaan suku, ras, dan agama di sejumlah negara. Sejarah mencatat bagaimana sepak bola Amerika (American football) mampu menyatukan warga Virginia, yang terjebak dalam konflik rasisme pada 1971. Herman Boone, pelatih berkulit hitam di T.C William High School, dapat mencairkan konflik ras yang sudah mengeras bertahun-tahun. Boone berhasil mengeliminasi tindakan diskriminatif dan rasisme dengan mengangkat asisten pelatih berkulit putih, Bill Yoast, dan mengantarkan tim sepak bola Amerika sekolah tersebut menjadi juara liga. Kisah yang kemudian diangkat dalam film Remember the Titans ini mengilhami banyak pihak soal bagaimana olahraga mampu menjadi jembatan dalam penyelesaian konflik-konflik sosial.

Kasus serupa juga pernah terjadi di sini. Pada 1996, Sani Tawailenna, mantan pemain timnas U-15 asal Tulehu, Maluku, menyelamatkan anak-anak muda di kotanya dari konflik berdarah yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun melalui sepak bola. Bersama temannya, Rafi, Sani mendirikan sekolah sepak bola Tulehu Putra. Di sekolah ini, Sani sengaja merekrut anak-anak muda dengan latar agama berbeda dalam satu tim. Kerja keras Sani membuahkan hasil. Selain menjauhkan anak-anak muda dari konflik, ia berhasil menanamkan nilai-nilai toleransi dan keberagaman pada tim itu.

Saat ditunjuk menjadi pelatih timnas U-15, Pengurus Provinsi PSSI Maluku, Sani, berhasil mengantarkan timnya meraih juara nasional dalam kompetisi Piala Medco antar-pengurus provinsi se-Indonesia pada 2006. Timnya beranggotakan pemain-pemain muda berbakat lintas agama.

Kemenangan tersebut disambut dengan sukacita oleh seluruh warga Maluku dan mampu merekatkan hati yang sempat terpecah-belah. Sepak bola terbukti mampu mengikis ingatan mereka akan perbedaan pendapat, dendam, dan konflik. Kisah ini pun diangkat ke layar lebar oleh produser Glenn Fredly dan Angga dengan judul Cahaya dari Timur: Beta Maluku, yang terpilih sebagai film terbaik dalam Festival Film Indonesia 2014.

Kisah dalam Remember The Titans dan Cahaya dari Timur hanyalah sepenggal dari sekian banyak cerita tentang bagaimana olahraga mampu mengatasi perbedaan sosial, suku, ras, dan agama. Bukankah olahraga mampu memberikan tempat terhormat bagi Afrika Selatan sehingga berdiri sejajar dengan bangsa lain saat mereka dipercaya menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010? Bukankah olahraga pula yang berhasil "memaksa" negara super-protektif seperti Korea Utara menjadi lebih terbuka dan bergaul dengan negara-negara lain?

Karena itu, saya sangat prihatin dan tentu saja kecewa ketika menyaksikan masih ada sentimen ras serta tawuran antar-suporter, antar-pemain, bahkan antar-ofisial di dunia olahraga. Olahraga, yang seharusnya menjadi perekat sosial, justru menjadi sumber konflik sosial. Kita mesti belajar kembali ke kampung-kampung, ke pelosok-pelosok negeri ini, yang saya yakin memiliki banyak sekali cerita tentang bagaimana olahraga mampu mempertemukan perbedaan, menjadi perekat sosial, dan menumbuhkan cinta antar-sesama.

Bukankah baru kemarin kita disatukan dalam doa yang sama untuk pahlawan olahraga kita, pasangan ganda campuran yang jelas-jelas secara agama dan etnis berbeda? Dan kita menerima perbedaan itu dengan ikhlas, tanpa reserve. Selain atas nama kemanusiaan, menurut saya, mungkin hanya di altar olahraga kita bisa berdoa bersama-sama menurut agama kita masing-masing. Selamat Hari Olahraga Nasional.

Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB