x

Iklan

Ahmad Yusdi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Akan Berbahaya Apabila Kepala BIN Berkepala-dua

Keamanan negara akan terancam apabila Kepala BIN berkepala dua. Setia kepada presiden akan tetapi juga tunduk pada kepentingan parpol.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Gambar: Budi Gunawan cium tangan Megawati (Sumber: www.cnnindonesia.com)

Akhirnya, Presiden Joko Widodo pun mengirim surat kepada Pimpinan DPR-RI, mengusulkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan untuk memimpin BIN menggantikan Sutiyoso. Surat yang diantarkan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Jumat (2/9/2016) itu selanjutnya akan diproses oleh DPR guna mendapatkan pertimbangan.

Nama Budi Gunawan (BG) memang cukup kontroversial. BG pernah mencuat dalam kasus rekening gendut. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan telah menetapkan BG sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi. Penetapan tersangka pada kasus tersebut diduga sewaktu BG menjabat Kepala Lembaga Pembinaan Karier di Mabes Polri 2003-2006.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jauh-jauh hari sebelumnya, majalah Tempo edisi 4 Juli 2010 dalam laporan investigasinya memasukan nama BG di antara enam perwira tinggi serta sejumlah perwira menengah melakukan "transaksi yang tidak sesuai profil" alias melampaui gaji bulanan mereka. Dalam laporan itu BG bersama anaknya disebutkan telah membuka rekening dan menyetor masing-masing Rp 29 miliar dan Rp 25 miliar. Walau BG membantahnya.

Penetapan tersangka atas BG yang dilakukan KPK itu terjadi sewaktu BG diproses menjadi calon Kapolri. Melalui putusan Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, KPK akhirnya melimpahkan perkara BG ke Kejaksaan Agung. Kejagung kemudian melimpahkan ke Bareskrim Polri. Belakangan, Polri menganggap tidak ada bukti BG melakukan korupsi.

Meski DPR menyetujui BG menjadi Kapolri dan menganggap tidak sah penetapan tersangkanya, Presiden Jokowi tetap tidak mau mendudukan BG sebagai Kapolri. Presiden malah memilih melantik Jenderal (kini purnawirawan) Badrodin Haiti. Sedangkan BG sendiri kemudian dipilih oleh internal Polri menjadi Wakapolri.

Masyarakat tentu saja menyayangkan penunjukan BG sebagai Kepala BIN oleh presiden. Hal ini akan berpotensi menurunkan kualitas kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Meskipun penetapan tersangka BG dibatalkan melalui putusan praperadilan, tetapi perkara tersebut dapat sewaktu-waktu dibuka kembali jika ditemukan bukti yang cukup kuat.

Seharusnya penunjukan pejabat negara oleh presiden didasari pada aspek integritas, rekam jejak, dan komitmen yang kuat dalam mendorong agenda reformasi dan antikorupsi. Jadi harus dipastikan, bahwa calon kepala BIN yang nantinya dipilih tidak bermasalah atau berpotensi menimbulkan masalah.

Misalnya, BIN dibawah kepemimpinan Sutiyoso beberapa waktu silam sukses menangkap koruptor Samadikun Hartono, terpidana kasus BLBI yang buron selama 13 tahun. Dengan rekam jejak BG yang pernah menyandang tersangka koruptor, apakah BG bisa tetap memiliki komitmen kuat melakukan hal seperti yang Sutiyoso lakukan?

Keputusan presiden ini juga dianggap membahayakan kepentingan bangsa. Disinyalir penunjukan BG sebagai Kepala BIN ini sarat dengan dengan kepentingan politik. Sejumlah kalangan menilai penunjukan ini tak terlepas dari desakan Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri. Kekhawatiran yang timbul adalah jika nanti sudah menjabat sebagai Kepala BIN, apakah BG masih akan tetap tunduk kepada Megawati?

Sangat riskan apabila Kepala BIN berkepala dua. Kepala yang satu setia kepada presiden, sedangkan kepala lainnya tunduk pada kemauan partai politik. Kepala BIN bertugas mencari informasi penting dan sensitif yang hanya boleh dilaporkan ke presiden. Jika informasi yang didapat presiden juga jatuh ke orang lain, maka efeknya akan sangat berbahaya.

Come on, Mr President, let’s be smart.

Ikuti tulisan menarik Ahmad Yusdi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler