x

Iklan

Mocahmmad Fadjar Wibowo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Hadapi Penyakit Tidak Menular, Indonesia Perlu Inovasi

Dalam dekade terakhir indikator pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kesehatan Indonesia menunjukkan peningkatan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: dr. Mochammad Fadjar Wibowo, MGH (Pemimpin Redaksi KlikDokter)

Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kesehatan

Antara tahun 2004 hingga 2014 tercatat pendapatan per kapita Indonesia sebesar naik sekitar lima kali lipat dari 6,6 juta rupiah menjadi 32 juta rupiah. Bersamaan dengan itu, taraf kesehatan penduduk Indonesia menunjukkan peningkatan yang ditandai dengan meningkatnya usia harapan hidup dari 67,8 tahun menjadi 70,1 tahun. Meski begitu, tanpa perencanaan memadai dan inovasi yang cepat, kemajuan pembangunan ekonomi ini berpotensi membawa ancaman bagi pembangunan kesehatan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meningkatnya usia harapan hidup akan diikuti oleh pertambahan jumlah lansia di Indonesia, sementara sistem kesehatan kita belum sepenuhnya mampu mengakomodasi. Pertumbuhan ekonomi dan distribusi teknologi yang tidak merata mendorong arus urbanisasi yang massif. Pola kerja dan gaya hidup kaum pekerja dan keluarganya pun berubah. Pola hidup praktis dan pragmatis namun tidak mempertimbangkan keamanan, keselamatan, dan kesehatan jadi pilihan.

Peningkatan usia harapan hidup dan perubahan pola hidup yang tidak diantisipasi secara memadai menjadi akan menjadi faktor penyubur meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular (PTM) secara signifikan. Perubahan pola hidup yang cenderung menuju perilaku berisiko seperti kurang aktivitas fisik dan olahraga, asupan gizi yang buruk, meningkatnya konsumsi rokok hingga penyalahgunaan alkohol, menjadi faktor risiko peningkatan prevalensi PTM di berbagai daerah di seluruh Indonesia.

Transisi epidemiologi di Indonesia

Transisi epidemiologi penyakit di Indonesia berlangsung cepat seiring dengan transisi demografi, perubahan kondisi lingkungan, sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Pada tahun 1995, hanya 40,7% kematian yang disebabkan oleh PTM. Pada tahun 2012, angka ini meningkat menjadi 71% yang terdiri dari penyakit jantung dan pembuluh darah (37%), kanker (13%), penyakit paru kronik (5%), diabetes (6%) dan PTM lain (10%). Sementara 29% kematian lain disebabkan oleh penyakit menular dan kecelakaan. Khusus Diabetes, penyakit ini memiliki pertumbuhan jumlah penderita sebesar 6% per tahun. Lebih cepat dari pertumbuhan penduduk Indonesia yang hanya 1.2%, diprediksikan jumah  penderita diabetes di Indonesia akan mencapai 11.8 juta orang pada tahun 2030.

Padahal menurut WHO, beban hilangnya nyawa dan kualitas hidup akibat penyakit tidak menular di Indonesia adalah dua kali lebih besar dibanding beban serupa yang diakibatkan oleh  penyakit  penyakit menular. Menurut World Economic Forum dan Harvard University, potensi ekonomi Indonesia yang hilang antara 2012-2030 akibat PTM sebesar 4,47 triliun dollar Amerika Serikat.

Berlawanan dengan kepercayaan masyarakat selama ini bahwa PTM  merupakan penyakit yang umumnya dialami oleh orang mampu, menurut WHO, 80% penderita PTM di dunia adalah orang dengan kelas ekonomi menengah ke bawah. Mereka tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk mengaplikasikan pola hidup sehat dan cenderung berperilaku berisiko seperti merokok dan mengonsumsi alkohol. Tidak berlebihan jika Lancet mengemukakan bahwa penyakit tidak menular bukan sekedar masalah kesehatan tetapi juga merupakan isu ketidakadilan sosial di era modern ini.

Tantangan pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular

Upaya pencegahan dan pengendalian PTM masih mengalami kendala dalam segi pelayanan, sistem, dan kebijakan kesehatan. Dari segi pelayanan, pengendalian PTM belum terfokus dan terfragmentasi. Akses terhadap fasilitas kesehatan  di daerah teluar, terpencil dan perbatasan masih terbatas. Dari segi sistem kesehatan, alokasi anggaran kesehatan antar daerah tidak proporsional dan pengucurannya sering tidak tepat waktu. Tenaga kesehatan yang ada tidak mencukupi baik secara kuantitas maupun kualitas. Dari segi kebijakan jamak terjadi distorsi sektoral dalam terutama ketika pemerintah daerah mengalami kesulitan menyesuaikan fokus program antara pemerintah pusat dan daerah baik dalam tatanan anggaran maupun implementasi.

Tantangan ini tidak dapat diatasi dalam waktu singkat karena berkaitan dengan berbagai determinan politik dan administrasi pemerintahan. Pemerintah memiliki keterbatasanyang kronik terutama dalam hal pembiayaan pelayanan kesehatan kuratif. Intensi dan ikhtiar positif pemerintah sering tidak sejalan dengan hasil yang didapat.  Upaya menjamin penanganan penyakit kronis justru menjadi bumerang ketika BPJS harus deficit setiap tahunnya. Alih-alih meringankan beban masyarakat menengah ke bawah untuk mendapatkan akses fasilitas kesehatan, masyarakat justru terlena dan menjadi kurang bertanggung jawab dalam menjaga perilaku terkait kesehatannya.

Membangun intelegensia kesehaatan masyarakat

Pembangunan sistem kesehatan yang kuat membutuhkan tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga keterlibatan aktif masyarakat dan berbagai sektor terkait. Dengan derajat yang berbeda-beda, setiap individu memiliki kesempatan untuk  memilih hidup sehat. Agar dapat hidup dengan sehat dan bermartabat, individu perlu memiiliki kapasitas dan kompetensi. Memberdayakan masyarakat terutama dalam mempromosikan hidup sehat dan mencegah perkembangan penyakit dapat dimulai dengan membangun intelegensia kesehatan masyarakat.

Masyarakat dapat dilibatkan dalam mengelola faktor risiko PTM yang masih dapat dimodifikasi misalnya dengan melakukan self assessment faktor risiko (menilai tingkat kecanduan nikotin, menilai peluang terkena penyakit jantung,dll.) juga memodifikasi aktivitas (membatasi jumlah rokok, alcohol, gula dan garam) sehari-hari mereka. Sementara pengendalian  harus dilaksanakan secara komprehensif meliputi screening dan diagnosis,  manajemen diri dan terapi jangka panjang hingga perawatan paliatif.

Promosi  gaya hidup sehat dan prevensi penyakit mealui Public Private Partnership

Kolaborasi adalah kunci kesuksesan inovasi kesehatan, Sektor swasta dapat berkontribusi dalam bentuk implementasi teknologi kesehatan. Melawan PTM, Indonesia perlu inovasi yang cepat. Pemerintah perlu bekerjasama dengan berbagai  pemangku kepentingan lain terutama sektor swasta yang memiliki inisiatif yang terbukti cost-effective dan relevan dengan konteks masyarakat. Terutama inisiatif yang mampu mendukung pembangunan kompetensi kesehatan masyarakat Indonesia.

Tahun 2008 KlikDokter sebagai portal kesehatan pertama di Indonesia bekerjasama dengan Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran dan Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia menyusun database komunikasi, informasi dan edukasi kesehatan. Dengan dukungan teknologi informasi, KlikDokter berfokus pada inovasi informasi kesehatan dalam membangun kompetensi kesehatan masyarakat termasuk menjalin komunikasi yang baik dengan Konsil Kedokteran Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia dan Kementerian Kesehatan.

Pada awal tahun 2016, KlikDokter bekerjasama dengan Lifebuoy dan Mirum dalam pengembangan aplikasi ponsel cerdas yang menyediakan fitur cerdas. Diantaranya adalah  Alat Pemeriksa Gejala & Penyakit, sebuah portal informasi dengan ratusan daftar penyakit yang sering ditemukan pada anak dan dilengkapi dengan cara pencegahannya. Selain itu, Diary Sakit, sebuah  catatan kesehatan anak yang mencakup berat badan, tinggi, dan catatan kesehatan yang diperbarui sesuai pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak.

Menyambut bulan ramadhan tahun ini KlikDokter mengeksekusi kerjasama strategis dengan dengan Promag, Ikatan Dokter Indonesia, dan Ikatan Apoteker Indonesia menyelenggarakan rangkaian edukasi kesehatan tentang penggunaan obat melalui konsutasi dokter non-stop selama 45 jam. Konsultasi dilakukan terbuka untuk seluruh masyarakat Indonesia melalui platform Live Chat. Melalui website KlikDokter.com dan AhlinyaLambung.com, konten informasi kesehatan tentang topik kesehatan di bulan puasa didistribusikan.

Bulan Agustus ini, bekerja sama dengan Nutrilive Benecol dan Yayasan Jantung Indonesia, KlikDokter mengeksekusi sebuah rangkaian kampanye gaya hidup sehat yang berjudul Cara Enak Tangkal Kolesterol, sebuah program edukasi gaya hidup sehat untuk mencegah perkembangan penyakit jantung dan pembuluh darah. Diawali dengan roadshow kampanye gaya hidup sehat di empat kota, dengan masing-masing kota melibatkan 500-an peserta, acara dipuncaki di Jakarta dengan diikuti oleh 3000 lebih peserta.

Konsep edukasi dan perubahan perilaku yang diimplementasikan dalam kampanye ini meliputi self-assesment risiko penyakit jantung, membekali pasien dengan kemampuan mengidentifikasi faktor risiko dan probablitas dirinya terkena penyakit jantung, aktivitas jalan sehat, hingga pemeriksaan kolesterol lengkap oleh tenaga kesehatan secara gratis. Peserta kamapanye juga mendapatkan edukasi dan pelatihan tentang pembakaran kalori yang efektif melalui aktivitas fisik sederhana.

Program pembangunan kompetesni kesehatan masyarakat yang berhasil memiliki karakteristik antara lain: memunculkan rasa memiliki bagi masyarakat, hadir pada momentum yang tepat, memiliki makna penting bagi setiap pemangku kepentingan yang terlibat, berkelanjutan, memiliki sumber pembiayaan yang fleksibel dan dapat ditingkatkan, serta yang paling penting adalah relevan dengan konteks masyarakat setempat.

Inefektifitas berbagai program kesehatan dengan pendanaan tinggi di Indonesia  dan negara berkembang lain biasanya disebabkan oleh perancangan dan perencanaan program yang hanya mengikuti panduan yang diberikan oleh penyedia dana tanpa kontekstualisasi yang memadai. Pendanaan umumnya berasal dari negara maju dengan sarana dan prasarana yang lengkap yang angat berbeda dengan latar di Indonesia.

Pemerintah perlu memfokuskan diri dalam menjamin implementasi kebijakan kesehatan yang telah disusun. Program pembiayaan kesehatan yang tidak efektif perlu dipangkas atau disesuaikan dengan perilaku ekonomi masyarakat dan organisasi kesehatan. Prioritas dan insentif kepada sector swasta yang mampu membuktikan efektivitas inovasinya perlu ditingkatkan. dan politisi perlu menunjukkan komitmen pada upaya memerangi PTM ini. Jika mampu menghadapi tantangan PTM, Indonesia dapat menjadi teladan dalam inovasi kesehatan setidaknya di ASEAN dan di antara negara-negara berkembang.

 

Ikuti tulisan menarik Mocahmmad Fadjar Wibowo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler