x

Aturan Investasi Asing Dilonggarkan

Iklan

Iqbal Hasan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Masih Ingin Gabung TPP?

Ketika akan berinvestasi, calon investor tak akan menanyakan ada tidaknya perjanjian investasi internasional di negara tersebut.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sudah banyak kajian untung rugi Indonesia ikut bergabung dengan Trans Pacific Partnership Agreement (TPPA). Namun kajian lebih banyak berkutat pada prediksi hitung-hitungan angka kenaikan atau penurunan nilai perdagangan dan investasi. Kajian sering tidak menyentuh misalnya aspek alamiah dari investor dan investasi asing itu sendiri.

Dengan tidak mengenyampingkan berbagai kajian yang telah dibuat, perlu diketahui tidak sedikit juga kajian ilmiah yang menjelaskan tidak adanya korelasi signifikan antara perjanjian investasi internasional, baik dalam bentuk perjanjian investasi bilateral maupun perjanjian perdagangan bebas yang memiliki bab investasi, dengan realisasi investasi. Konkritnya, calon investor ketika akan berinvestasi ke suatu negara tidak akan bertanya apakah negara tersebut memiliki perjanjian investasi internasional atau tidak. Mereka akan lebih memperhatikan faktor pangsa pasar, stabilitas politik dan hukum, dan sebagainya.

Lebih lanjut, meskipun negara telah melakukan upaya peningkatan investasi melalui berbagai bentuk kerjasama perjanjian internasional, keputusan berinvestasi pada dasarnya tetap merupakan keputusan perusahaan. Perusahaan sesuai kodratnya hanya mempertimbangkan proyeksi untung rugi usaha, dan tidak akan sentimentil mempertimbangkan hubungan ekonomi dan politik kedua negara. Banyak contoh puluhan perjanjian investasi internasional yang dimiliki Indonesia, sebagian darinya tidak ada realisasi investasi sama sekali, atau kalaupun ada amat sedikit nilainya.

Selain kajian untung rugi, Pemerintah juga perlu meninjau ulang efektifitas dari perjanjian-perjanjian yang sudah ada, dan perjanjian-perjanjian yang saat ini sedang dirundingkan, baik dengan negara anggota TPPA maupun yang bukan anggota TPPA sebagai perbandingan. Kajian tersebut diperlukan untuk melihat apakah perjanjian-perjanjian yang telah ada benar-benar dibutuhkan oleh investor asing, apakah perjanjian tersebut digunakan oleh investor asing, dan apakah investor asing masuk ke Indonesia menggunakan skema dari perjanjian tersebut atau justru menggunakan skema hukum nasional.  Jika hasil kajian menunjukkan bahwa investor asing ternyata tidak memanfaatkan perjanjian, lalu apa urgensinya Indonesia mengikatkan banyak komitmen dengan negara lain melalui perjanjian internasional yang pasti banyak mengikis kedaulatan nasional.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain itu, kerjasama dalam bentuk perjanjian internasional sebenarnya dapat dilakukan secara bilateral dengan masing-masing negara mitra, dan dengan substansi yang terpisah. Misalnya perjanjian bilateral dalam bentuk perjanjian preferensi perdagangan untuk bidang perdagangan barang, dan perjanjian investasi bilateral untuk bidang investasi. Dengan demikian maka sifat saling mengunci antara perdagangan barang, perdagangan jasa, dan investasi di dalam satu perjanjian perdagangan bebas seperti TPPA dapat dihindari.

Tulisan ini tidak berintensi untuk menyurutkan niat Pemerintah bergabung ke TPP. Tapi ingatlah, TPPA adalah perjanjian dengan level ambisi yang sangat tinggi. Bergabung ke TPP berarti Indonesia benar-benar sudah harus siap dengan struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum yang mapan.

Realitanya, peristiwa pejabat Pemerintah dan penegak hukum yang terus-terusan masuk bui, produk peraturan perundang-undangan yang terus menerus tumpang tindih, berubah-ubah dan bolak balik dibatalkan MK, tidak memberikan indikasi kalau struktur, subtansi, dan budaya hukum Indonesia sudah siap memberikan perlakuan yang fair and equitable terhadap investor asing.

Selama sistem hukum kita belum stable dan predictable, bergabung ke TPP hanya akan memperbesar peluang Indonesia digugat ke arbitrase internasional. Perlu dicatat bahwa beracara di arbitrase internasional menghabiskan biaya sangat besar, bahkan jika dalam posisi menang sekalipun. Apalagi jika kalah, darimana anggaran membayar nilai gugatan yang biasanya mencapai milyaran dollar itu.

 

Muhammad Iqbal Hasan

Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum di Jakarta

Ikuti tulisan menarik Iqbal Hasan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler