x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Apakah Perpustakaan Semakin Usang?

Perpustakaan virtual memberi kemudahan bagi pengunjungnya, tapi apakah ini pertanda semakin usangnya perpustakaan fisik?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Selama berabad-abad, perpustakaan menjadi salah satu ‘penjaga api ilmu pengetahuan’, sebagaimana universitas dan penerbit buku. Para penjaga api itu meneruskan pengetahuan yang dihimpun manusia dari generasi ke generasi. Kini, apakah eksistensi perpustakaan akan semakin pudar, tergerus oleh internet dengan segala pendukungnya yang terus berkembang?

Ruang-ruang perpustkaan semakin sepi pengunjung. Mengutip data kunjungan American History Archives di Wisconsin Historical Society, AS, tahun lalu jumlah pengunjung sekitar 50 ribu—turun sebanyak 40% sejak 1987. Tampak drastis, tapi apa sebenarnya yang terjadi?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Boleh dikata, situasi itu barulah separo cerita. Separo sisanya tentang meningkatnya kunjungan ke perpustakaan online. Perpustakaan yang sama kini menerima 85 ribu kunjungan online tahun lalu. Jadi, apakah ini menandakan bahwa banyak orang bermigrasi dari perpustakaan fisik ke perpustakaan virtual berkat kemudahan yang disediakan teknologi?

Semakin banyak sekolah, universitas, maupun kursus yang menawarkan belajar secara online. Aktivitas ini berkontribusi terhadap meningkatnya jumlah kunjungan ke perpustakaan virtual—kemudahan dan kepraktisan membuat pengguna memilih perpustakaan virtual ketimbang fisik. Dari laptop di meja kerja, kita dapat menjelajahi puluhan perpustakaan virtual untuk menemukan materi yang kita perlukan.

Namun, sayangnya, tidak setiap perpustakaan membukakan pintunya untuk kita secara gratis. Ada harga yang harus dibayar untuk dapat membaca naskah-naskah akademik yang dipublikasi di jurnal-jurnal ilmiah. Sebagian pengunjung bisa memasuki pintu perpustakaan bila ia menjadi anggota institusi tertentu—perpustakaan universitas, misalnya—yang berlangganan jurnal tertentu.

Internet memang menginspirasi orang di belahan bumi manapun untuk menyimpan segala pengetahuan di sana: buku, peta, jurnal, dan sebagainya. Namun upaya ini belum sepenuhnya berhasil karena tertumbuk oleh isu hak cipta. Banyak pengetahuan yang telah dihimpun manusia dan tersimpan di perpustakaan fisik belum berhasil didigitalisasi karena alasan-alasan ini.

Internet jelas sumber daya jebat untuk menemukan informasi tentang apa saja. Betapapun hebat, lebih pas bila dikatakan internet melengkapi perpustakaan—bukan atau belum menggantikannya; setidaknya hingga sejauh ini. Efisiensinya dalam menemukan apa yang kita butuhkan memang sangat mengesankan.

Perpustakaan fisik memberi pengalaman berbeda kepada pengunjung. Menyusuri lorong-lorong yang dipenuhi rak buku menguarkan suasana tersendiri. Membuka halaman-halaman buku cetak, mencium aromanya, serta kenyamanan dalam membaca teks yang tercetak di kertas memberikan pengalaman unik yang tidak kita temukan saat membaca teks-teks digital. Tapi, boleh jadi, perpustakaan fisik memang akan semakin kesepian ketika orang-orang semakin enggan beranjak dari hadapan laptop atau smartphone-nya. Di layar, mereka menyusuri lorong-lorong virtual, mencar buku di katalog virtual, membaca buku digital, dan mengunduhnya bila ada yang gratis.

Ya, perpustakaan fisik akan semakin kesepian bila tidak berdandan dan menyajikan hidangan yang baru lagi menawan. (Foto: Perpustakaan Nasional Jakarta, tempo.co) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler