x

Iklan

Adhie Patangari

The future in your hand !
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

HABIS POCO-POCO TERBITLAH GEMU FA MI RE

"siapa sangka musik dan Goyang Gemu Fa Mi Re bisa menembus berbagai belahan benua baik Asia, Amerika, Eropa maupun Arika"

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

HABIS POCO-POCO TERBITLAH GEMU FA MI RE

“Balenggang pata-pata, Ngana pe goyang pica-pica, Ngana pe bodi poco-poco”. Sepenggal syair lagu ini tentunya mengingatkan kita. Di tahun 2000-an goyang poco-poco menjadi tarian terheboh di Indonesia. Yopie Latul, seniman daerah Maluku mempopulerkan dengan suguhan goyangan yang asyik dan energik hingga menjadi senam wajib hampir di semua instansi atau lembaga Indonesia.

Seiringnya dengan kemajuan di blantika musik tanah air dan tumbuh suburnya pencipta lagu daerah, melahirkan banyak karya yang bervariasi. Satu di antara anak muda berbakat, ada satu sosok yang mampu menggali potensi musikal lokal. Dia adalah Frans Cornelis Dian Bunda. Seniman asli asal Sikka, Maumere. Hadir dengan menyuguhkan paduan musik etnis dan goyangan khas Maumere.

Siapa saja tentunya sudah tidak asing tatkala mendengar lagu Gemu Fa Mi Re. Entah itu dari anak-anak sampai dewasa ataupun dari Sabang sampai Meraoke. Seperti yang banyak bertebaran di media Youtube, siapa sangka musik dan Goyang Gemu Fa Mi Re bisa menembus berbagai belahan benua baik Asia, Amerika, Eropa maupun Arika. Lagu dan goyangan fenomenal ini sampai sekarangpun menjadi trend 2016. Maka tak heran bila Gemu Fa Mi Re menjadi sarapan pagi bagi Instansi atau Lembaga untuk melakukan senam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pengakuan sang pencipta, Nyong Franco demikian sapaanya,  “tujuan penciptaan lagu ini hanya sebagai oleh-oleh bagi tamu dari luar yang datang ke Maumere”. Gemu fa mi re sendiri merupakan ungkapan jenaka nenek moyang. Secara harfiah artinya “makan not fa mi re”. Dikutip koepang.com 27/01/2016.

Nyong Franco mengakui, beberapa group ‘mendaur ulang’ lagu ini. Moat (sapaan laki-laki dewasa) Franco menyesalkan tindakan ini. Mereka mengganti musik, tetapi kata-kata tetap sama. Yang disesalkan lagi mereka (baca: plagiator) salah mengucapkan atau melafalkan kata-kata dalam syair tersebut sehingga mengaburkan artikulasi.

“Maka tak ayal bila saya meminta perlindungan Hukum ke Polda NTT atau setidaknya ke Polres Sikka bersama senior saya Fransisco Soarez Pati, SH. Karena sejak berapa bulan yang lalu ada sejumlah pihak yang diduga melakukan pembajakan dengan tujuan komersil terhadap hasil cipta saya tanpa ijin”, ungkap seniman muda Sikka ini seperti yang dikutip kabardariflores.blogspot.com 04/03/2015 lalu.

Sebagai pencipta asli, ia menyatakan kegundahannya. Karena karyanya mudah dimodifikasi tanpa ijin darinya. Sementara lagu ini telah mendapat pengakuan dan perlindungan  hukum dari Pemerintahan Republik Indonesia cq. Dirjen HAKI ub. Direktur Hak Cipta Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang, Kementerian Hukum & HAM RI,  dalam Surat Pencatatan Ciptaan nomor 070346  dengan jangka waktu perlindungan selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 70 Tahun setelah pencipta meninggal dunia.

Penulis sangat mengharapkan dukungan semua pihak baik dari Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka, DPRD Sikka serta seluruh masyarakat Kab. Sikka dimanapun berada. Agar bersama-sama memajukan musik lokal ataupun daerah serta menjaga kelestarian musik khas Sikka Maumere manise ini. Maju Terus Musik Daerah.

 

Ikuti tulisan menarik Adhie Patangari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB