x

Para turis asing yang ingin melihat lebih dekat keindahan situs bersejarah Taj Mahal, Agra Uttar Pradesh , India (19/3). Taj Mahal dibangun oleh raja Mughal, Shah Jahan untuk istrinya ke 14 Mumtaz Mahal yang meninggal karena melahirkan, Taj Mahal me

Iklan

ibnu Burdah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kesatuan Politik, Agama, dan Cinta: Inspirasi Taj Mahal

Antara politik di satu sisi dan agama dan cinta di sisi lain adalah entitas yang berbeda dan sama sekali berjauhan. Benarkah seharusnya demikian?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh Ibnu Burdah

            Politik sering digambarkan sebagai kotor, penuh tipu daya, menghalalkan segala cara demi tujuan yang sangat sempit, tidak ada ketulusan, tanpa cita-cita mulia, tuna moral dan kasih sayang, bahkan sering kali amat kejam. Tentang politik, orang sering menyebut ungkapan “tidak ada kawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi”. Yang dimaksud kepentingan abadi itu adalah pengejaran kekuasaan dan kepentingan sebagai sarana untuk memudahkan memperoleh kepentingannya sendiri. Karena itu, konsep interest dan power menjadi pusat dari konsep-konsep pokok dalam studi politik hingga sekarang. 

            Agama sering digambarkan sebagai seperangkat aturan dan nilai-nilai agung dari Yang Maha Kuasa. Agama dipandang sebagai suci dan tidak tersentuh oleh praktek sejarah termasuk politik. Agama dan politik sering dipandang sebagai entitas yang sama sekali berbeda, terpisah sangat jauh, dan tidak berhubungan antara satu dengan lainnya. Lebih-lebih dengan cinta yang merupakan salah satu inti agama, politik digambarkan sama sekali bertolak belakang. Cinta adalah memberi, berkorban, merawat, menjaga, memuliakan,  dan penuh kelembutan sedangkan politik itu kejam, mengeksploitasi, memperdaya, dan menelikung kawan. Dalam politik,  tidak ada pengorbanan, yang ada adalah hitungan sebesar mungkin memperoleh laba. Singkatnya, antara politik di satu sisi dan agama dan cinta di sisi lain adalah entitas yang berbeda dan sama sekali berjauhan. Benarkah seharusnya demikian?

Kesatuan

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

            Taman pekuburan Taj Mahal di India, dikenal sebagai salah satu keajabaiban dunia, mengatakan lain. Politik, agama, dan cinta adalah satu kesatuan. Dalam sosok bangunan itu, tiga gagasan yang sering dipandang sebagai saling bertentangan, mewujud dalam arsitektur, kemegahan, dan keindahan bangunan yang dikagumi banyak orang. Taj Mahal adalah simbol keabadian cinta suami, Shah Jahan, salah satu raja kerajaan Mughal pada pertengahan abad ke-17, terhadap isterinya yang meninggal saat melahirkan anaknya yang ke-14. Butuh lebih dua puluhan tahun, ribuan seniman, ahli arsitektur dan ahli bangunan lain untuk mengungkapkan kecintaan Shah Jahan kepada sang isteri, Mumtaz Mahal, melalui bangunan itu. Mumtaz Mahal secara harfiah berarti orang terhormat dari istana, sedangkan Taj Mahal, gabungan bahasa Arab dan Urdu, berarti Mahkota Istana.

            Taj Mahal juga merupakan simbol keyakinan dan kedalaman penghayatan terhadap spiritualitas-keagamaan. Bukan hanya ornamen dan kaligrafi yang menggambarkan keindahan dan pesan-pesan suci, seluruh arsitektur bangunan itu diorientasikan untuk melukiskan kehidupan surgawi yang penuh keabadian, kedamaian,  dan kebahagiaan kehidupan akhirat. Shah Jahan sangat berharap arwah sang isteri benar-benar diterima disisi-Nya, dimasukkan ke dalam surga-Nya, dan karena itu ia berupaya mengungkapkan seribu doa melalui arsitektur yang konon dipandang terindah di dunia.

            Taj Mahal juga melambangkan kondisi dan kekuatan politik; yakni kemakmuran, kebersamaan, dan keagungan. Taj Mahal adalah salah satu simbol kebesaran imperium Mughol, imperium muslim sunni, yang menguasai wilayah yang sangat luas di Asia Selatan hingga Asia Tengah. Bersama dua kerajaan Muslim di tempat lain yaitu Savafid, Persia, dan Utsmaniyyah, Turki, Mughal terutama pada masa-masa Shah Jahan merupakan kerajaan Muslim yang makmur dan besar. Pembuatan “Taj Mahal” bukan hanya melibatkan kedalaman penghayatan spiritual-keagamaan, kekuatan Cinta, namun juga memerlukan kekuatan dan keinginan politik. Taj Mahal adalah kesatuan Cinta, spiritualitas-agama, dan politik.

Cita-Cita untuk Indonesia

            Jika praktek politik di Indonesia dan di dunia Islam lain dijadikan sarana untuk menebar Cinta dan kasih sayang kepada sesama, untuk memperjuangkan nilai-nilai “spiritual” agung dan kepentingan bersama, maka betapa luar biasanya negeri ini; bukan hanya miniatur surga sebagaimana Taj Mahal, namun surga dunia yang sesungguhnya; penuh kemakmuran relatif merata,  kedamaian, kesejukan,  kebersamaan, dan masyarakat yang dalam konsepsi al-Farabi disebut sebagai masyarakat bahagia.[i] Yakni masyarakat “tingkat lanjut” yang menjadi cita-cita baru bagi negara-negara maju di Eropa.

            Kebahagiaan Indonesia dan negeri Muslim bukan hanya karena HDI yang menjadi tolok ukur yang kaku sebagaimana di nengara-negara Barat, namun capital sosial dan spirit umum bangsa Indonesia adalah masyarakat yang sangat berpotensi bahagia; gotong royong, mudah menerima kenyataan, ketegaran dan kesabaran,  tepo seliro, dan tolong menolong. Semua “benda-benda” itu adalah barang langka yang dengan susah payah ingin diciptakan oleh negara-negara maju saat ini namun kita mudah sekali membuangnya. Menggali inspirasi dari Taj Mahal memberikan semangat kepada kita bahwa agama, politik, dan Cinta itu dapat menyatu dan mewujud dalam praktek nyata  kehidupan bserbangsa, bermasyarakat, dan bernegara. Tulisan ini diambil dari buku Ibnu Burdah, Islam Kontemporer Revolusi dan Demokratisasi, Malang: Intrans Publishing.

 

***

 

Dr. Ibnu Burdah, MA, adalah dosen UIN Sunan Kalijaga, guru ngaji, dan penulis buku 1. Pendidikan Karakter Islami untuk anak SD/ SMP/ SMA, 2. Kristal-Kristal Cinta  Para Filsuf, Sufi, dan Nabi. 3. Metode Baca al-Qur’an ramah Anak Iqra’ Tartila. 4. Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah. 5. (Dunia) Islam  Kontemporer. 6. Bahasa Arab (untuk Hubungan) Internasional. 7. Segitiga Tragedi Tanah Palestina. 8. Wajah Baru Yahudi Orthodox vs Zionisme Zionisme. 9. Puisi-Puisi Nakal dari Pesantren: Setengah Humor Setengah Cendekia. 9. AL-Tajwid al-Tatbiqi li al-Athfal (Tajwid Terapan untuk Anak Madrasah).

 



[i] Abu Nashr Muhammad bin Muhammad Al-Farabi, Tahshil al-Sa’ada, (Beirut: Dar al-Andalalus, 1983).

 

Ikuti tulisan menarik ibnu Burdah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler