x

Suasana perhitungan dan pencatatan perolehan suara calon anggota BPK di DPR, Jakarta, 21 September 2016. Tempo/Vindry Florentin

Iklan

Kanjeng Darwanto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menakar Integritas Calon BPK

Terlepas dari polemik antara rekomenasi DPD dan Komisi Keuangan DPR, publik sangat berharap bahwa calon terpilih merupakan orang yang layak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada tanggal  19-21 September 2016, Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat menggelar fit and proper test bagi 24 empat calon anggota DPR. Calon terpilih akan dilantik pada November 2016. Meski Dewan Perwakilan Daerah hanya merekomendasikan 8 nama calon untuk dipertimbangkan, namun DPR tetap “keukeuh” akan melakukan uji kepatutan dan kelayakan bagi seluruh 24 calon.

Terlepas dari polemik antara rekomenasi DPD dan Komisi Keuangan DPR, publik sangat berharap bahwa calon terpilih merupakan orang yang layak. Prasyarat penting, angota BPK harus memiliki integritas dan bebas dari berbagai konflik kepentingan. Memiliki integritas moral dan kejujuran harus dipenuhi bagi anggota BPK sebagaimana menjadi amanat UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, pasal 13 point “d”. Masalah yang timbul adalah mengukur integritas seseorang dalam seleksi calon tidaklah mudah, mengingat kejujuran masih menjadi barang yang sangat mahal di negeri ini.

Bercermin pada seleksi anggota BPK sebelumnya, banyak persoalan yang muncul pasca pemilihan dan pelantikan pimpinan dan anggota BPK. Pertama, di tahun 2009 DPR yang memilih anggota BPK dipermalukan dengan penetapan tiga anggota BPK terpilih oleh KPK. KPK menetapkan tersangka terhadap tiga anggota BPK terpilih TM Nurlif, Udju Djuhaeri dan Endin J. Soefihara. Ketiganya divonis bersalah oleh Hakim Tipikor karena menerima suap Miranda saat menjadi legislator periode 1999-2004.

Kedua, pada tahun 2014 KPK menetapkan tersangka Ketua BPK, Hadi Poernomo yang diduga menyalahgunakan wewenang saat menjabat Dirjen Pajak Kementerian Keuangan. Meski penetapan tersangka dibatalkan lewat pra peradilan yang dimenangkan oleh Hadi Poernomo, namun kasus ini memperlihatkan adanya persoalan serius pada track record anggota terpilih. Terakhir, koalisi LSM melaporkan Haris Azhar (Ketua BPK) ke Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE) BPK karena diduga melakukan pelanggaran kode etik karena terdaftar dalam “The Panama Papers”.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Begitu lemahnya integritas yang dimiliki oknum anggota BPK terpilih. Sehingga, sangat mengganggu kinerja lembaga ini. Setahun terakhir, pimpinan BPK menjadi bahan “bully” netizen yang dianggap tidak memiliki integritas. Marwah lembaga sebagai lembaga tinggi negara pun runtuh, kepercayaan publik melemah. Perlu kerja keras untuk mengembalikan citra lembaga yang baik, salah satunya melalui seleksi anggota. Proses ini menjadi momentum penting dalam melahirkan anggota BPK yang bebas dan mandiri sesuai dengan konstitusi.

Andreas Harefah dalam Manusia Pengajar (2000), menyingkap bahwa integritas terbangun dengan tiga syarat utama. “Demonstrate honesty”, yaitu bekerja dengan orang lain secara jujur dan benar, menyajikan informasi secara lengkap dan benar menjadi prasyarat pertama. Kedua keeping commitment, melakukan apa yang dijanjikan. Dan terakhir behave consistently, menunjukkan tidak adanya kesenjangan antara kata dengan perbuatan. Anggota BPK, yang tidak memenuhi tiga syarat maka dapat dianggap tidak memiliki integritas.

 

Rekam Jejak Calon

Sulit menilai calon tanpa mengetahui rekam jejaknya. Dengan rekam jejak calon, maka dapat menelusuri berbagai informasi yang berkaitan dengan kejujuran, konsistensi dan komitmennya. Rekam jejak harus menjadi pertimbangan penting dalam memilih anggota BPK. Komisi Keuangan DPR harus mendasarkan pertimbangannya dengan melacak rekam jejak mereka, sehingga dapat mengetahui integritas dan kapabilitas calon, disamping kemampuan dalam bidang audit dan pemahaman tentang keuangan negara sistem akuntasi keuangan (SAK) negara.

Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat harus melibatkan berbagai pihak untuk mendapatkan rekam jejak calon. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan KPK dapat memberikan informasi kepemilihan harta dan kekayaannya, tidak terlibat dalam kasus korupsi. Polri dapat memberikan ada dan tidaknya dalam persoalan pelanggaran pidana lainnya. Masyarakat bisa memberikan masukan atas informasi-informasi lainnya. Sehingga anggota BPK tidak akan terpenjara dengan persoalan masa lalu.

Pelibatan yang dimaksud dengan meminta kepada pihak-pihak terkait untuk memberikan potret calon. Permintaan ini harus dilakukan sejak awal proses, sehingga berbagai pihak baik PPATK, KPK, POLRI dan masyarakat memiliki waktu yang cukup untuk melakukan penelusuran secara mendalam. Mustahil akan melahirkan anggota BPK yang memiliki integritas tanpa partisipasi dari berbagai pihak. Karena Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, bukanlah Dewa yang dapat mengetahui semuanya.

Ikuti tulisan menarik Kanjeng Darwanto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler