x

Iklan

Gendur Sudarsono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tiga Keanehan di Balik Pemulihan Nama Baik Setya Novanto

Ranah kode etik yang jelas berbeda dengan ranah penegakan hukum.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mahkamah Kehormatan Dewan tiba-tiba mengeluarkan putusan yang mengejutkan: memulihkan  nama baik  mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat  Setya Novanto.  Putusan ini diambil setelah sebelumnya Setya--kini ia menjadi Ketua Umum Partai Golkar-- mengajukan permohonan pemulihan nama ke  Mahkamah Kehormatan DPR.

Setya bermodalkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20 Tahun 2016 yang mengoreksi  aturan soal rekaman sebagai alat bukti hukum dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Permohonan uji materi ini juga diajukan oleh Setya Novanto sendiri. Inti koreksi  MK adalah rekaman  elektronik tidak bisa dipakai lagi sebagai alat bukti  kecuali dilakukan oleh  penegak hukum.

Atas dasar itu, Mahkamah Kehormatan kemudian  memulihkan nama baik Setya yang  akhir tahun lalu  diadili oleh  alat kelengkapan DPR ini.  Menurut Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan, Sarifuddin Sudding, Mahkamah  mengabulkan permohonan Setya. “Sudah diputuskan rapat kemarin (27 September 2016).  MKD memulihkan harkat dan martabat terkait dengan persidangan," ujarnya kepada Tempo. (Baca: Mahkamah Pulihkan Nama Baik Setya Novanto)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Putusan Mahkamah  lewat persidangan yang terkesan  dilakukan diam-diam itu sungguh janggal. Setidaknya terdapat  tiga  hal yang aneh dari putusan pemulihan  nama baik Setya.

1.  Aturan etik berbeda dengan hukum

Benar bahwa  rekaman percakapan Setya Novanto  yang dijadikan bukti dalam sidang kode etik tidak dibuat oleh penegak hukum.  Tapi  ranah kode etik  jelas berbeda  dengan ranah penegakan hukum. Putusan MK  hanya berkaitan langsung dengan proses penegakan hukum. Koreksi terhadap Undang-Undang ITE tidak otomatis pula menghapus ketentuan serupa dalam aturan yang menyangkut kode etik.

Sampai sekarang  DPR juga belum mengubah Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan. Pasal 27 huruf d peraturan itu jelas memasukkan rekaman elektronik sebagai alat bukti. Aturan ini mendeskripsikan jenis alat bukti, yakni informasi yang dapat dibaca, dilihat, atau didengar, termasuk rekaman elektronik.

Putusan MK hanya dampak  langsung pada proses penangan kasus ini antara lain di kepolisian. Sudah lama polisi   menyetop pengusutan skandal  Setya Novanto. Kini penegak hukum tak ada peluang lagi untuk mengungkap kasus itu karena akan terbentur oleh keabsahan bukti rekaman. 

2.  Menabarak asas tidak boleh berlaku surut

Kalaupun  Tata Beracara Mahkamah Kehormatan DPR itu diubah, nama Setya Novanto tetap  susah  dipulihkan. Aturan etik dan pidana seharusnya tidak bisa berlaku surut demi menegakkan kepastian hukum. Kalau asas ini diabaikan, betapa kacaunya proses penegakan etik dan hukum.

Banyak sekali pelanggar hukum dan etik yang harus dibebaskan dari hukuman atau dipulihkan nama baiknya gara-gara perubahan aturan.  Saat Setya Novanto diadili dalam sidang etik, aturan mengenai rekaman sebagai alat bukti jelas masih berlaku (Baca juga Tiga Alasan Kenapa Setya Novanto Sulit Diselamatkan)

3.  Mahkamah tak memutus kasus Setya

Mahkamah Kehormatan  terlihat tidak konsisten karena lembaga ini sebetulnya tidak pernah mengeluarkan putusan mengenai skandal Setya. Sidang kasus “Papa Minta Saham” ditutup pada 26 Desember 2015 tanpa putusan dengan alasan Setya sudah mengundurkan diri sebagai Ketua DPR. (Baca: Tanpa Putusan MKD Hentikan Kasus Setya Novanto)

Keputusan menghentikan sidang tanpa putusan itu sungguh keliru karena Setya diadili sebagai anggota Dewan dan bukan sebagai Ketua DPR. Mahkamah semestinya tetap mengeluarkan putusan, bahkan jika perlu memberikan sanksi berupa pemecatan Setya dari anggota DPR. Kini Mahkamah menambah blunder dengan memulihkan nama baik Setya. Apa yang dipulihkan bila Mahkamah tak pernah menjatuhkan putusan atas kasus Setya?

Artikel lain: Skor KPK vs Setya Novanto 0:1, Tapi Pertandingan Belum Usai

 

 

Ikuti tulisan menarik Gendur Sudarsono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler