x

hal 3 ridwan kamil

Iklan

Rifan Abdul Azis

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pernyataan Ridwan Kamil yang Sangat Disayangkan

Ridwan Kamil menyuruh orang yang menyarankan hukum Islam pindah negara/

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Twit RK

oleh: Rifan Abdul Azis - Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Beberapa hari belakangan ini selain ramai berita penistaan ayat suci al-Qur'an oleh Ahok, di Bandung juga sedang ramai terkait reaksi Ridwan Kamil (RK) terhadap seorang netizen di twitter yang menolak demokrasi. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sungguh sangat disayangkan sikap RK kepada netizen tersebut. Sebagai pemimpin, seharusnya RK menampung semua aspirasi, sekalipun  aspirasi itu tidak disukainya. Apalagi jika aspirasi itu didasarkan agama dengan hujjah yang sangat kuat. Membalas dengan perkataan seperti itu (menyuruh pindah negara) tentu akan menjadi boomerang bagi RK karena penolakan terkait sistem demokrasi semakin banyak pendukungnya. Terlebih lagi pendukung tersebut berasal dari kalangan intelektual yang tidak bisa dianggap sepele dalam mendidik masyarakat. Dan penolakan demokrasi juga disuarakan dengan lantang diseluruh penjuru dunia oleh partai politik Islam Internasional yang salah satu cabangnya tumbuh pesat di Indonesia. 

tidak mendidik

Pernyataan RK yang tidak mendidik seperti itu biasanya muncul karena keliru dalam memahami fakta demokrasi atau sekadar mencari-cari legitimasi (alasan) untuk membenarkan tindakan (menipu diri sendiri dengan berpendapat demokari itu islami) yang selama ini dilakukan.

Misalnya demokrasi dilihat hanya sekadar pemilihan kepala negara (pemimpin) oleh rakyat atau hanya proses pengambilan keputusan yang sama dengan musyawarah; atau sekadar kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan mengkritik penguasa. Kita seakan-akan melupakan, bahwa demokrasi adalah sebuah sistem politik yang muncul dari akidah sekularisme dengan prinsip-prinsip pokoknya yang bertentangan dengan Islam. Demokrasi merupakan istilah Barat, yang oleh presiden AS Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburg (1863) dikatakan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Prinsip pokok demokrasi yang paling mendasar adalah kedaulatan di tangan rakyat. Suara rakyat adalah sebagai sumber hukum yang paling tinggi dan agung serta dipuja-puja. Karena itu, kebenaran harus didasarkan pada suara mayoritas rakyat (walau sebenarnya penipuan saja karena kapitalis-lah yang mengendalikan). Rakyat mempunyai otoritas mengangkat dan memberhentikan pemimpin (walau sebenarnya semua harus direstui dahulu oleh negara kafir penjajah US). Rakyat juga berhak membuat peraturan dan UU karena mereka adalah pemilik kedaulatan melalui wakil-wakil mereka di parlemen(walau sebenarnya rakyat ditipu karena kapitalis-lah yang mengatur). Berdasarkan prinsip penting ini perkara yang benar dan salah kemudian ditentukan oleh suara manusia atas nama suara rakyat atau suara mayoritas (walau sebenarnya tipuan atau utopia saja karena kapitalis-lah/investor-lah yang berkuasa). 

Dalam Islam sangat jelas bahwa kedaulatan bukanlah di tangan rakyat apalagi ditangan kapitalis, tetapi kedaulatan hanya di tangan syariah. Sumber hukum satu-satunya (mashdar al-hukmi) adalah al-Quran dan as-Sunnah. Allah Swt. berfirman:

Jika kalian berselisih paham dalam suatu perkara, hendaklah kalian merujuk kepada Allah (al-Quran) dan Rasul-Nya (as-Sunnah)(TQS an-Nisa’ [4]: 59).

Dengan berpegang teguh pada dua perkara ini kita tidak akan tersesat. Inilah yang disabdakan Rasulullah saw.:

Aku meninggalkan untuk kalian dua perkara dan kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku (THR al-Hakim).

Tetapi begitulah jadinya ketika sekedar pemimpin yang muslim tapi berada dalam kungkungan sekulerisme, ideologi kapitalisme, dan pemikiran liberal. Akhirnya pemimpin hanya menjadi penjaga yang tetap mempertahankan sistem demokrasi yang merupakan najis lizatihi. Padahal sesungguhnya Islam adalah sebuah solusi langsung dari Ilahi.

akhir kata:

"Maka demi Rabbmu, mereka itu (pada hakekatnya) tidak beriman sebelum mereka menjadikan kamu (muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa di hati mereka suatu keberatan terhadap putusan yang engkau berikan dan mereka menerima (pasrah) dengan sepenuhnya" (TQS. An-Nisa [4] : 65)

Nuhun

Ikuti tulisan menarik Rifan Abdul Azis lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler