x

Tersangka Dimas Kanjeng Taat Pribadi digiring petugas saat rekontruksi di padepokannya Desa Wangkal, Gading, Probolinggo, Jawa Timur, 3 Oktober 2016. Rekonstruksi yang menghadirkan Kanjeng Dimas dan sejumlah tersangka lain tersebut dilakukan untuk pe

Iklan

Dewi Ariani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Akibat Sekularisme

Praktik perdukunan ala Dimas Kanjeng terjadi karena masyarakat kita masih banyak yang menganut sekularisme

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Fenomena yang sering ditayangkan di media saat ini yakni kasus Dimas Kanjeng Taat Pribadi di probolinggo seolah menjadi perhatian masyarakat. Sosoknya yang memikat ribuan orang dengan kemampuannya mengeluarkan perhiasan dan sejumlah mata uang dari berbagai negara. Majelis Ulama Indonesia, lewat keterangan pers, menilai kasus Dimas Kanjeng sebagai kejahatan murni yang berkedok agama.

Lembaga itu menegaskan bahwa Padepokan Dimas Kanjeng tak mengajarkan nilai agama kepada para pengikutnya. "Perkumpulan itu memotivasi pengikutnya untuk mengejar kepentingan materi semata," ujar Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Sa'adi (Tempo 30/9).

Praktik perdukunan ala Dimas Kanjeng sebetulnya sudah sering terjadi di Tanah Air dan cukup marak. Disisi lain kondisi masyarakat kita memang cenderung mabuk harta, jadi yang dilakukan adalah dengan menghalalkan segala cara untuk tujuannya, minim iman, maraknya fenomena pengkultusan [krisis aqidah] padahal sudah jelas keharamannya. Mengapa terjadi?

Hal ini tidak lain karena masyarakat kita masih banyak yang menganut sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Saat agama dipisahkan dari kehidupan dan tidak dijadikan landasan kehidupan, maka kaum Muslim banyak kehilangan pegangan hidup. Sekularismelah yang menciptakan kerusakan. Mereka lebih mengikuti perasaan atau mencoba mengilmiahkan hal-hal ghaib dengan kebebasan berpikir tanpa dilandasi dengan agama. Dan keadaan diperparah dengan hilangnya penjagaan Negara sejak dini.

Karena itu hendaknya kita kembali pada agama Allah SWT secara Kaffah. Sesungguhnya Islam adalah agama yang agung, memuaskan akal, sesuai fitrah dan menenteramkan hati.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Dewi Ariani, SE

Guru

Ikuti tulisan menarik Dewi Ariani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler