x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Nobel untuk Lirik Bob Dylan yang Puitik

Setelah membuat kejutan pada tahun lalu, Panitia Nobel kembali membuat kejutan dengan memilih Bob Dylan sebagai Nobelis Sastra tahun ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 
"Aku berbicara untuk kita semua. Aku juru bicara bagi sebuah generasi."
--Bob Dylan (1941-...)

 

Bila Anda lahir dari generasi yang cukup ‘jadul’, barangkali masih ingat kepada lirik yang membuat banyak orang bersenandung atau bersiul sembari memetik gitar:

How many roads must a man walk down
Before you call him a man ?
How many seas must a white dove sail
Before she sleeps in the sand ?
Yes, how many times must the cannon balls fly
Before they're forever banned ?
The answer my friend is blowin' in the wind
The answer is blowin' in the wind.

Yah, itulah penggalan lagu Blowin’ in the Wind yang ditulis Bob Dylan pada 1962, dan populer di sini pada 1970an--lagunya enak dinyanyikan namun liriknya getir. Seingat saya, lagu ini kerap dinyanyikan ‘kakak-kakak mahasiswa’ zaman itu yang memang lagi demam protes (1974-1978). Dylan memulai perjalanan panjang dengan lagu-lagu folk di tengah masyarakat yang terguncang oleh terjebaknya AS dalam Perang Vietnam. Bersama Joan Baez, Dylan menyanyikan lirik-lirik yang menyuarakan protes kepada perang, menyerukan perdamaian dan kebebasan.

Di usianya yang ke-75 tahun, Dylan meraih Penghargaan Nobel untuk Sastra—menjadikannya musisi pertama yang menjadi Nobelis. Siapa menduga Dylan menyisihkan nama-nama ‘sastrawan tulen’, termasuk Haruki Murakami yang sudah beberapa kali dijagokan banyak orang, sekalipun Panitia Nobel tidak pernah mengeluarkan daftar panjang maupun pendek calon-calon peraih. Dylan juga tidak masuk dalam daftar favorit Ladbrokes, seperti halnya penyair Suriah Adonis, novelis Kenya Ngugi Wa Thiong’o, novelis Norwegia Jon Fosse, maupun penyair Korea Selatan Ko Un. 

Lantas mengapa Dylan? “Karena telah menciptakan ekspresi puitik baru di dalam tradisi besar nyanyian Amerika,” begitu alasan Panitia Nobel. Bila tak salah, Dylan menjadi orang Amerika pertama yang kembali memperoleh Nobel sejak Toni Morrison meraihnya pada 1993. Pilihan atas Dylan boleh jadi mengejutkan sebab ia dianggap berada di luar lingkaran terdekat ‘sastrawan’ yang berpeluang untuk meraih penghargaan ini. Yah, karena ia bernyanyi meskipun ia menulis lirik—Dylan bukan mewakili tradisi sastra seperti novel, puisi, cerita pendek yang biasanya masuk ke dalam daftar calon peraih Nobel.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dylan berbeda. Majalah musik Rolling Stones menempatkan Dylan di urutan kedua pada daftar Artis Terbesar Sepanjang Masa, tepat di bawah The Beatles, grup musik yang sebenarnya juga terpengaruh oleh Dylan, dan di atas Elvis Presley.

Pilihan Panitia Nobel kali ini memang kembali mengejutkan, sebab tahun lalu mereka memilih Svetlana Alexievich sebagai peraih Nobel Sastra. Hingga kini, pilihan tersebut masih misteri, sebab buku-buku Alexievich bukan sepenuhnya fiksi, melainkan sejarah-oral yang memadukan fiksi dan non-fiksi. Rupanya, Dylan menjadi kejutan berikut setelah Alexievich. Dylan mematahkan ‘ramalan’ bahwa Nobel Sastra tahun ini tidak akan mendarat di Amerika Serikat. Lewat pilihannya ini, Panitia Nobel telah memperluas batas-batas sastra dan akan memancing diskusi tersendiri tentang, misalnya, apakah lirik lagu telah mencapai nilai artistik yang setara dengan puisi atau novel?

Apapun halnya, jika suatu ketika Anda pernah menyukai Blowin’ in the Wind, inilah saatnya untuk membaca kembali lirik-lirik yang ditulis Dylan—dan mungkin mendiang penyair Dylan Thomas merasa senang nama depannya dipakai oleh Bob. Penyanyi dengan dedikasi sepanjang setengah abad lebih itu telah mengukirkan namanya di deretan Nobelis Sastra bersama Samuel Beckett, Gabriel Garcia Marquez, maupun Kenzaburo Oe. Dylan barangkali bukan ‘penyair tulen’ dalam pengertian yang lazim, tapi ia bersahabat dengan Allen Ginsberg dan mengaku terpengaruh oleh Dylan Thomas dan penyair Prancis Arthur Rimbaud. (Foto: Bob Dylan muda bersama Joan Baez) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB