Nama Bintaro tiba-tiba menjadi viral dalam beberapa minggu ini. Jika tidak percaya, saya mendapat ajakan dari seorang teman yang tempat tinggalnya itu jauh dari Bintaro.
Teman A: “Yuk, hari Jumat kita nonton perobohan Gedung Panin”
Saya: “Waduh, heran saya, kenapa kamu jauh-jauh hanya pengin nonton perobohan!”
Teman A: “Loh siapa tahu kita bisa masuk ke dalam TV, tuh semua awak media ada di sana!”
Saya: “Kok kamu lebih tahu dari saya?”
Teman A: “ Jangan gitu, mendingan kuper atau mendingan update berita?”
Saya: “O, jadi saya yang kuper?”
Teman A: “Habis kamu yang tinggal di Bintaro, kok ngga update gitu”.
Itulah percakapan saya yang singkat tapi padat dengan emosi kuat dari seorang yang sangat merasa dirinya “modern” dan “update” karena mengikuti terus berita terkini.
Saya sendiri sebagai warga Bintaro, sedikit bosan melihat sebuah bangunan Gedung Panin yang sudah tua dan tidak bermanfaat itu , tidak ambruk sedemikian lamanya, hampir 7 bulan.
Lokasi Gedung Bank Panin persisinya di Bintaro Sektor 7, tepat di perempatan lampu merah dekat Bengkel Indomobil, di sebelah Bintaro Trade Centre, disampingnya adalah jalan kecil menuju ke sektor 9 dan dekat dengan tol menuju ke sektor 8.
Bayangkan bangunan tua itu sebenarnya merupakan bangunan yang dibangun pada tahun 1995/1996 oleh Jaya Property, bangunan berlantai 17 dengan tinggi kurang lebih 50 meter dinyatakan tidak lolos uji kelayakan.
Tidak jelas mengapa setelah bangunan sedemikian tinggi, baru dikatakan tidak lolos uji kelayakan. Sebagai pemilik gedung tentunya merasa segan atau sedih,kecewa gedung itu hanya setengah jadi . Kekecewaan itu membuat pemilik membiarkan gedung itu bagaikan sarang hantu. Dibiarkan tanpa diurus apakah mau diteruskan atau dibongkar.
Ternyata banyak yang kreatif terutama pemulung-pemulung melihat lahan emas untuk mengambil apa yang bisa diambil dari gedung yang seolah tak bertuan itu. Sebagian besar dari besi-besi itu diambil dan rangka-rangkanya mulai dipreteli satu persatu. Gedung dibongkar secara manual di bagian depan karena sebagian besar dari besi-besi itu paling gampang diambil dari bagian depan.
Melihat kondisi gedung yang mulai “goyang”, masyarakat di sekitar , depan, samping kanan dan kiri mulai merasa khawatir jika gedung tiba-tiba roboh. Mulailah mereka mencoba menghubungi stakeholder terkait dengan bangunan.
Rencana pengajuan untuk perobohan sudah dimulai sejak bulan Mei 2016. Perobohan metode “Madura”” mengacu kepada penyerahan proses pembongkaran kepada pemborong perorangan yang akan membongkar bangunan secara manual dan si pemborong kemudian si pemborong menafaatkan material sisa bongkaran. Kenyataan metode ini tidak berhasil karena dengan cara yang sangat primitif .
Lalu, setelah hampir 6 bulan berlalu, PT. Wahana Infonusa sebagai proyek Manajemen Pembongkaran gedung , memiliki izin bongkar. Izin bongkar itu ternyata sangat rumit. Persiapan hari Jumat tanggal 14 Oktober malam jadi hari pembongkaran. Bahkan disiapkan kamera pengintai dipasang di banyak titik untuk membantu berbagai pergerakan saat perobohan berlangsung.
Seperti dalam kondisi perang, semua jalan di samping gedung Panin, ditutup, semua harus melalui jalan di samping (tol). Semua orang yang seharusnya berkendara cepat di jalan tol, malah merapat di pinggir tol meminggirkan kendaraannya, menunggu dan menonton proses pembongkaran.
Pembongkaran dengan metode meletakkan berkarung-karung pasir sebanyak hampir 150 ton diletakkan di bagian atas gedung. Entah itu metode yang paling canggih atau paling “safe” untuk perobohan. Sekali lagi kenyataannya, perobohan yang ditunggu sejak Jumat sore , membuat semua orang jadi cape karena lalu lintas jadi super macet, dan penonton seolah menantikan sesuatu yang “magic", tapi tidak terjadi.
Tiga hari telah berlalu dari rencana besar perobohan. Tim ahli bangunan (TAB) berkelit lagi bahwa perosalannya bukan hanya metode tapi juga prosedur administrasi.
Kepusingan ini ditambah dengan banyak berita dari masyarakat yang semuanya berbau mistik. Mereka mengatakan bahwa roh pemilik gedung (konon kabarnya ada seorang gadis pernah bunuh diri) tidak mengizinkan gedung roboh.
Wuih, sampai berapa lama keselamatan masyarakat yang tinggal atau yang berlalu lalang di sekitar itu harus dipertaruhkan. Imajinasi saya berputar dengan cepat, kenapa di Negara modern, untuk merobohkan suatu gedung hanya dalam hitungan detik . Alat yang digunakan adalah bom. Kekuatan bom tentunya sudah diperhitungkan.
Yang jadi pertanyaannya adalah apakah keselamatan masyarakat yang dibiarkan terkatung-katung itu jauh dianggap lebih kecil dibandingkan dengan pembiaran perobohan yang tak juga berhasil itu. Sampai kapan masyarakat dipaksa tersiksa.
Saya pun sekarang menantang teman saya.
Saya: “:Yuk, kamu datang sekarang (hari minggu) tuh dua hari gedungnya menunggu kamu datang baru mau roboh!"
Teman A: “HA!” Cape dech, kalo harus tunggu seminggu. Memangnya ngga ada kerjaan!”
Saya: “ Katanya mau masuk ke TV biar viral”.
Teman A: “ Ngga mendingan di rumah saja, biarin orang Bintaro yang menderita berat . Saya mau lihat di TV setelah roboh aja!”
Saya; “O…udah ngga semangat lagi nich ya….?”
Itulah akhir dari percakapan saya dan teman tentang Pembongkaran Gedung Panin yang biarpun sudah diawasi oleh Tim Ahli sekalipun, ternyata tidak berhasil sampa hari ini. Masyarakat sudah bosan,jenuh, tapi merasa khawatir tiap kali lewat dekat gedung itu.
Ikuti tulisan menarik Ina Tanaya lainnya di sini.