x

Orang berjalan melewati bangunan yang hancur akibat pertempuran di kawasan Tariq al-Bab yang dikuasai pemberontak di Aleppo, Suriah, 5 Oktober 2016. REUTERS/Abdalrhman Ismail

Iklan

Smith Alhadar

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Aleppo dan Kontestasi Iran-Arab ~ Smith Alhadar

Kendati sama-sama membantu rezim Suriah, Rusia dan Iran punya sasaran berbeda.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam beberapa waktu terakhir, rezim Suriah dan Rusia melancarkan serangan udara gencar terhadap kelompok oposisi di Aleppo timur. Di darat, pasukan rezim Suriah juga mengandalkan bantuan pasukan khusus Iran, milisi Syiah Irak, milisi Syiah Afganistan, dan milisi Hizbullah-Libanon. Keterlibatan tiga milisi Syiah itu tak lepas dari pengaruh dan dorongan Iran. Sementara itu, puluhan milisi oposisi, kecuali Jabhat Fath al-Syam (dulu bernama Jabhat al-Nusra, Al-Qaidah cabang Suriah), dibantu Amerika Serikat, Turki, dan khususnya negara-negara Arab Teluk.

Kendati sama-sama membantu rezim Suriah, Rusia dan Iran punya sasaran berbeda. Rusia ingin menyelamatkan pangkalan militernya di Tartus, Suriah, satu-satunya pangkalan militernya di Timur Tengah. Presiden Suriah Bashar al-Assad adalah kawan lama Rusia dan importir senjata terbesar negara itu. Di samping itu, melalui Suriah-lah Rusia dapat mengimbangi AS di Timur Tengah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Iran ingin mempertahankan rezim Suriah, sekutunya, karena faktor-faktor berikut ini. Pertama, Suriah adalah pintu masuk Iran ke Libanon. Bantuan senjata Iran ke Hizbullah, musuh besar Israel, di Libanon selama ini melalui Suriah. Kedua, Iran, yang tidak mengakui eksistensi Israel, menjadikan Suriah bersama Libanon sebagai garda depan dalam menghadapi negara Yahudi itu. Dengan menguasai Suriah, Iran memiliki keunggulan geopolitik dan geostrategi vis a vis Arab. Karena alasan inilah, Arab, khususnya negara-negara Teluk, memberikan bantuan militer dan keuangan yang besar kepada kelompok oposisi Suriah.

Di Aleppo timur, kelompok oposisi terbesar adalah Jabhat al-Haleb. Turki membantu kelompok oposisi karena rezim Assad dari dulu membantu Partai Pekerja Kurdistan (PKK), kelompok separatis Turki yang sejak 1984 angkat senjata melawan Ankara. Karena itu, Turki menyediakan diri sebagai negara transit bagi senjata yang dipasok negara-negara Arab untuk kelompok oposisi. AS pun diberi izin menggunakan pangkalan udara Incirlik, Turki selatan, untuk menyerang Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan memasok senjata ke kelompok oposisi.

Perang Aleppo yang sedang berlangsung sekarang cukup menentukan bagi kelangsungan hidup rezim Assad. Di Aleppo timur terdapat Jabhat Fath al-Syam dan Fath al-Haleb dengan lebih dari seratus ribu anggota pasukan asing yang gigih melawan serangan udara rezim Assad dan Rusia. Bila rezim Assad dan Rusia berhasil memenangi pertempuran di Aleppo timur, hal ini akan meningkatkan bargaining power rezim Assad vis a vis kelompok oposisi di meja perundingan damai di Jenewa kelak.

Rezim Assad bisa memaksakan syarat-syarat perdamaian. Salah satu yang menjadi kunci dari semua persoalan Suriah saat ini adalah posisi Assad. Pihak oposisi, dibantu AS, Turki, dan negara-negara Arab, menuntut Presiden Bashar al-Assad tidak lagi berperang dalam pemerintahan Suriah mendatang. Bila Aleppo timur jatuh ke tangan rezim Suriah, tuntutan kelompok oposisi itu akan kehilangan bobotnya. Tak mengherankan, perang hidup-mati sedang berlangsung di Aleppo timur saat ini.

Sebenarnya AS tidak terlalu berkepentingan di Suriah karena tidak terkait langsung dengan kepentingan nasional negara adidaya itu. Keterlibatan Washington di Suriah lebih diarahkan untuk menaklukkan ISIS. Turki juga sudah lebih siap menerima kelangsungan hidup rezim Assad, mengingat Unit Perlindungan Rakyat (YPG), milisi Kurdi Suriah, telah memproklamasikan berdirinya wilayah federal di Suriah timur laut, yang akan semakin mendorong separatisme PKK.

Maka, kerja sama Turki dengan rezim Assad diperlukan untuk membungkam YPG. Yang menjadi persoalan adalah sikap ngotot-ngototan Iran mempertahankan Assad di tampuk kekuasaan dan Arab yang menghendaki Assad lengser, yang dengan demikian akan menghilangkan pengaruh Iran di Suriah dan melemahkan Hizbullah di Libanon. Menyedihkan, kontestasi Iran dan Arab yang berbau sektarian itu mengorbankan jutaan rakyat Suriah.

Smith Alhadar, Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education

*) Artikel ini terbit di Koran Tempo edisi 14 Oktober 2016

Ikuti tulisan menarik Smith Alhadar lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB