x

Iklan

Muhammad Rois Rinaldi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Surat Terbuka untuk Nikita Mirzani

Salam untukmu yang kerap menghadirkan kehebohan di tengah persoalan Bangsa Indonesia yang runyam ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Salam untukmu yang kerap menghadirkan kehebohan di tengah persoalan Bangsa Indonesia yang runyam ini. Semoga kebahagiaan senantiasa meliputi kehidupanmu dan semoga hatimu diberi ketenangan sehingga segala apa yang dikau lakukan berdasarkan hati yang tenang dan pikiran yang matang. Agar dikau memiliki kesadaran untuk menimbang secara seksama antara manfaat dan mudharat dari setiap hal yang dikau bagikan kepada masyarakat.

Begini, saya sudah menyaksikan vlog-mu yang berjudul Mandi Kucing itu. Video yang, bagi saya, memang tidak penting untuk ditanggapi, bahkan tidak penting untuk diputar. Celakanya, saya membaca berita tentang vlog-mu, yang pada akhirnya, saya harus memutar untuk tahu apa sih yang menjadi persoalan. Kemudian setelah saya putar, sebagaimana yang saya kira sebelumnya, tidak ada apa-apa selain video yang dibuat oleh orang yang mengalami kegelisahan eksistensial berlebihan dan narcistik. Orang-orang yang (mungkin) dituntut untuk tetap eksis di tengah persaingan yang ketat. Itu gampang dipahami sehingga apa yang dikau unggah gampang diabaikan.

Kemudian untuk apa saya menanggapi dengan surat ini? Tidak untuk apa-apa, saya hanya ingin bercerita. Di negeri ini, para guru berusaha mati-matian mendidik anak-anak--generasi penerus Bangsa Indonesia--agar menjadi anak-anak yang bermental sehat, bermoral, dan melakukan hal-hal yang berguna. Tetapi kemudian, upaya itu dirusak oleh orang-orang sepertimu. Mengunggah video saat mandi sama sekali bukan tindakan orang yang akalnya seimbang. Tidak mungkin dilakukan oleh orang yang paham budaya atau kita sebut saja “local wisdom”.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apakah ini sebuah tuduhan atau penghakiman? Jika memang demikian mestinya, iya. Karena dikau dan yang semacamnya, sadar tidak sadar, telah mengguncang mental anak-anak Indonesia. Memangnya tidak ada yang mengawasi sehingga hal sepele ini berakibat besar? Ada. Tetapi anak-anak yang masih dalam tahap transisi memiliki kecenderungan mengikuti yang buruk? Apakah ini artinya saya menganggap kamu buruk? Tidak. Yang buruk adalah tindakan, sikap, dan caramu memosisikan diri sebagai publik figur.

Betapa sedihnya melihat generasi bangsa ini menjadi generasi rusak yang hanya gemar berdandan dan memerkan kemolekan tubuhnya. Seakan-akan mereka sudah tidak punya apa-apa selain tubuh yang dipamer-pamerkan itu. Seakan-akan di negeri ini tidak ada yang lebih prestisius dibandingkan dengan eksploitasi tubuh. Bahkan tukang jaja rokok saja, sales-salesnya tidak jarang para perempuan berpakaian mini. Padahal, kalau bicara kesemestian, rokok dan perempuan berpakaian mini tidak sama sekali saling saling kait. Tetapi nyatanya hal sedemikian dipraktekkan. Apa artinya? Karena kita terjebak dalam kotak pikiran “industrialisasi tubuh manusia/perempuan”. Apakah ini layak disambut gembira dan dipestakan, atau kita harus bersedih?

Eksploitasi tubuh menandakan kemunduran peradaban manusia, di Negara mana pun. Karena ia menunjukkan ketidakberdayaan, ketidakkreativan, ketidakcerdasan, dan ketertindasan, ketidakberhargaan (baca: murahan), dan tidak adanya daya tawar lain di dalam dirinya. Generasi yang mengutamakan eksploitasi tubuh tidak akan memberi sumbangan apapun bagi peradaban manusia, selain kemunduran.

Nikita yang baik hati, kembali pada persoalan vlog-mu. Kita telah sama-sama tahu, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Artinya, standarisasi sikap, ucapan, dan tindakan-tindakan kita harus disesuaikan dengan kearifan-kearifan yang dirawat bersama, bukan menggunakan standar Youtube sebagaimana yang dikau jadikan landasan berpikir itu. Terlebih motifmu tidak lebih tidak kurang hanya agar banyak orang yang mengujungi dan memutar vlog-mu. Sungguh tujuan yang sulit untuk dianggap sebagai tujuan yang baik.

Mari kita jawab bersama, setelah memutar vlog-mu, apa yang didapatkan oleh orang yang memutar? Semakin cerdaskah mereka? Menjadi tercerahkankah? Atau terarah pada beberapa kemungkinan: (1) ada sekumpulan gadis kinyis-kinyis yang tergoda ingin melakukan hal yang sama sebagaimana yang dikau lakukan; ada para lelaki yang berdebar-debar melihat kau perlahan membuka pakaian dalammu lalu sebagian dari mereka mencari pelampiasan napsu mereka kepada orang lain; beberapa orang yang heran bertanya-tanya, ini maksudnya apa?; dan kemungkinan-kemungkinan lain yang masih sangat terbuka.

Nikita, di negeri ini memang sedang gandrung-gandrungnya orang berbicara “hak asasi manusia”. Seolah-olah itu jadi landasan bagi siapa saja untuk melakukan apa saja yang dikehendaki. Padahal semenjak Sekolah Dasar (SD) kita diajarkan bahwa hak kita dibatasai oleh hak orang lain. Dalam kaitannya, apa yang dikau lakukan memang hakmu, tapi hak generasi bangsa ini untuk tumbuh sehat dan terbebas dari pengaruh buruk. Hak anak negeri ini untuk selamat dari orang-orang yang berprilaku menyimpang melalui pendekatan ilmu sosiologi. Jadi, jika bicara kemusiaan, jangan setengah-setengah.

Tentu sebagai perempuan, yang saya yakini masih cukup cerdas, dikau tahu bahwa sebelum bicara hak, setiap manusia di negeri ini harus mengedepankan kewajiban. Kewajibanmu—yang dikau lupakan itu—adalah turut mencerdaskan siapapun yang ada di sekitarmu. Kecerdasan yang dimaksud tentu bukan semata kecerdasan intelektual, melainkan kecerdasan emosional, kecerdasan budaya, kecerdasan norma, dan kecerdasan-kecerdasan lainnya. Yang menjadi persoalan, memang, mengajarkan kecerdasan tidak bisa melalui kata-kat saja. Harus ada tindakan. Karena yang paling gampang diikuti adalah prilaku.

Sebenarnya banyak sekali yang ingin saya ungkapkan kepadamu. Tetapi saya khawatir dikau akan kelelahan membaca semua yang saya ungkapkan, terlebih saya khawatir surat ini tidak pernah sampai kepadamu. Jadi sampai di sini saja surat terbuka ini. Sampaikan salamku kepada kawan-kawan artismu, salam hangat. Saya paham betul, dunia entertain yang sangat dekat kaitannya dengan dunia perdagangan, sangat berat. Selain persaingan antarpenggiatnya, kalian juga dihadapkan pada tuntutan-tuntutan tim kreatif juga tim manajemen kalian sendiri. Tetapi saya yakin, jika kalian mau sedikit lebih bijak, tidak lagi sibuk bikin heboh dengan menebar sensasi, kalian bisa menjadi entertainer yang layak dipuji.

Salam juga kepada siapa saja yang memproduksi sinetron, pasar memang ganas dan buas. Jika tidak mengikuti pasar, konsekuensinya habis sudah. Tetapi bukankah kawan-kawan mengaku orang kreatif? Ciptakan pasar dengan memproduksi sinetron-sinetron yang tidak merusak mental Bangsa Indonesia. Seperti sinetron-sinetron yang selalu saja menyuguhkan bocah kinyis-kinyis yang pacaran, pelukan, dan ciuman itu. Seperti sinetron-sinetron yang hanya menggiring manusia Indonesia kepada kebudayaan kaum bar-bar yang gemar dunia malam dan melawan kepada orangtua. Tentu saya tidak mengatakan semua, yang tidak demikian, tidak perlu disalami.

Tolong disampaikan, yah. Kita harus bersama-sama mengawal generasi Bangsa Indonesia yang sehat jiwa dan badannya.

Berbahagialah Nikita Mirzani.

Salam, 

Tubagus Muhammad Rois Rinaldi, penyair Banten.

Ikuti tulisan menarik Muhammad Rois Rinaldi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu