x

Iklan

Kukuh Giaji

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Resensi Film 'The Girl With All The Gifts' (2016)

Diadaptasi dari buku berjudul sama, The Girl With All The Gifts (2016) membawa ketegangan dengan level baru tentang zombie apocalypse.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Diadaptasi dari buku berjudul sama, The Girl With All The Gifts (2016) mengkisahkan  Melanie (Sennia Nanua), sesosok anak perempuan setengah zombie yang bersentuhan dengan kehidupan dan kebencian dalam satu waktu. Begitulah apabila kita mengambil intisari film bertemakan distopia-zombie world ini yang pastinya sudah tidak asing lagi ditemukan di layar perak.

Beberapa tahun ke belakang juga kita telah dipertemukan aneka film zombie bermacam genre. Sebut saja, Zombieland (2003), Shaun of The Dead (2004), The Battery (2012), hingga Warm Bodies (2013) yang menawarkan warna baru dalam kisah ‘zombie apocalypse’ dengan bumbu komedi non-logis. Atau REC (2007) dan World War Z (2013) yang penuh thrill dan gore. Maupun kisah humanis, seperti 28 Days Later (2002) dan The Returned (2013). Belum lagi adaptasi buku The Maze Runner (2014). Bahkan serial televisi bertema ini pun laris dipasaran, dimulai dari The Walking Dead (2010 - ) lalu spin off nya Fear The Walking Dead (2015 - ) dan I-Zombie (2015 - ). Tidak luput pula di awal tahun depan nanti kita akan bertemu kembali dengan karakter Alice dalam Resident Evil : The Final Chapter (2016).

Dari semua judul film tersebut, maka terbesit pertanyaan “Kenapa kita harus menonton The Girl With All The Gifts?” Dengan judul yang rancu bahkan tidak ada sekali bau-bau mengenai ‘mayat hidup’-nya itu.

Apabila kalian pernah menonton Let The right One In (2008) ataupun remake-nya yang berjudul Let Me In (2010) maka kalian akan familiar sekali dengan atmosfir The Girl With All The Gifts yang memfokuskan hubungan antara Melanie dan gurunya, Helen Justineau (Gemma Arterton). Konflik film ini terletak pada Justineau yang berupaya agar Dr. Caroline Caldwell (Glenn Close) tidak menggunakan Melanie sebagai bahan utama pembuatan vaksinnya. Justineau melihat Melanie sebagai sesosok anak kecil pada umumnya bukan monster yang bersembunyi dalam tubuh anak kecil seperti yang dilihat oleh Caldwell dan Sgt. Eddie Parks (Paddy Considine). Walaupun Melanie memiliki kecerdasan yang tinggi seperti layaknya manusia normal namun rasa lapar ‘hunger’ yang dia miliki tidak dapat ditutupi ketika dia mencium aroma tubuh manusia yang  membuatnya berperangai seperti zombie

Selama nyaris 120 menit, penonton akan diperlihatkan bagaimana jalinan hubungan antara Melanie, Justineau, Caldwell dan Eddie mencair perlahan-lahan. Selain itu, kita akan berusaha menebak-nebak bagaimana akhir kisah hidup Melanie nanti. Secara alur cerita, tidak ada yang terlalu menarik. Alurnya terkesan lambat karena lebih condong ke arah drama-thriller namun kekuatan terbesarnya berada di dialog dan penjabaran mengenai proses manusia menjadi zombie yang menegangkan.

Melalui ‘jamur’ yang menginjeksi otak manusia dan bagaimana mayat-mayat hidup itu akan mati dan membentuk ‘hutan’ penuh dengan calon bakal spora yang berpotensi membinasakan manusia. The Girl With All The Gifts membawa bermacam praduga bagaimana kisahnya akan berakhir. Maka jangan terkaget-kaget dengan twist ending yang lumayan sakit ini. Semakin kalian minim informasi mengenai film ini maka semakin kalian akan menikmati alur ceritanya.

Ikuti tulisan menarik Kukuh Giaji lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu