x

Iklan

Erin Noviara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pendekatan Pada Komunitas Tani Bisa Bantu Cegah Deforestasi

DMPA sebagai program yang memiliki visi mencegah deforestasi, dikemas dalam bentuk peningkatan ekonomi warga lokal melalui kegiatan di sektor pertanian.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kebakaran hutan dan lahan menjadi permasalahan kompleks, pasalnya dampak yang ditimbulkannya bisa berpengaruhi di segala sisi kehidupan, kesehatan, lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita berbagai teknologi canggih yang dapat membantu memadamkan hutan, seperti teknologi GPS yang mampu menampilkan lokasi hotspot, heli Super Puma untuk waterbombing, serta para petugas lapangan personil gabungan Satgas Karhutla yang berdedikasi tinggi.

Namun ibarat pepatah dalam kesehatan, lebih baik mencegah daripada mengobati, pepatah tersebut berlaku juga di sektor kehutanan. Dibutuhkan upaya preventif secara holistik dan terintegrasi, serta dapat segera diterapkan secara praktis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sinergi semua pemangku kepentingan mesti dilakukan untuk mencapai tujuan bersama. Baik itu pemerintah (pusat dan daerah), tokoh masyarakat, akademisi, LSM, maupun pihak swasta.

Upaya preventif secara lebih spesifik menyasar kepada aras akar rumput, yakni masyarakat lokal yang tergabung dalam komunitas-komunitas seperti petani, peternak, dan pekerjaan serupa yang memanfaatkan lahan dan sumber daya hasil hutan.

Salah satu sinergi pihak swasta dengan masyarakat, misalnya terwujud dalam program Desa Makmur Peduli Api (DMPA). Seperti dikutip dari Detik.com, pihak swasta tersebut telah menggelontorkan dana tidak tanggung-tanggung sebesar 10 juta USD untuk membina masyarakat lokal.

Hal yang menarik adalah, program yang memiliki visi mencegah deforestasi tersebut dikemas dalam bentuk peningkatan ekonomi warga lokal melalui kegiatan di sektor pertanian.

Program DMPA menargetkan dapat membina warga hingga 500 desa sebelum tahun 2020, di lima wilayah yakni Riau, Pekanbaru, Jambi, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.

Dana 10 juta USD itu termasuk di dalamnya untuk keperluan membuka lahan tanpa membakar, modal bertani baik itu jenis tanaman hortikultura atau padi, menyediakan pupuk, hingga akses ke pemasarannya juga difasilitasi.

Masyarakat yang tinggal di dekat hutan tersebut selain dibuat mandiri secara ekonomi, mereka juga diberdayakan menjadi garda terdepan pengawas hutan. Tugas mereka sebagai informan apabila ada titik api (firespot) di sekitaran hutan tempat mereka tinggal dan bermata pencarian.

Contoh nyata dari program DMPA ini adalah Suryono, seorang petani dari Provinsi Riau yang telah ramai diberitakan berbagai media. Suryono menjadi pembicara di COP ke-22 di Marrakesh, Maroko pada  dalam kapasitasnya sebagai perwakilan petani dari Riau, yang tadinya pembalak liar kemudian beralih ke pertanian hortikultura dengan alasan lebih berkelanjutan dan mendukung kelestarian hutan alam.

Seperti sosok Suryono di masa lalu, kriteria desa yang masuk dalam program DMPA ini adalah yang kondisinya rawan terjadi ilegal logging, serta mengalami masalah sengketa lahan dengan perusahaan pemilik konsesi.

Melalui upaya pendekatan tingkat komunitas ini, menghadirkan sebuah hubungan baru yang bersifat simbiosis mutualisme. Meski modalnya cukup besar, semoga ini akan menjadi investasi terbaik bagi hutan Indonesia dan juga petani yang berperan dalam penyediaan pangan, semakin berdikari di tanahnya sendiri.

 

Ikuti tulisan menarik Erin Noviara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

7 menit lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB