Jakarta -- Sebanyak tujuh desa terpilih sebagai Desa Unggulan Pilihan Tempo 2016. Penyerahan penghargaan akan digelar malam ini di Ruang Binakarna, Hotel Bidakara, Jakarta.
Redaktur Utama Tempo Elik Susanto mengatakan program ini merupakan bagian dari proyek edisi khusus Koran Tempo Desa Unggulan Pilihan Tempo. Kiprah tujuh desa itu diulas di Koran Tempo hari ini. "Desa-desa unggulan ini telah melakukan banyak terobosan di banyak bidang. Sebagai komunitas akar rumput mereka bergerak menjadikan negeri ini lebih baik," kata Elik yang juga penanggung jawab edisi khusus Desa Unggulan Pilihan Tempo, Selasa, 15 November 2016.
Tujuh desa tersebut antara lain Desa Jabiren, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, yang terpilih sebagai desa unggulan kategori penjaga lingkungan. Desa Blang Krueng, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, terpilih sebagai unggulan sadar pendidikan. Desa Dermaji, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menjadi desa unggulan melek teknologi. Desa Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, dinilai unggul dalam pemberdayaan ekonomi.
Pada kategori sadar kesehatan, Tempo memilih Desa Lalang Sembawa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Desa Kanonang Dua, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, terpilih sebagai unggulan desa hasil pemekaran yang inovatif. Adapun Desa Nita, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, menjadi desa unggulan kategori transparansi anggaran.
Elik menjelaskan, tim redaksi menyeleksi tujuh desa unggulan tersebut sejak September lalu. Tim menggelar focus group discussion dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; dan Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta. Tak hanya itu, kata dia, tim juga menggali informasi dan data dari Kementerian Dalam Negeri dan Wahana Visi Indonesia. "Kami juga melakukan survei via Tempo.co untuk menjaring usulan desa unggulan dari pembaca," kata Elik.
Dalam edisi khusus Koran Tempo berjudul Desa Jawara di Nusantara, tim juga mengulas satu desa nomine di setiap kategori. Desa-desa yang tak kalah unggul tersebut antara lain Desa Enggros, Jayapura (lingkungan); Desa Panggungharjo, Bantul (pendidikan); Desa Ponggok, Klaten (teknologi); Desa Gemaharjo, Pacitan (pemberdayaan ekonomi; Desa Pata' Padang, Toraja Utara (Kesehatan); Desa Majasari, Indramayu (transparansi anggaran); dan Desa Kelle, Timor Tengah Selatan (inovatif).
Sosiolog Universitas Gadjah Mada dan peneliti IRE Yogyakarta, Ari Sujito, mengatakan wajah desa kini mulai berubah dari sebelumnya yang identik dengan keterbelakangan. "Secara bertahap desa memancarkan pesona baru dengan tumbuhnya berbagai inisiatif yang menjadi penanda kebangkitan lokalitas," kata dia.
Menurut dia, otonomi daerah sebelum masa sekarang hanya dinikmati para elit lokal, belum dirasakan rakyat di desa. Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa menjawab persoalan tersebut. Jika dahulu desa hanya dipompa untuk memperbesar partisipasi warga, kini desa diberi ruang untuk merencanakan pembangunan sesuai kebutuhan dan prioritas desa. "Sekalipun masih muda, kebijakan ini telah menumbuhkan harapan baru," kata Arie. "Pekerjaan yang harus dilakukan adalah mengawal perubahan desa ini agar sesuai harapan."
AGOENG WIJAYA
Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.