Sejak Basuki Tjahaya Purnama terkena kasus penistaan agama, konstalasi politik nasional terus memanas. Kasus penistaan memantik gelombang kemarahan di pihak ormas-ormas radikal. Mereka antusias membawa kasus penistaan yang bermula dari kunjungan Ahok ke pulau seribu dan diunggah di Youtube dengan versi beda dari Buni Yani. Dari tayangan youtube itu suara keras ormas-ormas yang sejak semula tidak suka dengan Ahok seperti menemukan pemicunya. maka berita tentang Ahok yang mengutip kata-kata dari Al Quran dari surat Almaidah 51, segera menjadi viral dan menimbulkan pro kontra di masyarakat. bagi satu kubu tidak ada yang aneh dengan ceramah Ahok, tapi beda pendapat muncul dari Ormas-ormas Islam dan sementara orang yang berusaha memperkeruh situasi sosial politik negeri ini, Tidak kurang kurang mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyonopun menyarankan "penistaan agama" oleh Ahok harus dibawa ke ranah hukum.
Puncak kemarahan ormas-ormas itu muncul peristiwa 411 (Demo besar pada tanggal 4 November 2016) Ribuan orang dari berbagai ormas dari Banten, Jawa Barat, Sumatra, Kalimantan, FPI, FPU Forum Peduli Umat,Hisbut Tahir, Daarul Tauhit, GNPF,Majlis Riyadlul Jannah,Majlis Riyadlus Sholihin, Majlis Taklim Al-Islamy,Majlis Tayur dan masih banyak pererta lain dari berbagai ormas. Tokoh-tokoh yang datang Habib Rizieq Shihab, Romahurmuzy(PPP), Fadly Zon, Fahri Hamzah, Amien Rais, Ahmad Dani beserta istrinya. Mereka menuntut Ahok diseret ke ranah hukum.
Demo telah selesai. Mula-mula demo berjalan damai, tetapi ketika malam tiba demo sempat ricuh dan membakar beberapa mobil polisi. Peristiwa ricuh juga terjadi di Luar batang di seputar Pakin Jakarta Barat.
Akibat panasnya masalah Ahok penghadangan demi penghadangan massa terhadap Basuki dan Djarot terjadi saat mereka berusaha blusukan menemui warganya.Tapi menurut warga penghadangan dilakukan oleh orang-orang tidak dikenal. Mereka memobilisasi massa agar terkesan warga menolak kampanye yang dilakukan oleh Ahok dan Djarot.
Lalu apa motivasi mereka menghadang kampanye. Ini tentu melanggar hak demokrasi peserta PILKADA. Warga yang semula tentram dan menerima kedatangan Basuki - Djarot, dibuat cemas dan takut. Peristiwa ini tentu memicu ketidakpastian, kenyamanan terganggu dan tentunya cideranya demokrasi Pancasila yang terbangun dan diperjuangkan dalam waktu lama oleh para pendiri bangsa ini.
Para penghadang tentu punya misi untuk memperburuk citra pasangan Ahok-Djarot. Tipe-tipe para penghadang di setiap wilayah yang didatangi Ahok Hampir sama rata-rata warga tidak kenal sosok-sosok yang melakukan penghadangan.Pertanyaannya mengapa mereka melakukan penghadangan. Apa misi mereka?
Dari beberapa bacaan yang penulis baca penghadangan itu tentu terkait dengan kasus yang sedang menimpa Ahok yaitu "penistaan agama". Kasus penistaan agama ini menjadi sesuatu yang sensitif di Indonesia saat ini. Ketika benturan masuk ke ranah agama terutama menyangkut agama mayoritas, segera saja menjadi isu nasional yang memanas. Para ulama, petinggi agama dan orang-orang yang merasa "suci" segera bereaksi. Sentimen agama dan penistaan-penistaan telah memecah belah pendapat masyarakat. Iklim curiga mencurigai memanas di tambah dengan provokasi di media sosial yang cenderung kasar dan kebablasan.
Saatnya masyarakat kembali ke jati diri bangsa. sebagai masyarakat beradab dan menjunjung tinggi kebinnekaan harusnya masyarakat tidak terpicu pada isu SARA, terpancing dengan masalah sensitif yang mau memecah belah kesatuan dan persatuan nasional. Beda agama, beda suku, beda bahasa bukan halangan, masyarakat harus menemukan harmoni agar Indonesia mampu menjadi teladan di antara negara-negara lain sebagai negara yang menjunjung kebinnekaan, toleransi dan penghargaan pada hak asasi manusia. Penghadangan bukan solusi, malah memperburuk citra Indonesia di mata dunia.
Ikuti tulisan menarik Pakde Djoko lainnya di sini.