x

Ilustrasi perkosaan. tehelka.com

Iklan

Rayhand Andri

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ironi Dekadensi Moral

Moralitas sosial masyarakat mengenai seksualitas, kini sudah sangat menyedihkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

        Moralitas sosial masyarakat mengenai seksualitas, kini sudah sangat menyedihkan. Sepanjang tahun 2014-2016 sebanyak 1.1167 kasus pemerkosaan dari 5.002 kasus kekerasan seksual terjadi, dilaporkan dari Catatan Tahunan Komnas Perlindungan Perempuan, yang setiap harinya mendapatkan 12 laporan kasus tindakan kekerasan seksual. Kejadian ini dialami Yuyun, siswi kelas II SMP Negeri 5 Rejanglebong, yang ditemukan tidak bernyawa di sebuah jurang kebun milik warga dalam keadaan mengenaskan akibat perilaku keji 14 orang pemuda, dan tujuh diantaranya merupakan anak dibawah umur. Hasil autopsi sementara dari pihak Kepolisian ditemukan akibat ruda paksa.

            Maraknya kasus kekerasan seksual merupakan dampak dari dekadensi moral masyarakat yang signifikan pasca era-globalisasi. Mudahnya mendapatkan informasi melalui internet, gawai atau perangkat elektronik lainnya tanpa ada pembatasan khusus adalah pemicu utama. Kekhawatiran terbesar ditujukan kepada remaja dan anak-anak yang belum dapat menguasai pikiran dan birahi mereka, ditambah pola hidup tidak teratur dan bebas yang dibawa arus globalisasi akan dengan cepat menjerumuskan mereka  melakukan tindakan-tindakan yang belum sepatutnya dilakukan, seperti berhubungan seks dan mengkonsumsi minuman keras. Pemerintah dalam hal ini harus lebih ketat dalam memberlakukan pembatasan informasi yang akan dikonsumsi masyarakat, serta pemberlakuan sanksi tegas bagi pihak yang menyalahgunakan informasi untuk melakukan tindakan kejahatan.

            Ketidaksiapan menerima informasi berdampak terhadap moral masyarakat, dimana tingkat kesadaran manusia dalam kehidupan sudah mulai memudar. Padahal, dalam menjalankan peran sebagai mahluk sosial, manusia harus memiliki tingkat kesadaran tinggi agar tindakan-tindakan yang diperbuat dalam kehidupan sehari-hari tetap dalam koridor kemanusiaan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

            Pengetahuan masyarakat tentang agama dan aturan-aturannya juga sangat rapuh, sebab agama yang seharusnya menjadi prinsip hidup setiap manusia, hanya dijadikan sebagai formalitas dan ajang mendapat pujian. Eksistensi agama tidak lagi merujuk kepada pedoman hidup dan ahlak yang baik, namun dijadikan oleh beberapa pihak sebagai kamuflase menutupi perbuatan-perbuatan keji dan kepentingan individu. Peran pemuka agama juga kurang efisien. Seharusnya kegiatan-kegiatan keagamaan ditujukan kepada pembentukan moral dan ahlak yang sesuai dengan Kitab Suci, bukan hanya sekedar dakwah-dakwah konvensional dan penanaman doktrin yang menyebabkan perpecahan antar umat beragama dan penurunan rasa cinta terhadap sesama manusia. Peran keluarga, masyarakat dan lingkungan sebagai benteng utama pembentukan moralitas seseorang mulai dipertanyakan. Sikap apatis masyarakat yang kini sangat tinggi, meningkatkan pengenduran kesadaran terhadap tradisi dan norma-norma yang berlaku.

            “Jelas menjadi menggemparkan bahwa teknologi telah melampaui kemanusiaan kita.” (Albert Einstein, fisikawan). Oleh karenanya, kita sebagai masyarakat modern haruslah menjaga moralitas dan menegakkan nilai-nilai tradisi dan norma yang berlaku dalam kehidupan bernegara dan berbangsa, sebagaimana dicantumkan dalam Pancasila dan UUD 1945, yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ikuti tulisan menarik Rayhand Andri lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

1 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB