x

Iklan

Anazkia Aja

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menilik Dermaji, Desa Unggulan Melek Teknologi

Bagi saya, Dermaji sangat istimewa. Ia mengajarkan saya tentang kearifan lokal.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Minggu lalu, saat mengetahui Penganugerahan Desa Unggulan Pilihan Tempo 2016, saya belum tahu sama sekali desa-desa mana saja yang masuk sebagai nominasi. Sampai sehari sebelum pengumuman, saya membaca tulisan di Indonesiana mengenai Tujuh Desa Unggulan Pilihan Tempo. Saya terhenyak, melihat salah satu desa yang saya kenali masuk sebagai salah satu nominasi, Desa Dermaji. Lalu, ingatan saya langsung mundur ke belakang. Di mana saya sempat beberapa kali berkunjung ke sana.

Acara Blogger Camp pada Oktober 2015 di Purwokerto, mengantarkan saya ke Dermaji untuk pertama kalinya. Tentunya, ini atas ajakan dan paksaan oleh Mas Pradna, salah seorang tetua blogger Banyumas yang sudah sejak lama  meminta saya berkunjung ke sana. Saya mengenal desa Dermaji sudah lama. Sejak teman-teman blogger sering berkunjung ke sana. Terutama sekali, Mas Pradna dan rekan-rekannya ketika awal mengenalkan domain desa.id. Bersama dengan Mas Pradna dan Mbak Olip, kami menuju ke Desa Dermaji.

Sampai di Balai Desa dermaji, hampir pukul 12 siang. Mengenakan kemeja batik berwarna merah, Pak Bayu kepala desa Dermaji menyalami kami dari balik meja. Laptop dan gelas kopi masih dihadapi oleh Pak Bayu. Sementara, dua kruk ia sampirkan di sebelah kiri meja. Ya, saat itu ia belum lama kecelakaan. Yang mengakibatkan luka parah di kaki sebelah kiri. Senyum ramahnya membuat saya tak sungkan untuk sekadar basa-basi menanyakan kabar karena memang baru hari itu berkenalan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pertama kali berkunjung ke Desa Dermaji

Dari Pak Bayu, sedikit demi sedikit saya mulai mengenal desa Dermaji. Berada di Kecamatan Lumbir, desa ini dihuni oleh 1.452 KK. Sebagian penghuninya berprofesi sebagai buruh tani dan petani. Dua kelompok ini menempati jumlah tertinggi di desa Dermaji. Disuguhi mendoan dan kopi, kami juga disuguhi cerita macam-macam oleh Pak Bayu. Meski terkadang, saya lebih banyak mengajukan pertanyaan.

Beranjak ke jumlah penduduk dan profesi kebanyakan dari warga desa, hal selanjutnya yang saya penasaran sekali adalah mengenai perpustakaan dan museum yang ada di balai desa. Di sini, Pak Bayu menginisiasi sebuah museum dan perpustakaan. Museum Naladipa dan perpustakaan Jagad Aksara begitu ia diberi nama. Ia berada di lantai 2 Balai Desa. Pak Bayu, menyilakan kami untuk melihat-lihat. Mas Pradna, selalu paling antusias tentu saja.

Memasuki museum, ruangan tidak begitu besar. Barang-barang yang diletakan di meja sebagiannya adalah peralatan rumah tangga yang acap digunakan oleh warga desa. Tapi, ianya sekarang sudah langka. “Adanya museum ini, untuk menunjukkan kepada anak-anak muda bahwa dulu, di Desa Dermaji peralatan inilah yang digunakan oleh warga. Jadi, jangan sampai ketika anak-anak muda yang bermukim di Jakarta dan luar kota lainnya tidak mengenali alam tradisinya di desa sendiri.” Pak Bayu, dengan tertatih menggunakan kruknya sudah berada di antara kami. Dan menjelaskan salah satu alasan kenapa ia berinisiatif mendirikan Museum Naladipa.

Dari museum Naladipa, kami beranjak menuju perpustakaan Jagad Aksara yang berada di sebelahnya. Ada beberapa rak buku di situ. Buku-buku tersusun dengan rapih. Jumlah buku tidak begitu banyak, apalagi buku anak-anak. Sederet majalah National geografi memenuhi hampir satu rak. “Tuh, lihat sendiri, kan? Buku anak-anaknya masih kurang.” Mas Pradna, yang sering banget ngomporin saya datang ke sini memberikan kode. Kode supaya Blogger Hibah Buku mengirimkan buku ke perpustakaan Jagad Aksara. Kata Pak Bayu, yang berkunjung ke perpustakaan sebagian besar anak-anak dari desa Dermaji. Mereka acap datang setelah pulang sekolah. Puas berkeliling, kami kembali turun ke bawah. Pak Bayu, paling terakhir turun. Berjalan perlahan-lahan dengan kruknya. Sampai di bawah, kami sudah disajiikan makan siang yang baru dibeli oleh salah satu pegawai balai desa.

Usai makan siang dan shalat dhuhur, kami segera beranjak meninggalkan Desa Dermaji. Kami tak pulang dengan tangan kosong tentu saja, karena kami berencana akan kembali lagi mengadakan kegiatan di Desa Dermaji.

Bulan Desember 2015, saya dengan beberapa teman kembali mengunjungi Desa Dermaji. Kami mengadakan kegiatan di sana, dengan tema Dongeng Kejutan. Selama satu hari penuh kami bermain dan belajar dengan anak-anak Desa Dermaji. Yang menakjubkan, ketika sesi membaca dan bercerita, anak-anak sangat antusias. Mereka bisa menceritakan dengan baik tentang buku yang baru dibacanya.  

Menjadi salah satu juri, karena kurang juri kelompok ^_^

Tak hanya dua kali itu saya datang ke sana. Juni, 2016 saya kembali ke sana. Kali ini bersama dengan teman-teman blogger dari beragai daerah. Juguran Blogger, begitulah salah satu dedengkot blogger Banyumas memberikan nama. Dalam acara tersebut, kami diajak berkunjung ke beberapa desa Kalisari dan Dermaji. Berkenalan dan bercengkrama langsung dengan warga desa di sana, saya jadi lebih mengenal sedikit tentang desa Dermaji. Kalau sebelumnya saya tak pernah menginap, di acara Juguran Blogger bersama dengan teman-teman blogger kami menginap di rumah Pak Bayu.

Kami sampai menjelang petang. Ada hal yang yang tidak seperti biasanya tentu saja. Kalau sebelumnya saya diantar ke Dermaji  menggunakan mobil pribadi, kali ini kami meniki bus tiga perempat. Bus kecil, tanggung. Rupanya, ia tak berani membawa kami sampai ke bawah. Jadi, kami diturunkan di gapura desa yang akan menuju Dermaji. Jalanannya memang curam. Sopir bus pun baru pertama kalinya ke Dermaji. Beriringan, kami berjalan menuju rumah Pak Bayu. Belum sampai ke rumah Pak Bayu, sayup-sayup adzan terdengar bersahut-sahutan. Satu sama lain saling menyemangati. Apalagi, buat teman-teman yang baru pertama kali datang ke sini. Kelelahan nampak jelas di wajah mereka. Tapi, ketika kami sampai di rumah pak Bayu, semua tertawa, semua bercerita. Termasuk sopir bus yang berpeluh-peluh wajahnya dengan keringat. “Saya takut, Mbak. Baru kali ini saya melewati jalanan securam ini. Alhamdulillah, saya masih diberi selamat.”

Sebagian besar wilayah Desa Dermaji merupakan daerah pegunungan berbatu-batu. Tak heran, jika sopir bus merasa takut menuruni jalanan yang curam. Seusai mandi dan makan malam, kami diajak menuju balai desa. Di sana, pagelaran sintren akan disajikan untuk kami. Ya, untuk teman-teman blogger yang datang menginap di Desa Dermaji. Berpuluh tahun, saya tak pernah menyaksikan sintren. Sekali-kalinya saya melihat sintren ketika masih kecil, di kampung halaman, Karangsari-Pemalang. Konon, di Desa Dermaji sintren acap dijadikan suguhan ketika ada ada acara desa atau saat menyambut tamu.

Di depan rumah Pak Bayu, bersama dengan teman-teman blogger

Selesai pertunjukan sintren, kami pulang ke penginapan. Menginap di rumah Pak Bayu, tentunya memberikan kesempatan kepada kami untuk lebih banyak berbincang dengan Pak Bayu. Sampai tengah malam, kami masih bergeming, duduk melingkar mendengar Pak Bayu bercerita macam-macam. Tak hanya Pak Bayu saja yang bercerita, tapi juga dialog diantara kami dengannya. Bagi saya, yang berasal dari desa dan sekarang tersesat di ibu kota, Dermaji sangat istimewa. Ia mengajarkan saya tentang kearifan lokal. Desa berkembang, untuk kemajuan negara. Di tangan dingin Pak Bayu, Dermaji sepertinya sangat beruntung. Pria yang memiliki seorang anak ini merupakan lulusan S 2 Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jendral Soedirman. Sudah dua priode ia memimpin Dermaji. Warga, tentunya sangat mencintai Pak Bayu. Terbukti, ketika ia tidak ingin meneruskan untuk masa jabatan selanjutnya, sebagian besar warga tidak menyetujuinya.

Melihat ia berdiri ketika menerima penghargaan Desa Unggulan Tempo, saya terharu. Saya seperti merasa menjadi bagian dari warga Dermaji. Dan desa Dermaji sendiri, bagi saya tak hanya memenuhi untuk kategori tekhnologi. Tapi juga kebudayaan, literasi. Selamat, Pak Bayu. Semoga keberkahan dan keselamatan senantiasa bersama Pak Bayu sekeluarga, juga desanya.

 

Di museum Naladipa Dermaji

 

 

 

Dongeng Kejutan

Ikuti tulisan menarik Anazkia Aja lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler